Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Stadion Sayu Wiwit Banyuwangi

 Stadion Sayu Wiwit Banyuwangi

Oleh; Syafaat 


Waktu saya ditanya soal stadion di Banyuwangi, saya malah bengong. Bukan karena saya tidak tahu ada stadion di Banyuwangi. Tapi karena saya tidak tahu, atau lebih tepatnya, tidak pernah memperhatikan, namanya: Stadion Diponegoro.

Saya kira, itu di Semarang. Atau paling tidak di Jogja. Tapi ternyata: di Banyuwangi.

Teman saya, yang orang Jakarta, tidak percaya. “Serius, stadion Diponegoro itu di Banyuwangi? Bukan di Jawa Tengah?”

Saya hanya bisa mengangguk pelan. Tapi dalam hati bertanya-tanya: kenapa ya?

Banyuwangi ini tempat yang kaya tokoh sejarah. Bahkan kisah heroiknya seringkali lebih berdarah daripada perang Diponegoro itu sendiri. Ada Sayu Wiwit. Ada Rempeg Jogopati. Ada Minak Jinggo. Bahkan kalau mau lebih dramatis, ada Pangeran Tawang Alun yang konon bisa berubah jadi harimau. 


Tapi nama stadion kita? Diponegoro. Bukan Jogopati, bukan Jinggo, bukan Sayu Wiwit.

Saya tidak sedang ingin menggugat Pangeran Diponegoro. Beliau tokoh besar. Pahlawan nasional. Disegani Belanda. Dijadikan jalan utama hampir di semua kota di Indonesia.

Tapi justru karena beliau begitu besar dan begitu umum, maka tidak terasa lokal.

Kalau Banyuwangi ingin dikenang sebagai Banyuwangi, kenapa justru memilih nama yang membuat kita dianggap bagian dari Jawa Tengah?


Kita ini kadang lebih takut pada format, daripada kehilangan identitas.

Saya juga tidak tahu sejak kapan stadion itu bernama Diponegoro. Tidak ada prasasti. Tidak ada catatan sejarah. Seperti kebanyakan nama-nama fasilitas publik di negeri ini: datang begitu saja, tanpa diskusi, tanpa penjelasan, tanpa filosofi.

Mungkin karena waktu itu sedang tren nasionalisme. Semua ingin bernuansa perjuangan. Jadilah Diponegoro.

Tapi zaman sekarang, orang mulai kembali mencari jati diri lokal. Ingin tahu siapa leluhurnya. Ingin bangga dengan kisah di tanah sendiri. Maka aneh rasanya kalau fasilitas sebesar stadion, tempat ribuan orang bersorak, justru memakai nama dari luar.

Saya tidak bilang kita harus ganti nama stadion itu sekarang juga. Tapi bolehlah kita mulai bertanya. Mulai berdiskusi. Bukan karena kita anti nasionalisme, tapi karena kita juga cinta pada sejarah kita sendiri.

Toh, Minak Jinggo juga punya kisah perang yang tak kalah seru. Sayu Wiwit juga simbol keberanian perempuan. Rempeg Jogopati juga gugur dalam perang. Apa kurang heroik?

Di tengah upaya pemerintah daerah menggaungkan pariwisata berbasis budaya, nama stadion seharusnya menjadi bagian dari narasi besar itu. Bukan malah jadi titik disonansi.

Coba bayangkan turis datang ke Banyuwangi. Mereka kagum dengan Gandrung. Terkesima oleh ritual Seblang. Terpana dengan pawai Etnik Nusantara. Tapi lalu melihat stadion: Diponegoro.

"Lho, ini masih di Jogja atau sudah nyasar ke Jawa Timur?"

Itu bukan soal kecil. Itu soal narasi. Soal bagaimana kita menyusun cerita tentang diri kita sendiri.

Setiap nama adalah narasi. Dan narasi adalah kekuatan.

Saya ingat waktu ke Korea Selatan. Mereka bisa membuat desa kecil menjadi destinasi wisata hanya karena satu legenda lokal. Nama-nama tempat dijaga, dilestarikan, dibungkus ulang jadi bagian dari cerita yang dijual ke dunia.

Kita? Nama stadion saja bisa salah alamat.

Saya pernah mengusulkan agar nama stadion diubah. Bukan dengan cara gegabah. Tapi lewat sayembara. Libatkan masyarakat. Tanyakan kepada budayawan, sejarawan, dan pelajar. Biarkan mereka berdiskusi: nama siapa yang paling layak menjadi simbol semangat sportivitas Banyuwangi?

Kalau hasilnya tetap Diponegoro, saya akan terima dengan lapang dada. Tapi kalau ternyata masyarakat ingin nama lokal, ya mari kita pikirkan bersama.

Itu bukan soal fanatisme daerah. Itu soal menghargai sejarah sendiri. Soal membangun kepercayaan diri budaya.

Bayangkan stadion bernama Stadion Sayu Wiwit. Akan ada patungnya di pintu masuk. Akan ada mural perjuangannya di tembok luar. Lalu setiap pertandingan, announcer akan mengucap: "Selamat datang di Stadion Sayu Wiwit, tanah keberanian dan pengorbanan."

Itu bukan sekadar sepak bola. Itu adalah edukasi. Setiap anak yang datang, setiap penonton yang lewat, akan bertanya: siapa dia? Apa jasanya? Lalu mulailah lahir rasa memiliki.

Itulah yang membedakan fasilitas publik yang berkarakter, dan yang sekadar tembok beton berumput hijau.

Saya tahu, ada juga yang akan mencibir. "Ah, itu cuma nama. Yang penting kualitas lapangan dan prestasi klubnya."

Saya tidak menolak kualitas. Tapi siapa bilang identitas tidak penting?

Orang boleh main bagus di stadion mana saja. Tapi ketika mereka bermain di stadion yang membawa nama pahlawan lokal, ada semangat berbeda yang ikut turun ke lapangan.

Coba lihat stadion di Eropa. Hampir semua punya cerita. Old Trafford. Camp Nou. Anfield. Semuanya bukan sekadar nama. Ada kisah, ada makna, ada semangat.

Saya tulis ini bukan untuk marah-marah. Bukan pula untuk menyalahkan siapa-siapa. Saya hanya sedang rindu pada sebuah tempat yang bernama sesuai dengan jiwanya.

Stadion itu tempat semua orang berkumpul. Tempat air mata tumpah. Tempat sejarah kecil diciptakan. Maka layaklah ia punya nama yang merepresentasikan tanah tempat ia berdiri.

Kalau tidak, kita akan terus seperti ini: asing di negeri sendiri.

Saya tidak sedang membayangkan perubahan besar. Saya hanya sedang membayangkan sebuah papan nama baru. Dengan ukiran kayu jati. Di bawahnya tertulis:

**"Stadion Rempeg Jogopati. Tempat semangat perjuangan terus menyala."

Atau...**

**"Stadion Sayu Wiwit. Di sini keberanian perempuan dikenang selamanya."

Lalu anak-anak sekolah datang. Membaca. Bertanya. Bangga.

Dan kita, tidak lagi harus menjelaskan kepada teman: "Iya, stadion Diponegoro itu... di Banyuwangi."

Itulah mimpi kecil saya. Dari pinggir lapangan. Di antara deru sorak dan bau rumput basah. Karena stadion bukan hanya untuk menendang bola. Tapi juga untuk menanam sejarah.

Dinsos PPKB Banyuwangi Gelar Penguatan Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB)

Banyuwangi (Warta Blambangan) Dalam upaya mendukung pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Serta Organisasi Kemasyarakatan Tingkat Daerah, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Kabupaten Banyuwangi menggelar kegiatan Penguatan Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB), Rabu (23/4/2025), bertempat di Aula Dinsos PPKB Banyuwangi.



Kegiatan yang dimulai pukul 08.00 WIB tersebut dihadiri oleh perwakilan organisasi kemasyarakatan, perangkat desa, kader KB, serta mitra strategis lainnya. Kepala Dinsos PPKB Banyuwangi, yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, Lukman Hakim, membuka kegiatan secara resmi.


Dalam sambutannya, Lukman menyampaikan pentingnya sinergi antar pihak dalam membangun Kampung KB sebagai satuan wilayah setingkat desa yang menjadi pusat integrasi dan konvergensi program pembangunan keluarga. “Kampung KB bukan sekadar program, tetapi pendekatan holistik untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, keluarga, dan masyarakat,” ujarnya.


Dasar pelaksanaan kegiatan ini mengacu pada sejumlah regulasi nasional, di antaranya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas dan Inpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Selain itu, kegiatan ini juga merujuk pada kebijakan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Koordinator PMK, serta dukungan kebijakan daerah.


Kampung KB diharapkan dapat menjadi wadah pemberdayaan masyarakat yang melibatkan seluruh dimensi kehidupan keluarga, termasuk aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan perlindungan anak. Melalui kegiatan penguatan ini, Dinsos PPKB mendorong agar organisasi kemasyarakatan di daerah lebih aktif dalam pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB.



Kegiatan ini juga menjadi bagian dari upaya konkret Banyuwangi dalam mewujudkan pembangunan keluarga yang tangguh dan berdaya saing, sejalan dengan visi pembangunan manusia Indonesia yang unggul.

Hari Kartini di MI Darun Najah II: Apel, Fashion Show, hingga Edukasi Bumbu Dapur

BANYUWANGI (Warta Blambangan) – Memperingati Hari Kartini, MI Darun Najah II Banyuwangi menggelar serangkaian kegiatan edukatif dan inspiratif, Senin (21/4/2025). Kegiatan dipusatkan di halaman madrasah, diawali dengan Apel Kartini yang dipimpin oleh Ustadzah Ika Rahmawati dan diikuti seluruh siswi serta guru.



Dalam apel tersebut, para peserta mengenakan kebaya dan mengikuti pembacaan kisah perjuangan R.A. Kartini. Ustadzah Ika menegaskan pentingnya meneladani semangat Kartini dalam bidang pendidikan. “Kesempatan meraih pendidikan kini terbuka lebar. Semangat Kartini harus ditanamkan agar perempuan terus maju,” pesannya.


Usai apel, para siswi tampil membawakan cerita Kartini dalam berbagai bentuk, mulai dari pidato, percakapan, hingga bercerita bebas. Kreativitas mereka ditunjang dengan properti menarik, serta disemarakkan hadiah bagi peserta aktif.


Suasana makin semarak dengan penampilan Fashion Show, kesenian tiawah, menyanyi, puisi, dan pidato Bahasa Arab, yang merupakan bagian dari penguatan ekstrakurikuler madrasah.


Kepala MI Darun Najah II, Majidatul Himmah, menyampaikan bahwa kegiatan ini dirancang untuk membangun kesadaran peran perempuan dalam masyarakat. “Kami ingin Kartini menjadi inspirasi agar siswi terus meningkatkan kualitas diri, terutama dalam pendidikan,” ujarnya.


Sebagai penutup, siswi diajak mengenal aneka bumbu dapur di masing-masing kelas. Mereka tidak hanya menyebutkan nama dan fungsi bumbu, tetapi juga mencium dan menyentuh langsung bahan-bahan tersebut. Guru turut menjelaskan manfaat kesehatan dari beberapa bumbu sebagai obat alami.


Melalui peringatan ini, MI Darun Najah II berharap semangat Kartini dapat terus hidup dalam diri generasi muda, khususnya para siswi sebagai calon perempuan tangguh masa depan.

Menteri Sosial Gus Ipul Apresiasi Penurunan Kemiskinan di Banyuwangi

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Menteri Sosial Saifullah Yusuf memberikan apresiasi terhadap upaya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam menekan angka kemiskinan. Menurutnya, kinerja Banyuwangi dalam pengentasan kemiskinan patut dicontoh karena berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga di bawah rata-rata nasional.



“Saya apresiasi Kabupaten Banyuwangi yang kinerjanya bagus, termasuk penurunan kemiskinannya juga tinggi,” ujar Menteri yang akrab disapa Gus Ipul itu, saat melakukan kunjungan kerja di Banyuwangi, Jumat (18/4/2025).


Dengan berbagai program terarah yang dijalankan, angka kemiskinan di Banyuwangi tercatat turun dari 7,34 persen pada tahun 2023 menjadi 6,54 persen pada 2024. Capaian ini menjadi yang terendah sepanjang sejarah kabupaten ujung timur Pulau Jawa tersebut.


Tidak hanya itu, angka kemiskinan ekstrem juga mengalami penurunan signifikan, dari 0,43 persen pada 2023 menjadi 0,29 persen pada 2024.



Gus Ipul menjelaskan, pemerintah pusat menargetkan penurunan angka kemiskinan secara nasional secara bertahap. “Saat ini angka kemiskinan rata-rata secara nasional di angka 8,57 persen. Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2026 dan kemiskinan secara umum di bawah 5 persen pada 2029,” jelasnya.


Ia menambahkan, tiga provinsi dengan jumlah penduduk miskin tertinggi saat ini adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Untuk menekan angka tersebut, Kementerian Sosial mengimplementasikan berbagai program, salah satunya adalah pembangunan Sekolah Rakyat.


“Sekolah Rakyat adalah bagian dari upaya pemerataan akses pendidikan. Kami harapkan program ini akan signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan,” tambah Gus Ipul. Banyuwangi menjadi salah satu daerah yang diharapkan dapat mengimplementasikan program ini pada tahun 2025.


Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyatakan bahwa penanganan kemiskinan telah menjadi gerakan bersama di Banyuwangi. Menurutnya, program pengentasan kemiskinan melibatkan banyak pihak dan dirancang dengan pendekatan yang menyeluruh.


“Semua pihak terlibat dalam pengentasan kemiskinan di Banyuwangi. Kami memiliki banyak program, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Harapannya, kemiskinan di Banyuwangi bisa terus ditekan, sehingga selaras dengan target pemerintah pusat,” terang Ipuk.

PD-PKPNU Angkatan 40 Resmi Dibuka, NU Banyuwangi Siapkan Kader Pilihan untuk Menjawab Tantangan Zaman

Genteng, (Warta Blambangan) Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU) angkatan ke-40 resmi dibuka di Pondok Pesantren Ibnu Sina, Genteng, Banyuwangi, Jumat (18/4/2025). Kegiatan kaderisasi ini menjadi momentum penting dalam penguatan ideologi, loyalitas, dan militansi kader-kader Nahdlatul Ulama (NU) di tengah dinamika sosial kebangsaan.



Acara dimulai dengan proses check-in peserta sejak pukul 13.00 WIB dan dibuka secara resmi melalui Khutbah Iftitah oleh Rois Syuriah PCNU Banyuwangi, Drs. KH Masykur Ali. Dalam tausiyahnya, beliau menegaskan bahwa kader NU adalah manusia-manusia terpilih dari yang dipilih.


> “NU bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk dunia yang damai. Panjenengan adalah orang-orang pilihan yang digembleng agar memiliki loyalitas tinggi. NU adalah simbol Islam rahmatan lil alamin, dan panjenengan adalah perwakilan dari semangat itu,” ujar KH Masykur Ali dengan semangat.




Ia juga mengungkapkan keistimewaan PD-PKPNU angkatan ke-40 karena dihadiri langsung oleh Sekretaris Jenderal PBNU sekaligus Menteri Sosial RI, Drs. Syaifullah Yusuf (Gus Ipul).


Sementara itu, Ketua PCNU Banyuwangi, KH Sunandi, menyampaikan bahwa kaderisasi bukan sekadar syarat administratif untuk menjadi pengurus, melainkan media mencetak kader pilihan yang siap menjaga ideologi ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah di tengah masyarakat.


> “Panjenengan adalah benteng pertama NU. Di akar rumput, masih banyak yang bertanya kenapa harus qunut, kenapa tarawih 20 rakaat. Panjenengan harus siap menjawab itu dengan ilmu dan akhlak,” tutur KH Sunandi.




Acara pembukaan juga dihadiri oleh tokoh-tokoh penting, antara lain Wakil Bupati Banyuwangi, Ir. Mujiono, M.Si, yang menyampaikan apresiasi atas konsistensi NU dalam menjaga ukhuwah dan peran strategisnya dalam pembangunan daerah. Ia juga menyampaikan bahwa NU Banyuwangi telah berkontribusi signifikan terhadap capaian-capaian pembangunan, termasuk dalam bidang kesehatan.


> “Harapan hidup masyarakat Banyuwangi kini rata-rata mencapai 74 tahun, salah satunya berkat peran NU dalam mendukung program-program pemerintah daerah,” jelas Mujiono.




Wakapolresta Banyuwangi, AKBP Teguh Priyo Wasono, juga hadir memberikan dukungan dan menegaskan pentingnya sinergi antara NU dan aparat keamanan dalam menjaga harmoni sosial.


Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari berbagai elemen, termasuk panitia pelaksana di bawah koordinasi Gus Turmudi. Diharapkan para peserta PD-PKPNU mampu membawa semangat kebangkitan ulama dan umat, meneladani amaliah, pemikiran, serta perjuangan para muassis NU, demi terwujudnya masyarakat yang religius, toleran, dan berkemajuan

LKBH UNTAG Banyuwangi Siap Jalankan Layanan Hukum Gratis setelah Lolos Verifikasi Nasional

Banyuwangi (Warta Blambangan) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan Penandatanganan Perjanjian Pelaksanaan Bantuan Hukum Tahun Anggaran 2025 yang dirangkaikan dengan agenda pembinaan dan koordinasi Organisasi Bantuan Hukum (OBH) se-Jawa Timur. Acara digelar di Ruang Raden Wijaya, Jalan Kayoon No. 50–52 Surabaya, dan dihadiri oleh pimpinan OBH terakreditasi.

Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Timur, Haris Sukamto, A.K.S., S.H., M.H., membuka acara secara resmi dan menekankan pentingnya kolaborasi antarpemangku kepentingan dalam memperluas akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin dan rentan hukum. Ia menyampaikan bahwa pelaksanaan bantuan hukum merupakan bentuk kehadiran negara yang menjunjung nilai-nilai keadilan sosial. 


“Bantuan hukum bukan hanya amanat undang-undang, tetapi juga bentuk nyata dari tanggung jawab moral untuk memperjuangkan keadilan yang setara bagi semua,” ujar Haris dalam sambutannya.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Selain penandatanganan kontrak, forum ini juga menjadi wadah strategis untuk berbagi praktik baik serta membahas tantangan yang dihadapi dalam implementasi bantuan hukum di daerah, mulai dari aspek pendanaan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, hingga penguatan jejaring kerja sama dengan aparat penegak hukum.

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi turut hadir sebagai salah satu OBH yang telah dinyatakan lolos re-akreditasi nasional oleh Kementerian Hukum dan HAM RI pada tahun 2024. Hal ini menjadi legitimasi penting bagi LKBH UNTAG untuk kembali melanjutkan kiprah dalam memberikan layanan hukum tanpa biaya bagi masyarakat kurang mampu.

“Kontrak kerja yang ditandatangani hari ini merupakan dasar pelaksanaan layanan bantuan hukum tahun 2025. LKBH UNTAG Banyuwangi siap menjalankan amanah tersebut sesuai pedoman teknis pelaksanaan,” ujar Saleh, S.H., selaku perwakilan lembaga.

Ia juga menginformasikan bahwa saat ini terdapat lima OBH terakreditasi yang aktif di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Kehadiran lembaga-lembaga ini menjadi bagian penting dari ekosistem perlindungan hukum yang inklusif dan berbasis keadilan sosial.

Di penghujung kegiatan, Kepala Kanwil menyampaikan pesan agar seluruh PBH tidak hanya terpaku pada pencapaian administratif, namun juga mengedepankan kualitas layanan, etika profesi, dan keberpihakan terhadap masyarakat pencari keadilan.

Dengan terjalinnya perjanjian dan pembinaan ini, diharapkan seluruh OBH di Jawa Timur, termasuk LKBH UNTAG Banyuwangi, dapat menjadi garda depan dalam penyediaan bantuan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel, terutama bagi kelompok rentan dan tidak mampu secara ekonomi.

Pemkab Banyuwangi Gelar Bimtek Fasilitator Anak, Dukung Terwujudnya Kabupaten Layak Anak 2025

Banyuwangi, (Warta Blambangan) Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Fasilitator Anak selama dua hari, Rabu hingga Kamis, 16–17 April 2025, bertempat di Aula Dinsos PPKB Banyuwangi.



Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak anak dan langkah strategis dalam mewujudkan Kabupaten Layak Anak (KLA) Tahun 2025. Bimtek diikuti oleh perwakilan staf dari berbagai instansi dan pemangku kepentingan yang telah ditunjuk, dengan tujuan menyiapkan fasilitator anak yang mumpuni di tingkat kabupaten.


Kepala Dinsos PPKB Banyuwangi menyampaikan, sejak tahun 2022 hingga 2023, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah membentuk 125 forum anak di tingkat Desa/Kelurahan. Meski demikian, proses pembentukan forum anak tidak lepas dari tantangan, khususnya kurangnya fasilitator yang memahami secara menyeluruh prinsip-prinsip dasar pemenuhan hak anak.


“Fasilitator anak sangat dibutuhkan untuk mendampingi, mendengar aspirasi, dan mengembangkan potensi forum anak di tingkat Desa/Kelurahan maupun Kecamatan. Karena itu, bimtek ini penting untuk menyiapkan SDM yang memahami Konvensi Hak Anak dan kebijakan Kabupaten Layak Anak,” jelasnya saat dihubungi media ini.


Hari pertama kegiatan diisi dengan pengenalan Konvensi Hak Anak (KHA) dan kebijakan Kabupaten Layak Anak yang disampaikan oleh narasumber dari BPSDM Provinsi Jawa Timur, Dr. Arie Cahyono, S.STP., M.Si. Sesi ini membahas pentingnya integrasi hak anak ke dalam sistem pembangunan daerah secara terstruktur dan berkelanjutan.


Sesi berikutnya menghadirkan fasilitator daerah (Fasda), Farida Hanum, yang mengupas topik “Forum Anak di Banyuwangi: Peluang dan Tantangannya”. Dalam paparannya, Farida menggarisbawahi perlunya kolaborasi lintas sektor, serta kepekaan fasilitator dalam mendampingi anak-anak berbicara dan berperan aktif dalam pembangunan.


Kegiatan ini juga merupakan bagian dari komitmen Pemkab Banyuwangi untuk terus memperkuat sinergi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Kecamatan Layak Anak, Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak, serta lembaga masyarakat dalam mendukung hak anak secara inklusif dan berkelanjutan.


Dengan pelaksanaan bimtek ini, diharapkan fasilitator anak yang dilatih dapat berperan aktif dalam memperkuat forum anak, menjadi pendamping yang tangguh, dan menjembatani komunikasi antara anak-anak dan pemerintah, demi terciptanya lingkungan yang aman, nyaman, dan ramah bagi tumbuh kembang anak di Banyuwangi.

Suguhan Gandrung dan Kenangan Desa di Waroeng Kemarang: Malam Penuh Cinta Budaya untuk Kepala PPKB FIB UI

Banyuwangi, (Warta Blambangan) Malam yang hangat di Waroeng Kemarang menjadi saksi pertemuan antara budaya lokal Banyuwangi dan apresiasi akademik dari tamu istimewa, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Dr. phil. Lily Tjahjandari, M.Hum., CertDA.



Dalam suasana khas pedesaan yang dikelilingi hamparan persawahan terasering, Lily dan rombongan disambut dengan pertunjukan tari Gandrung dan barong Osing. Lebih dari sekadar menikmati, Lily ikut menari dalam sesi Paju Gandrung, berbaur hangat bersama penampil dan masyarakat.


Salah satu momen paling menyentuh malam itu adalah ketika Lily membacakan puisi berjudul Sampur Gandrung, karya penyair muda Banyuwangi, Rissa Churia. Dengan suara lirih yang penuh penghormatan, puisi tersebut seolah menjembatani ruang antara tradisi dan refleksi, menggambarkan keanggunan sekaligus perjuangan perempuan Gandrung sebagai simbol budaya Osing.


Owner Waroeng Kemarang, Wowo Mirianto, dengan hangat menemani kunjungan tersebut. Ia menceritakan asal-usul nama Kemarang, yang dalam bahasa Osing berarti tempat nasi atau wakul—sebuah simbol kemakmuran. “Obsesi terhadap tradisi Osing membawaku pada satu nama yang disepakati keluarga: Kemarang. Tepatnya, Waroeng Kemarang,” ujarnya.


Wowo menegaskan bahwa warung tersebut bukan hanya tempat makan, tapi juga ruang kenangan. “Aku ingin menjadikan kenangan masa kecilku di Tamansuruh sebagai ikon restoran ini. Ornamen, konsep, bahkan menu adalah bagian dari nostalgia desa dan citra tradisi Banyuwangi,” tambahnya.


Waroeng Kemarang mengusung konsep perpaduan desa Banyuwangi dan atmosfer Ubud, Bali. Selain pemandangan alam, galeri lukisan yang berada di dalam kawasan warung turut menambah kekayaan estetika. Para tamu juga diajak menikmati kuliner khas seperti sego tempong, rujak soto, pelasan, uyah asem, sego janganan, pecel pitik, kopi lethek, hingga sumping dan kucur.


Turut mendampingi kunjungan tersebut, hadir pula Ketua Dewan Kesenian Blambangan Hasan Basri, budayawan Joyo Karyo Elvin Hendrata, seniman Handoko, Presiden Klub Persewangi dan  Syafaat dari Lentera Sastra Banyuwangi, serta beberapa tokoh lainnya.


Lily menyampaikan apresiasi dan kekagumannya. “Kami sangat terkesan dengan suguhan budaya dan keramahan Banyuwangi. Pembacaan puisi dan tarian Gandrung malam ini menjadi pengalaman tak terlupakan. Semoga kolaborasi budaya seperti ini bisa terus berlanjut,” ucapnya.


Waroeng Kemarang malam itu menjelma lebih dari sekadar rumah makan—ia menjadi panggung budaya, ruang kenangan, dan lentera harapan bagi pelestarian tradisi Osing.


Dirikan SSB Diponegoro United, Cetak Bakat Muda hingga Kancah ASEAN

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Kepedulian terhadap generasi muda ditunjukkan anggota Polresta Banyuwangi, Aipda Selamet Hariyadi, dengan mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB) 


 Diponegoro United. Akademi ini telah menorehkan prestasi, bahkan membawa timnya berlaga di level Asia Tenggara.

Akademi yang dipimpin oleh Aipda Selamet ini membina pemain usia dini dari kelompok U-10 hingga U-16. Tidak hanya menjadi wadah pelatihan, akademi juga aktif mengirimkan tim ke berbagai kompetisi, termasuk Bali 7’s International Youth Tournament di Gianyar, yang mempertemukan klub-klub muda dari kawasan ASEAN.

“Dulu saya bermimpi membangun sekolah sepak bola. Sekarang, alhamdulillah, amanah itu bisa saya wujudkan,” ujar Selamet yang juga dikenal sebagai Koordinator Klub Bharawangi FC, Rabu (16/04/25).

Langkah inspiratif ini mendapat apresiasi dari Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra. Ia menyebut inisiatif tersebut sejalan dengan visi Polri yang humanis dan dekat dengan masyarakat.

“Apa yang dilakukan Aipda Selamet adalah wujud nyata dari semangat Polri untuk Masyarakat. Ini menunjukkan bahwa anggota Polri juga ikut membangun masa depan generasi muda,” ujar Kombes Rama.

Akademi Diponegoro United kini menjadi salah satu pusat pembinaan sepak bola usia dini yang diperhitungkan di Banyuwangi, sekaligus menjadi simbol kontribusi nyata aparat kepolisian di luar tugas utama menjaga keamanan. Selain mencetak atlet berprestasi, akademi ini juga membentuk karakter anak-anak lewat sportivitas dan kedisiplinan.


Bupati Ipuk Lantik Tujuh Pejabat Eselon II, Tegaskan Evaluasi Kinerja Setiap Enam Bulan

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani melantik tujuh pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atau eselon II di lingkungan Pemkab Banyuwangi, Selasa sore (15/4/2025), di Kantor Bupati Banyuwangi. Dalam pelantikan tersebut, Ipuk menegaskan pentingnya inovasi dan kolaborasi serta menyatakan akan melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja para pejabat yang dilantik.


"Jadikan jabatan baru ini sebagai motivasi untuk berkinerja lebih baik lagi. Jangan malah jadi kendor. Terus berinovasi dan perkuat kolaborasi dengan berbagai pihak,” pesan Ipuk dalam sambutannya. Ia juga mengingatkan bahwa evaluasi kinerja akan dilakukan setiap enam bulan, dan pejabat yang tidak menunjukkan perkembangan akan diganti.



Tujuh pejabat yang dilantik antara lain I Komang Sudira Admaja sebagai Kepala Dinas Perhubungan, Suryono Bintang Samudra sebagai Kepala Dinas Perikanan, Dwi Handayani sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, dan Yopi Bayu sebagai Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan.


Selain itu, Agus Mulyono dipercaya memimpin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Abdul Latip sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, serta Samsudin sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah. Sebagian besar dari pejabat yang dilantik sebelumnya menjabat sebagai sekretaris di instansi yang sama.


Dalam kesempatan yang sama, Bupati Ipuk juga melakukan mutasi terhadap sejumlah pejabat administrator. Di antaranya, Syaifudin yang sebelumnya menjabat Sekretaris DPM PTSP kini menjadi Sekretaris Dispenduk Capil. Sedangkan Agustinus Suko Basuki diangkat sebagai Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Kependudukan di Dispenduk Capil, setelah sebelumnya menjabat di Diskominfo.


Langkah ini merupakan bagian dari upaya Pemkab Banyuwangi untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui penyegaran di level kepemimpinan birokrasi

Malam Sastra di Lesehan Jalan Brawijaya: Lentera Kata Menyinari Generasi Muda

Banyuwangi (Warta Blambangan) Malam  bersahaja di bawah temaram lampu-lampu jalan, tiga penulis Banyuwangi duduk dibkursi menjalin bersama pelajar SMA Negeri 1 Glagah. Mereka bukan duduk di ruang seminar berpendingin ruangan, melainkan di angkringan sederhana sebuah lesehan di Jalan Brawijaya, Senin malam, 14 April 2025. Di sanalah kata-kata tak hanya diucap, tetapi disulam menjadi jembatan antara generasi.


Moh. Husen, Joko Wiyono, dan Ketua Lentera Sastra Banyuwangi Syafaat, bukan sekadar datang membawa nama, tapi membawa nyala: api kecil yang hendak mereka titipkan ke tangan muda yang mulai meraba dunia sastra. Di tengah aroma wedang jahe dan gemerisik dedaunan, mereka membuka ruang dialog yang hangat, membiarkan puisi dan prosa mengalir di antara sruputan teh dan gelak tawa ringan.



Tiga siswa kelas XI—Zahwa Alina Putri, Kayla Nafisa Ramadhani, dan Adifio Agustin—bukan hanya menyimak, melainkan menyala. Mereka bertanya, menjawab, berbagi pandangan tentang sastra lokal Banyuwangi. Seolah malam itu mereka tak sekadar menjadi siswa, tapi calon penyair, calon pengisah zaman.


“Saya melihat benih-benih besar dalam diri anak-anak ini,” ucap Moh. Husen dengan sorot mata yang percaya. “Mereka punya rasa ingin tahu yang tulus. Tinggal bagaimana kita, generasi sebelumnya, menjadi tanah yang subur bagi tumbuhnya pohon-pohon kata mereka.”


Ketua Lentera Sastra Banyuwangi, dengan nada lembut namun tegas, mengajak para pelajar untuk terus membaca dan menulis. Bagi dia, sastra adalah jalan pulang—kepada budaya, kepada identitas. “Jangan malu mencintai daerahmu. Di balik setiap legenda dan cerita rakyat Banyuwangi, ada pintu menuju karya yang tak lekang zaman,” katanya.


Diskusi tak hanya berkutat pada teknik menulis atau nama-nama besar dunia literasi. Mereka bicara tentang dongeng yang dulu diceritakan nenek, tentang kisah-kisah lisan yang nyaris punah, tentang aroma hutan Blambangan yang bisa menjelma sajak.


Kegiatan ini bukan sekadar agenda. Ia adalah pernyataan: bahwa sastra di Banyuwangi belum mati. Ia hidup dalam tawa anak-anak muda, dalam semangat yang menyala di malam-malam sederhana, dalam ruang lesehan yang menjelma menjadi taman kata. Dan siapa tahu, dari tikar itulah akan lahir generasi penyair yang kelak menulis tentang negeri ini dengan cara yang paling jujur: lewat cinta dan kata.

Halal Bihalal Rumah Kebangsaan Karangrejo: Mengurai Silaturahmi, Merajut Kebangsaan

Banyuwangi (Warta Blambangan) Dalam hangatnya malam Sabtu (12/04/2025), Rumah Kebangsaan Karangrejo (RKBK) menjelma menjadi ruang batin yang terbuka bagi siapa pun yang merindukan silaturahmi dan kebersamaan. Di bawah langit yang bersahabat, aroma kopi dan percakapan akrab menyatu dalam suasana halal bihalal yang digelar oleh Moh Hakim Said, pemilik rumah yang juga penggerak semangat kebangsaan. 


Tak sekadar seremoni tahunan, malam itu adalah titik temu dari lintas latar: tokoh agama, pejabat pemerintahan, pemuka masyarakat, hingga para pendidik. Mereka datang membawa salam damai, tangan terbuka, dan niat yang sama: merawat persaudaraan dalam keberagaman.

Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi, M. Yanuar Bramudya, menyampaikan salam Idul Fitri sekaligus membuka ruang refleksi. “Kami tak selalu sempurna,” ucapnya jujur, “namun kritik dan masukan dari masyarakat adalah cahaya bagi kami untuk terus berada di jalan yang benar.” Kata-katanya sederhana namun mengandung harapan: bahwa pemerintah bukan menara gading, melainkan bagian dari denyut rakyatnya.

Senada dengan itu, Wakapolresta Banyuwangi, AKBP Teguh Priyo Wasono, S.I.K., memberikan penghormatan atas kepercayaan masyarakat. Baginya, keterlibatan banyak pihak dalam acara ini adalah cermin kekuatan kebersamaan. “Kebhinekaan bukan beban, tapi kekayaan,” tuturnya penuh keyakinan, seolah ingin menegaskan bahwa keamanan bukan hanya tugas aparat, tapi juga hasil dari rasa saling percaya di antara sesama warga.

Hadir pula perwakilan Kementerian Agama Banyuwangi, Syafaat, bersama kepala madrasah seperti Anwarudin (MTsN 7) dan Herny Nilawati (MTsN 12). Di tengah suasana yang penuh rasa, Ir. H. Wahyudi menorehkan pesan mendalam dalam sesi refleksi kebangsaan. “Pemimpin sejati adalah mereka yang terus membaca, belajar, dan mendengarkan,” katanya. Kalimat itu menggema, seperti doa yang merambat ke setiap hati yang hadir. 


Malam pun ditutup dengan doa bersama. Dalam balutan keberagaman, para hadirin saling bersalaman, tersenyum, dan berbagi cerita. Di antara gelas-gelas yang kosong dan hidangan yang mulai mendingin, ada satu hal yang tetap hangat: semangat untuk menjaga Banyuwangi sebagai tanah damai, tempat semua bisa pulang dan merasa diterima.

Dan di Rumah Kebangsaan Karangrejo, malam itu, kebangsaan bukan sekadar wacana. Ia hidup, menyapa, dan bernafas dalam pelukan silaturahmi yang tulus.

HISKI Banyuwangi Gelar Forum Diskusi Terpumpun: Langkah Awal Pelestarian Tradisi Lisan dan Manuskrip Banyuwangi

Banyuwangi,  (Warta Blambangan) Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat Banyuwangi menggelar Forum Diskusi Grup Terpumpun (FDGT) sebagai langkah awal dari proyek besar bertajuk Pelestarian dan Alih Wahana Tradisi Lisan dan Manuskrip Banyuwangi. Acara ini berlangsung di Perpustakaan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, Sabtu (12/04/2025) dan dihadiri para pegiat seni, sastra, dan budaya dari berbagai kalangan.


Kegiatan ini menjadi tonggak awal HISKI Banyuwangi, yang berdiri sejak tahun 2025, dalam mengembangkan dan mendigitalisasi kekayaan budaya lokal Banyuwangi. Ketua HISKI Banyuwangi, Nurul Ludfia Rochmah, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya peran HISKI dalam membangun jejaring serta menghidupkan kembali narasi-narasi lokal melalui platform digital.



Hadir membuka kegiatan, Ketua HISKI Pusat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, yang menegaskan bahwa sastra bukan hanya bentuk ekspresi, tetapi juga gerbong yang menggerakkan budaya. “Kita butuh sistematisasi, pendokumentasian, dan kolaborasi lintas bidang agar tradisi tidak hanya hidup, tetapi juga tumbuh,” ujarnya.


Ketua Dewan Kesenian Belambangan (DKB), Hasan Basri, menyambut baik hadirnya HISKI di Banyuwangi. Ia menekankan bahwa sebuah karya sastra yang tidak dipublikasikan akan mudah hilang. “HISKI dapat menjadi simpul penting untuk memperkuat dokumentasi dan publikasi karya sastra lokal,” ucapnya.


Budayawan Aekanu Haryono juga menyoroti potensi budaya Banyuwangi seperti Seblang Olehsari dan Barong yang masih minim dokumentasi. Ia berharap proyek ini menjadi pintu masuk bagi karya-karya lokal untuk mendunia.


Turut hadir dalam forum ini Ketua Lentera Sastra Banyuwangi Syafaat, Wiwin Indiarti dari Uniba, serta sejumlah budayawan dan seniman seperti Elvin Hendrata, Samsudin Adlawi, dan jurnalis Ira Rachmawati.


Wiwin Indiarti menyampaikan bahwa tema besar tahun ini adalah Lontar Sri Tanjung dan Babad Tawang Alun, yang akan menjadi fokus dalam workshop lanjutan. “Naskah-naskah ini kaya akan nilai-nilai filosofis dan patut disampaikan ke publik dengan cara yang relevan,” jelasnya.


Samsudin Adlawi mengingatkan pentingnya menuliskan ulang teks-teks tradisi lisan yang tersebar dalam kesenian khas Osing, seperti Gembrung dan Janger. “Banyak kisah mistik Banyuwangi yang benar-benar terjadi dan masih hidup dalam masyarakat, tinggal bagaimana kita menuliskannya kembali,” ujarnya.


Salah satu peserta, Hemas aradhea dari Janger Sri Budoyo Pangestu Bongkoran Srono, turut membagikan pengalamannya dalam pelestarian kesenian janger. Sementara itu, Bhogi Bhayu mengulas asal-usul Jaranan Buto yang diciptakan oleh Setro Asnawi dan berkembang di Dusun Cemethuk, terinspirasi dari kisah Minak Jinggo.


Ira Rachmawati menyampaikan pandangannya tentang peran perempuan dalam seni dan budaya Banyuwangi. Ia menilai bahwa perempuan Osing memiliki kekuatan naratif tersendiri yang perlu diangkat dalam ruang-ruang seni.


Darmanto dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi memberikan apresiasi atas inisiatif HISKI. Ia menyebut bahwa budaya Banyuwangi adalah hasil perjuangan panjang yang perlu dijaga dan dikembangkan melalui kolaborasi lintas komunitas.


Kegiatan FDGT ini menjadi tahap awal menuju workshop lanjutan bertajuk Optimalisasi Pengembangan Sastra dan Industri Kreatif Berbasis Tradisi Lisan dan Manuskrip, yang akan difokuskan pada pendokumentasian, alih wahana, dan produksi konten digital berbasis tradisi lokal.

Tongkat Komando Lanal Banyuwangi Berpindah Tangan: Letkol Laut (P) Muhammad Puji Santoso Resmi Gantikan Letkol Laut (P) Hafidz

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Dalam suasana penuh khidmat dan nuansa kebesaran militer, estafet kepemimpinan di tubuh Pangkalan TNI AL (Lanal) Banyuwangi resmi berganti. Letkol Laut (P) Muhammad Puji Santoso, M.Sc., kini memegang tongkat komando, menggantikan Letkol Laut (P) Hafidz, M.Tr.Opsla., yang telah menyelesaikan masa tugasnya.

Prosesi serah terima jabatan (Sertijab) berlangsung pada Rabu pagi, 9 April 2025, di Lobby Bawah Markas Komando Lantamal V, Perak, Surabaya. Upacara tersebut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama TNI AL V (Danlantamal V), Laksma TNI Dr. Arya Delano, S.E., M.Pd., M.Han. 


Di hadapan para pejabat utama Lantamal V, prajurit pilihan, serta jajaran tamu undangan, momen sakral ini menjadi bagian dari tradisi organisasi militer—sebuah peristiwa yang menandai kesinambungan pengabdian dan transformasi kepemimpinan.

"Pergantian kepemimpinan bukan sekadar formalitas, tapi bagian penting dalam menjaga ritme dan dinamika organisasi. Ini juga menjadi ruang penyegaran dan regenerasi dalam tubuh TNI AL," ujar Laksma Arya Delano dalam sambutannya yang penuh semangat.

Kepada Letkol Hafidz, Arya menyampaikan apresiasi yang tulus atas dedikasi dan pengabdian selama menjabat sebagai Danlanal Banyuwangi. “Semoga sukses di penugasan berikutnya. Terima kasih atas kontribusinya,” katanya.

Sementara kepada Danlanal yang baru, Letkol Laut (P) Muhammad Puji Santoso, ia menyampaikan selamat datang dan selamat bertugas. “Lanjutkan hal-hal baik yang telah ditanamkan pendahulu, dan bawa Lanal Banyuwangi ke level yang lebih tinggi. Tantangan ke depan tidak ringan, tapi saya percaya, Anda siap menghadapinya,” ucapnya tegas.

Letkol Puji Santoso sendiri bukan sosok baru di lingkungan TNI AL. Ia telah malang melintang di berbagai penugasan strategis, dan dikenal sebagai perwira yang tangguh, disiplin, serta memiliki visi yang kuat dalam membina satuan. Penunjukannya sebagai Danlanal Banyuwangi diharapkan membawa semangat baru sekaligus memperkuat peran Lanal Banyuwangi sebagai garda maritim di ujung timur Pulau Jawa.

Upacara berlangsung dengan tertib dan penuh penghormatan. Derap langkah prajurit, deru komando, serta nuansa kebersamaan antara jajaran TNI AL dan tamu undangan, menjadi saksi berpindahnya amanah besar dari satu tangan ke tangan lainnya.

Kini, Lanal Banyuwangi menatap masa depan dengan komando baru—siap menjaga kedaulatan laut, mempererat sinergi dengan masyarakat, dan terus menjadi benteng pertahanan di kawasan perairan selatan. (*)


Seblang Olehsari: Tujuh Hari Penuh Magis dan Berkah bagi UMKM Banyuwangi

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Di kaki Gunung Ijen yang hijau dan berkabut, Desa Olehsari kembali menghidupkan denyut tradisi kunonya: Seblang. Ritual yang digelar selama tujuh hari penuh, sejak 4 hingga 10 April 2025, tak hanya mengundang pesona magis dari penari dalam kondisi trance, tetapi juga membawa berkah nyata bagi denyut ekonomi rakyat kecil.

Sejak hari pertama ritual dimulai, kawasan sekitar panggung utama di Desa Olehsari ramai. Aroma bakso mengepul, deretan jajanan pasar tersaji rapi, anak-anak berlarian dengan balon di tangan, dan pengunjung tak henti berdatangan, menyaksikan tarian sakral sekaligus berbelanja aneka jajanan. 


Di antara para penjual yang setia menyambut datangnya malam Seblang, Zayyid Farihir Ridlo, pria 35 tahun penjual bakso keliling, tak kuasa menahan senyum. “Alhamdulillah, setiap hari bisa dapat Rp 900 ribu sampai Rp 1,5 juta. Naik tiga kali lipat dari hari biasa,” katanya sembari melayani pelanggan. Gerobaknya, yang biasanya hanya mondar-mandir di sudut desa, kini menjadi tempat antrean.

Tak jauh dari situ, Fadly Robbi Alfandi, penjual olahan sosis, tampak tengah membereskan lapaknya. “Hari terakhir ini ludes terjual. Alhamdulillah,” ucapnya. Ada rasa syukur yang tulus di balik kesibukannya.

Sebanyak 47 pelaku UMKM turut serta memeriahkan ritual tahunan ini. Mereka bukan sekadar berdagang, tetapi juga menjadi bagian dari semarak budaya yang menghidupkan desa. Produk yang mereka jual, dari makanan berat hingga mainan anak-anak, menjadikan arena Seblang tak hanya sakral, tapi juga semarak dan akrab.

Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, yang sempat hadir menyaksikan langsung prosesi Seblang, mengapresiasi tingginya antusiasme masyarakat. “Atraksi budaya seperti Seblang Olehsari ini adalah contoh nyata bahwa kekayaan tradisi bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Ini bukan sekadar upacara, tapi juga peluang,” katanya.

Pemkab Banyuwangi, ujarnya, terus berkomitmen mendukung tradisi semacam ini—bukan hanya sebagai pelestarian budaya, tetapi juga sebagai stimulus ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat, khususnya pelaku UMKM.

Sementara itu, Kepala Desa Olehsari, Joko Mukhlis, menegaskan betapa ritual ini dicintai bukan hanya oleh warga lokal. “Yang datang tak hanya dari Banyuwangi. Ada dari luar kota, bahkan luar negeri. Ini bukti bahwa Seblang telah menjadi warisan yang mendunia,” ucapnya bangga.

Tahun ini, Seblang kembali ditarikan oleh Dwi Putri Ramadani, gadis 21 tahun yang sudah beberapa kali dipercaya memerankan penari trance ini. Dalam balutan busana adat, ia menari selama tujuh hari berturut-turut—membawa pesan spiritual, pemulihan, dan harapan.

Seblang Olehsari tak hanya bicara soal kesakralan dan tradisi. Ia adalah napas desa, denyut ekonomi, dan bukti bahwa budaya yang dijaga dengan cinta akan selalu membawa berkah. (*).

ISI Surakarta Siap Dirikan Prodi Seni di Banyuwangi, Jadi Embrio Universitas Seni Berbasis Budaya Lokal

Banyuwangi (Warta Blambangan) Suasana di Pelinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi terasa hangat dan penuh semangat pada Jumat, 11 April 2025. Sekitar 60 seniman dan budayawan berkumpul dalam forum diskusi terbuka bersama Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar., M.Hum. Dalam pertemuan ini, sebuah gagasan besar mengemuka: pembukaan program studi baru ISI Surakarta di Banyuwangi yang direncanakan mulai berjalan September 2025.



Forum ini bukan sekadar diskusi biasa. Di dalamnya terpatri harapan besar: menjadikan Banyuwangi sebagai bagian dari jaringan perguruan tinggi seni negeri yang selama ini menjadi garda depan pelestarian budaya Indonesia. “Perguruan tinggi seni negeri bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah besar pelindung budaya bangsa. Dan Banyuwangi sangat layak untuk menjadi bagian dari rumah ini,” ujar Dr. Sukerna dengan penuh keyakinan.


Dalam paparannya, Rektor ISI Surakarta mengumumkan rencana pendirian dua program studi baru, yakni Etno-Psikologi dan Pendidikan Seni Berbasis Kawasan Unggulan (PSBKU). Keduanya akan menjadi embrio bagi lahirnya perguruan tinggi seni negeri di Bumi Blambangan. Menariknya, konsep pembelajaran yang diusung tak hanya mengandalkan tenaga pengajar dari Solo, melainkan akan melibatkan kolaborasi erat dengan pelaku seni lokal, guru kesenian, dan para lulusan seni dari Banyuwangi.


“Kami percaya, tidak semua harus didatangkan dari Solo. Justru kekuatan lokal inilah yang menjadi nilai khas. Banyuwangi punya potensi besar, dan inilah saatnya kita membangunnya bersama,” terang Dr. Sukerna.


Kehadiran tokoh-tokoh seni Banyuwangi seperti Ketua Dewan Kesenian Belambangan Hasan Basri, budayawan Samsudin Adlawi, Aekanu Haryono, serta para penggiat Lentera Sastra Banyuwangi seperti Syafaat, Nurul Ludfia Rochmah, dan Nur Kholifah, menambah bobot forum ini. Seniman kawakan seperti Yon DD, Punjul Ismuwardoyo, dan Pramoe Soekarno juga turut hadir, menyambut penuh antusias wacana besar tersebut.


Dukungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui program “Banyuwangi Cerdas” turut diapresiasi oleh pihak ISI Surakarta. Program ini telah mengirimkan puluhan mahasiswa Banyuwangi untuk melanjutkan studi S2 di Solo, dan kini menjadi bagian penting dalam rencana pengembangan institusi seni di kampung halaman mereka.


Tak hanya berhenti pada pembukaan prodi, ISI Surakarta juga memperkenalkan jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) sebagai bentuk penghargaan kepada pelaku seni yang telah lama berkarya namun belum memiliki jenjang pendidikan formal. “Ini bentuk keberpihakan pada para seniman yang selama ini belajar melalui pengalaman, bukan bangku kuliah,” tambah Dr. Sukerna.


Guru Besar ISI Surakarta, Prof. Dr. Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn., turut menyuarakan harapannya. Ia membayangkan masa depan di mana Banyuwangi tak sekadar menjadi cabang atau tempat belajar sementara, melainkan tumbuh menjadi universitas seni yang mandiri dan berakar kuat pada nilai-nilai lokal. “Banyuwangi ini tanah yang subur untuk budaya. Tinggal kita garap dengan visi besar,” ungkapnya penuh optimisme.


Forum diakhiri dengan penekanan penting: bahwa pendirian kampus seni di Banyuwangi harus mencerminkan identitas lokal. “Ini bukan sekadar cabang, tapi tempat lahirnya pemikiran dan karya seni khas Blambangan. Mari kita cari nama yang benar-benar mewakili ruh Banyuwangi,” tutup Dr. Sukerna, menyulut semangat baru di hati para seniman yang hadir.


Sebuah langkah besar telah dimulai—dari Banyuwangi untuk Indonesia.

Magis Seblang, Jejak Sakral di Ujung Festival Budaya Olehsari 2025

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Hening berubah menjadi haru saat langkah kaki sang penari Seblang menyentuh pelataran Kantor Desa Olehsari, Kamis (10/4/2025). Dengan tatapan kosong namun penuh daya magis, ia bergerak perlahan menuju panggung pertunjukan. Denting gending, aroma dupa, dan bisikan doa mengiringinya. Ribuan pasang mata terpaku. Festival Budaya Seblang Olehsari 2025 resmi ditutup, namun getar sakralnya masih menggema di dada banyak orang.



Tujuh hari rangkaian festival telah menjelma menjadi harmoni antara tradisi, seni, dan geliat ekonomi rakyat. Penutupan acara yang berlangsung meriah di jantung Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, dihadiri oleh Wakil Bupati Banyuwangi H. Mujiono, jajaran Forkopimda, serta Kepala Desa Olehsari Joko Mukhlis.


Dalam sambutannya, Wabup Mujiono tak hanya mengungkapkan rasa bangga, namun juga harapan. “Tidak semua kota punya tradisi seperti ini. Seblang adalah wajah leluhur kita, warisan yang tidak ternilai. Mari kita jaga dan terus hidupkan,” ujarnya di tengah tepuk tangan para tamu dan pengunjung.


Kepala Desa Olehsari, Joko Mukhlis, menyambut baik suksesnya festival tahun ini. Menurutnya, selain memperkuat spiritualitas warga, festival juga menjadi berkah ekonomi. “Selama tujuh hari, UMKM kami mencatat omzet hingga Rp300 juta. Ini bukan sekadar festival budaya, ini denyut hidup desa,” katanya dengan mata berbinar.


Seblang bukan sekadar tarian. Ia adalah ritual. Ia adalah jembatan yang menghubungkan generasi masa kini dengan roh-roh leluhur, dengan hutan yang basah, tanah yang lama, dan sejarah yang belum lelah bersuara. Oleh warga Olehsari, Seblang diyakini mampu menetralisasi energi buruk dan membawa keberkahan bagi bumi tempat mereka berpijak.


“Suasananya mistis, tapi indah,” tutur Lusi Permatasari, warga Surabaya yang tengah mudik ke Banyuwangi. “Saya seperti melihat seni yang sedang berdoa.”


Festival tahun ini juga mengukuhkan Olehsari sebagai destinasi budaya unggulan. Desa ini telah resmi ditetapkan sebagai desa wisata, dan kini menjalin kerja sama kurikulum seni dengan kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. “Seblang bukan hanya dipentaskan, tapi juga dipelajari, didokumentasikan, dan dirayakan,” tambah Joko Mukhlis.


Panggung yang tadinya dipenuhi penari dan tabuhan gamelan kini telah sepi. Namun dalam senyapnya, tetap terasa denyut tradisi yang mengakar kuat. Seblang memang usai, tapi ia tak pernah benar-benar selesai. Seperti doa yang terus bergema dalam diam, festival ini akan kembali, menjadi peristiwa tahunan yang ditunggu, disambut, dan direnungkan.


Seblang telah menari. Banyuwangi pun kembali percaya, bahwa kebudayaan adalah napas kehidupan.

GM FKPPI Banyuwangi Didorong Turun ke Sawah, Dukung Program Ketahanan Pangan Nasional

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Dewan Penasehat GM FKPPI PC-1325 Banyuwangi, Ir. Sumantri Soedomo, MP., mengajak seluruh anggota GM FKPPI untuk turut andil dalam Program Ketahanan Pangan Nasional. Ajakan ini disampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan pertanian nasional sekaligus eksistensi organisasi yang lahir dari semangat bela negara.


Ajakan tersebut disampaikan Sumantri saat menghadiri panen padi di Dusun Balerejo, Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, pada Senin (07/04/2025). Ia menegaskan bahwa keterlibatan GM FKPPI tidak boleh berhenti pada tataran wacana, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata di lapangan.



“Ketahanan pangan bukan hanya soal pertanian, tapi soal kedaulatan bangsa. Ini adalah panggilan strategis yang tak boleh kita abaikan,” ujarnya.


Sumantri menyebutkan bahwa keterlibatan GM FKPPI dalam pendampingan petani serta penyebaran metode tanam modern akan memperkuat citra positif organisasi, baik di mata masyarakat maupun pemerintah.


“Kalau kita ingin GM FKPPI dikenal dan dihargai, kita harus menunjukkan kontribusi konkret. Bukan hanya hadir di acara seremonial, tapi benar-benar ikut memajukan sektor pertanian di daerah,” tambahnya.


Lebih lanjut, Sumantri memaparkan hasil eksperimen langsung yang ia lakukan di lapangan dengan metode tanam inovatif. Hasilnya cukup menjanjikan: produksi padi mampu mencapai 9 hingga 10 ton per hektar, jauh di atas rata-rata nasional 6 hingga 7 ton.


Dengan biaya produksi sekitar Rp12 juta per hektar dan asumsi harga jual gabah Rp6.000 per kilogram, petani berpeluang memperoleh pendapatan kotor Rp54 juta. Setelah dikurangi seluruh biaya termasuk sewa lahan, petani masih dapat meraih keuntungan bersih sekitar Rp30 juta per hektar.


“Keuntungan lebih dari 100 persen. Bandingkan dengan kondisi sekarang, 7 ton saja petani sudah bersyukur. Maka kalau bisa 9 ton, itu sebuah lompatan besar,” katanya.


Namun, ia juga menyoroti sejumlah tantangan struktural yang masih membelenggu dunia pertanian, seperti lemahnya pendataan lahan dan minimnya pendampingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).


“Banyak petani tidak tahu luas lahannya sendiri, apalagi potensi produksinya. PPL pun kadang hanya hadir secara administratif, bukan sebagai mentor di lapangan,” kritik Sumantri.


Ia menekankan pentingnya sistem pemetaan data berbasis wilayah sebagai dasar penyusunan strategi pertanian yang lebih tepat sasaran. Menurutnya, kader GM FKPPI bisa berperan sebagai jembatan pengetahuan dan motivator perubahan, tanpa harus terjun langsung menjadi petani.


“Teman-teman GM FKPPI bisa bantu para petani memahami teknologi, merancang rencana tanam, atau menjadi penghubung dengan pihak terkait,” ungkapnya.


Menutup pernyataannya, Sumantri mengajak GM FKPPI untuk menjadikan momen ini sebagai peluang emas untuk menunjukkan eksistensi dan kontribusi nyata organisasi terhadap bangsa.


“Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Ini kesempatan besar bagi GM FKPPI untuk membuktikan bahwa kita tidak hanya loyal pada sejarah, tapi juga peduli pada masa depan,” pungkasnya.


Inisiatif ini dipandang sebagai langkah strategis jangka panjang yang tidak hanya fokus pada ketahanan pangan, tetapi juga menumbuhkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial di tengah masyarakat. Dengan semangat kebersamaan, GM FKPPI PC-1325 Banyuwangi siap menjawab tantangan zaman dan berkontribusi untuk negeri.

Wabup Banyuwangi Lepas 200 Peserta Mudik Balik Gratis Tujuan Jabodetabek dan Karawang

Banyuwangi (Warta Blambangan) Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, melepas 200 peserta program mudik balik gratis dari depan Pendopo Sabha Swagatha Blambangan, Sabtu (5/4/2025). Ratusan peserta tersebut diberangkatkan kembali ke wilayah Jabodetabek dan Karawang usai merayakan Lebaran di kampung halaman.

"Selamat jalan. Semoga selamat sampai tujuan," ujar Mujiono saat melepas keberangkatan peserta.

Program mudik balik gratis ini merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang memfasilitasi para perantau asal Jatim, termasuk dari Banyuwangi, untuk mudik dan kembali secara gratis ke daerah perantauan seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang. 


Wabup Mujiono juga menyampaikan harapannya agar para perantau terus berkarya di tanah rantau dan tak lupa mendoakan kemajuan Banyuwangi. Ia mengapresiasi kontribusi para warga, termasuk perantau, dalam pembangunan daerah.

“Banyuwangi bisa seperti sekarang bukan karena jasa pemimpinnya, melainkan hasil kerja keras dan gotong royong semua pihak. Mohon doakan terus Banyuwangi, ayo kita sama-sama membangun daerah ini sesuai kapasitas kita masing-masing,” ungkapnya.

Mujiono juga membeberkan sejumlah capaian daerah, seperti program beasiswa untuk pelajar kurang mampu, layanan publik jemput bola, peningkatan layanan kesehatan, serta penguatan ekonomi masyarakat dari bawah. Inovasi-inovasi tersebut, katanya, telah membawa perubahan positif dan membanggakan.

Kebanggaan itu dirasakan pula oleh para perantau. Salah satunya Dayat Osing, warga Banyuwangi yang telah 30 tahun tinggal di Jakarta. Ia mengaku makin bangga menjadi bagian dari Banyuwangi.

“Sekarang semua orang kenal Banyuwangi. Bukan hanya karena wisatanya, tapi kuliner dan lagu Osing juga mulai dikenal di daerah lain,” tuturnya.

Dayat juga mengapresiasi kegiatan tahunan 'Diaspora Banyuwangi' yang menjadi ajang temu kangen para perantau. Dalam kegiatan itu, diaspora dari berbagai penjuru dunia berkumpul untuk berbagi cerita dan mengenang kampung halaman lewat sajian kuliner, tradisi, dan musik khas Banyuwangi.

“Semoga Banyuwangi semakin maju,” harapnya. (*)


Temu Kangen Alumni MTsN 3 Banyuwangi: Dari Grup WhatsApp ke Djawatan Benculuk

Banyuwangi (Warta Blambangan) Alumni Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Srono yang kini bernama MTsN 3 Banyuwangi tahun lulus 1988 menggelar acara temu kangen di kawasan wisata Djawatan, Benculuk, Banyuwangi, pada Sabtu, 5 April 2025. Kegiatan ini menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya para alumni yang selama ini hanya berkomunikasi lewat grup WhatsApp bisa bertemu secara langsung.

Ketua panitia temu kangen, Sri Endah Zukaikhtul Kharimah, menyampaikan bahwa selama ini interaksi para alumni terjalin secara virtual melalui grup WhatsApp, yang diisi dengan kegiatan rutin seperti Khotmil Qur’an dan berbagi informasi seputar kabar anggota grup.

“Alhamdulillah, akhirnya kita bisa bertatap muka secara langsung. Selama ini kita hanya saling sapa dan berbagi cerita lewat pesan di grup. Temu kangen ini menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi dan mengenang masa-masa indah di madrasah dulu,” ujar Sri Endah. 


Acara berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban. Para alumni saling berbagi cerita, mengenang guru-guru tercinta, dan merancang kegiatan bersama ke depan, termasuk rencana pembentukan paguyuban alumni.

Djawatan Benculuk dipilih sebagai lokasi kegiatan karena suasananya yang sejuk dan asri, cocok untuk berkumpul sambil menikmati alam. Selain temu kangen, acara juga diisi dengan sesi foto bersama, makan siang, serta tausiah singkat.

Kegiatan ini diharapkan menjadi awal dari jalinan silaturahmi yang lebih erat dan berkelanjutan di antara para alumni MTsN 3 Banyuwangi.


Gubernur Khofifah Liburan Santai Bareng Keluarga di Pulau Tabuhan Banyuwangi

Banyuwangi (Warta Blambangan) – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengisi masa libur Lebaran 2025 dengan berlibur bersama anak, cucu, dan keluarga besarnya ke Pulau Tabuhan, Banyuwangi, Kamis (3/4/25). 


Pulau Tabuhan merupakan destinasi wisata unggulan di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, yang dikenal dengan hamparan pasir putih dan keindahan biota laut di perairannya.

Dalam kunjungannya, Gubernur Khofifah tidak hanya menikmati keindahan pantai, namun juga mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan dengan melepas puluhan tukik atau anakan penyu ke laut lepas.

“Alhamdulillah bisa membawa keluarga berkunjung ke Pulau Tabuhan sekaligus ikut melepas puluhan tukik. Harapannya, tukik-tukik ini bisa tumbuh besar di alam bebas dan menyelamatkan populasi penyu dari ancaman kepunahan,” ujarnya.

Khofifah menyampaikan bahwa kegiatan tersebut juga menjadi sarana edukasi bagi anggota keluarganya tentang pentingnya menjaga lingkungan dan ekosistem laut.

Gubernur bersama rombongan tiba di Banyuwangi menggunakan kereta api, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Tabuhan dengan Kapal Phinisi dari Pantai Grand Watu Dodol.

Menurutnya, kegiatan pelepasan tukik sejalan dengan program Jatim Lestari yang tercantum dalam Nawa Bhakti Satya, yaitu program pelestarian alam dan keberlanjutan lingkungan hidup.

“Penyu termasuk satwa dilindungi. Maka, menjaga ekosistemnya menjadi tanggung jawab bersama. Saya berharap kegiatan serupa bisa dilakukan di kawasan pesisir lainnya di Jawa Timur,” katanya.

Ia juga mengajak masyarakat untuk turut serta dalam upaya konservasi laut dan menjaga habitat penyu demi kelestarian ekosistem laut di masa mendatang.


Forkopimda Jawa Timur Tinjau Arus Mudik di Pelabuhan Ketapang.¹

Banyuwangi (Warta Blambangan) Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Drs. Nanang Avianto, (tautan tidak tersedia), melakukan peninjauan langsung ke Pelabuhan ASDP Ketapang Banyuwangi, Jumat (4/4/2025). Dalam kunjungan ini, Kapolda Jatim menyampaikan bahwa situasi di Jawa Timur selama periode Lebaran terpantau aman dan terkendali.


Kapolda Jatim juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati, khususnya bagi mereka yang akan menyeberang dari Ketapang ke Gilimanuk atau sebaliknya. Selain itu, beliau juga menyoroti potensi cuaca buruk di beberapa daerah yang dapat memengaruhi perjalanan.



Dalam kesempatan ini, Kapolda Jatim juga menyampaikan rasa duka cita atas musibah yang terjadi di Trawas dan mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap kemungkinan bencana seperti banjir dan longsor.


Turut hadir dalam kunjungan ini adalah Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol. Rama Samtama Putra, Wakapolresta Banyuwangi AKBP Teguh Priyo Wasono, serta Pejabat Utama (PJU) Polresta Banyuwangi dan unsur Forkopimda.


Bupati Banyuwangi Hj. Ipuk Fiestiandani juga menambahkan bahwa pihaknya akan terus melakukan pemantauan intensif hingga liburan berakhir untuk memastikan perjalanan warga tetap aman dan nyaman.

Kapolresta Banyuwangi Tinjau Destinasi Wisata, Pastikan Keamanan Libur Lebaran

Banyuwangi (Warta Blambangan) – Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra, S.I.K., M.Si., M.H., didampingi Kasat Lantas Kompol Elang Prasetyo, S.I.Kom., M.H., melakukan peninjauan ke sejumlah destinasi wisata di wilayahnya pada Kamis (3/4/2025).

Dalam kunjungannya, Kapolresta Banyuwangi menyapa wisatawan yang tengah menikmati libur Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Dengan sikap humanis dan penuh keakraban, Kapolresta berinteraksi langsung dengan masyarakat, memberikan salam, serta berbincang santai dengan para pengunjung.b


“Kami mengimbau para wisatawan untuk selalu mengutamakan keselamatan diri dan keluarga. Jika ada hal yang membutuhkan bantuan kepolisian, personel kami sudah disiagakan di lokasi wisata untuk memberikan pelayanan,” ujar Kombes Pol Rama.

Selain itu, Kapolresta Banyuwangi juga mengingatkan wisatawan agar lebih berhati-hati saat beraktivitas di sekitar pesisir pantai. Ia menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi risiko ombak serta medan pantai yang licin.

“Jangan lengah saat bermain di tepi pantai, awasi anak-anak, dan selalu prioritaskan keselamatan,” tambahnya.

Kehadiran Kapolresta Banyuwangi di tengah wisatawan mendapat respons positif. Salah satu pengunjung bahkan memberikan makanan ringan sebagai bentuk apresiasi atas sikap ramah dan santun yang ditunjukkan oleh Kombes Pol Rama.

“Saya merasa terharu dan bangga dengan sikap beliau yang begitu humanis,” ujar pengunjung tersebut.

Polresta Banyuwangi berkomitmen untuk terus hadir di tengah masyarakat guna memberikan pelayanan yang optimal, memastikan keamanan, serta menciptakan suasana liburan yang nyaman bagi seluruh wisatawan. (***)


Kenangan Lama Bersemi Kembali di Reuni Akbar MTsN 3 Banyuwangi

Banyuwangi (Warta Blambangan) Banyuwangi – Reuni akbar alumni Madrasah Tsanawiyah Negeri Srono, yang kini bernama MTsN 3 Banyuwangi, berlangsung meriah pada Rabu (02/04/2025) di halaman madrasah tersebut. Acara ini mempertemukan alumni dari tahun kelulusan 1980 hingga 2000, yang datang dari berbagai daerah untuk bersilaturahmi dan mengenang kembali masa-masa sekolah.



Dalam kesibukannya, Wakil Bupati Banyuwangi, Ir. H. Mujiono, M.Si., yang merupakan lulusan tahun 1983, turut hadir dalam acara tersebut. Dalam sambutannya, Mujiono menyampaikan bahwa alumni madrasah mempunyai andil besar dalam pembangunan di Kabupaten Banyuwangi. Ia juga mengapresiasi peran madrasah dalam membentuk karakter dan akhlak yang baik bagi para siswanya.


“Banyak alumni madrasah ini yang kini berkontribusi dalam berbagai bidang, baik di Banyuwangi maupun di luar daerah. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di madrasah telah memberikan pondasi yang kuat bagi kita semua,” ujar Mujiono.


Tidak hanya alumni yang berdomisili di Banyuwangi, beberapa alumni yang bertugas di luar daerah juga menyempatkan hadir dalam acara ini. Salah satunya adalah Anisatul Hamidah, lulusan tahun 1988, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Kabupaten Bondowoso. Ia mengaku senang bisa kembali ke almamaternya dan bertemu dengan rekan-rekan lamanya.


Ketua panitia pelaksana, Luqman Hakim, yang juga menjabat sebagai Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Pemkab Banyuwangi, menyampaikan bahwa reuni ini bertujuan untuk merekatkan tali silaturahmi dan mengingat kembali jasa lembaga pendidikan yang telah mendidik mereka dengan nilai-nilai Akhlakul Karimah.



“Ini adalah momentum berharga untuk memperkuat hubungan antarsesama alumni dan juga dengan madrasah. Kami berharap reuni ini dapat menjadi awal dari kegiatan-kegiatan lain yang bisa memberikan manfaat bagi almamater kita,” ungkap Luqman Hakim.


Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Banyuwangi awal berdirinya merupakan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 4 tahun dan merupakan pendidikan keagamaan negeri pertama di Kabupaten Banyuwangi. Seiring perkembangan, lembaga ini kemudian berubah menjadi madrasah tsanawiyah yang fokus pada pendidikan keislaman serta kurikulum akademik umum.


Acara berlangsung dengan penuh kehangatan, diisi dengan berbagai kegiatan seperti ramah tamah, nostalgia, serta diskusi tentang kontribusi alumni bagi pengembangan madrasah dan masyarakat. Selain itu, sesi testimoni dari beberapa alumni sukses turut mewarnai acara. Mereka berbagi pengalaman dan inspirasi tentang bagaimana pendidikan di MTsN 3 Banyuwangi telah membentuk karakter dan keberhasilan mereka saat ini.


Tak hanya itu, para peserta juga diajak untuk berkeliling lingkungan madrasah, melihat perkembangan dan perubahan yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Beberapa alumni bahkan terharu saat memasuki ruang kelas tempat mereka dulu belajar. Momen-momen ini menjadi pengingat akan perjalanan panjang yang telah mereka lalui bersama.


Sebagai bentuk kepedulian terhadap almamater, alumni juga sepakat untuk menggalang dana guna mendukung pengembangan fasilitas madrasah. Sumbangan yang terkumpul akan digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana, serta mendukung program pendidikan yang lebih baik bagi siswa-siswi saat ini.


Selain itu, alumni juga berencana untuk membentuk forum komunikasi alumni MTsN 3 Banyuwangi sebagai wadah berbagi informasi, pengalaman, serta kontribusi nyata dalam pengembangan madrasah. Forum ini diharapkan dapat menjadi sarana koordinasi yang lebih intensif dalam mendukung berbagai program pendidikan dan sosial yang melibatkan alumni.

Reuni ini ditutup dengan sesi foto bersama dan doa untuk keberkahan serta kelangsungan almamater tercinta. Para peserta pun berharap agar reuni serupa dapat terus diadakan di masa mendatang, sehingga silaturahmi antaralumni tetap terjaga dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang.

Idul Fitri, Perayaan Keagamaan yang Ramah Anak

 Idul Fitri, Perayaan Keagamaan yang Ramah Anak

Oleh: Dr, Emi Hidayati,S.Pd,M.Si ( Dosen, Ketua YPM NU Kabupaten Banyuwangi dan ketua Bid. Pemberdayaan Perempuan Keluarga dan Anak MUI Kab. Banyuwangi )

Idul Fitri selalu menjadi puncak kegembiraan umat Muslim setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa Ramadan. Perayaan ini tidak hanya sarat dengan makna spiritual, tetapi juga kental dengan nuansa sosial dan budaya. Sejak gema takbir, tahmid, tasbih dan tahlil dikumandangkan. Berlangsungnya tradisi saling memaafkan, kehadiran hidangan lebaran warisan leluhur, hingga berkumpulnya keluarga besar—semua menciptakan atmosfer yang khas dan hangat. Namun, di tengah hiruk-pikuk ini, ada satu kelompok yang kerap dilupakan dalam perayaan ini yaitu anak-anak. Sering kali, kehadiran mereka hanya menjadi pelengkap suasana—dipakaikan baju baru, diajak keliling rumah keluarga, diberi angpau, tetapi tidak benar-benar dilibatkan dalam makna dan proses perayaan itu sendiri. Padahal, sebagaimana ditegaskan oleh Jean Piaget dalam teori tahapan perkembangan kognitifnya, anak-anak pada usia sekolah dasar sudah mampu memahami konsep moral dan nilai sosial melalui pengalaman konkret, termasuk perayaan keagamaan seperti Idul Fitri (Piaget, 1952). Sayangnya, khutbah Idul Fitri dan tausiyah-tausiyah nya nyaris selalu diarahkan untuk orang dewasa, dengan tema-tema moralitas, ekonomi, atau politik yang tidak menyentuh kehidupan anak-anak. 


 Idul Fitri adalah momen yang sangat potensial untuk mendekatkan anak-anak pada nilai-nilai luhur Islam yaitu kasih sayang, pengampunan, kepedulian, serta pentingnya menjaga hubungan baik dengan keluarga dan sesama. Dalam khazanah Islam sendiri, Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan kondisi psikologis dan spiritual anak. Riwayat menunjukkan bahwa beliau sering menyapa anak-anak, mendengarkan mereka, bahkan dalam peristiwa-peristiwa penting keagamaan (al-Bukhari, Shahih al-Bukhari). Hal ini menunjukkan bahwa perayaan keagamaan seharusnya menjadi ruang yang inklusif bagi seluruh anggota umat, termasuk anak-anak. Merayakan Idul Fitri dengan pendekatan ramah anak berarti menciptakan ruang yang aman, hangat, dan menyenangkan bagi anak-anak. Tidak cukup hanya dengan memberi mereka hadiah, melainkan juga memperhatikan perasaan, kebutuhan, dan suara mereka. Banyak anak merasa tidak nyaman ketika dipaksa bersalaman dengan orang dewasa yang tidak mereka kenal, atau dicecar pertanyaan-pertanyaan yang terlalu personal seperti “kapan disunat?”, “ranking berapa?”, atau “sudah hafal juz 30 belum?”. Ini dapat memicu kecemasan sosial sebagaimana dijelaskan oleh Erik Erikson dalam tahap perkembangan psikososial, di mana anak-anak sangat sensitif terhadap penerimaan sosial dan penghargaan diri (Erikson, 1963).

Seringkali terjadi kekerasan terhadap anak justru di momen Idul Fitri. Bentuknya bisa berupa kekerasan verbal, fisik, hingga perlakuan diskriminatif yang membuat anak merasa tersisih. Dalam laporan tahunan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan terhadap anak di ranah keluarga dan lembaga keagamaan masih cukup tinggi, bahkan meningkat saat momentum liburan atau hari besar. Maka, perayaan Idul Fitri seharusnya menjadi ruang korektif untuk memutus siklus tersebut dan meneguhkan komitmen perlindungan anak sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.


Dalam banyak tradisi keagamaan dan kebudayaan, anak-anak kerap diposisikan sebagai pihak yang pasif, yang hanya mengikuti instruksi dan agenda yang telah disusun oleh orang dewasa. Pandangan ini perlu ditinjau ulang. Dalam kajian sosiologi anak, seperti yang dikemukakan oleh Allison James, Chris Jenks, dan Alan Prout, anak bukan hanya obyek yang dibentuk, tetapi juga social actors yang memiliki agensi dalam membentuk makna dan relasi sosial mereka (James et al., 1998). Melibatkan anak-anak dalam persiapan lebaran—seperti membuat ketupat, membersihkan rumah, menyusun daftar kunjungan, hingga memilih menu makanan—adalah bentuk pengakuan terhadap kapasitas mereka. Anak-anak akan merasa dihargai jika diberikan kesempatan untuk mengambil peran, bukan sekadar menjadi “pengikut” dalam tradisi orang dewasa. Ini juga sejalan dengan konsep individualisation of childhood dari Brannen dan O’Brien, yang menekankan pentingnya pengakuan atas identitas dan suara anak dalam kehidupan keluarga dan sosial (Brannen & O’Brien, 1995).

Secara normatif, pendekatan ini didukung kuat oleh Konvensi Hak Anak PBB (1989), khususnya Pasal 12 yang menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk menyampaikan pandangan mereka dalam semua hal yang menyangkut mereka, dan pandangan tersebut harus dipertimbangkan dengan serius sesuai usia dan kematangannya. Namun, seperti yang dikritisi oleh Patrick Mizen, implementasi kebijakan anak seringkali terjebak dalam logika ekonomi dan kontrol sosial orang dewasa, alih-alih menjawab kebutuhan autentik anak (Mizen, 2004). Idul Fitri bisa menjadi arena transformatif untuk menempatkan anak-anak sebagai subjek yang aktif. Praktik seperti berdiskusi bersama anak tentang makna perayaan, membiarkan mereka merancang agenda kunjungan keluarga, atau memberi mereka ruang untuk mengekspresikan perasaan melalui cara yang mereka sukai—menggambar, bermain peran, atau membuat video singkat—bisa menjadi langkah sederhana yang berdampak besar.

Dengan pendekatan seperti ini, Idul Fitri tidak lagi menjadi perayaan yang hanya diwariskan, tetapi juga dipilih dan dihayati bersama anak-anak sebagai bagian dari proses pembentukan identitas spiritual dan sosial mereka. Karena sejatinya, kembali ke fitrah bukan hanya soal hubungan vertikal kepada Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal kepada sesama manusia—termasuk menghormati anak sebagai manusia utuh dengan hak dan martabatnya. Perayaan yang ramah anak adalah perayaan yang berpihak pada masa depan: generasi yang tumbuh dalam cinta, penghargaan, dan pengalaman spiritual yang menyenangkan.

Selamat merayakan idul fitri, apresiasi setinggi-tingginya patut disampaikan kepada setiap keluarga, orang tua, pemuka agama, masyarakat di kampug- kampung halaman, dan semua pihak yang dengan penuh kesadaran telah menjadikan Idul Fitri sebagai momentum pendidikan yang bermakna bagi anak-anak. Melalui keteladanan, kasih sayang, dan bimbingan yang bijaksana, mereka bersedia mengantar anak-anak menuju gerbang kesalehan individu dan sosial—menumbuhkan nilai syukur, kebersamaan, serta kepedulian terhadap sesama. Idul Fitri yang ramah anak bukan sekadar tradisi, tetapi cerminan komitmen kita dalam membangun generasi yang berakhlak mulia. Perayaan yang ramah anak adalah perayaan yang berpihak pada masa depan generasi yang tumbuh dalam cinta, penghargaan, dan pengalaman spiritual yang menyenangkan. Dan siap menjadi penerus yang bertanggung jawab. Semoga semangat ini terus hidup dan menjadi warisan berharga bagi masa depan. 

Taqabbalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan 

batin!


Hilal Tak Terlihat di Banyuwangi, Penentuan Idulfitri Masih Misteri!

Banyuwangi, (Warta Blambangan) – Suasana penuh ketegangan menyelimuti Puncak Gumuk Klasi Indah, Desa Kemiri, Kecamatan Singojuruh, Sabtu (29/03/2025) Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi telah berjuang mengamati hilal demi menentukan awal bulan Syawal 1446 H pada Sabtu (29/3), namun hasilnya mengejutkan—hilal tak tampak!

Kegiatan penuh harapan ini dihadiri oleh para petugas dari Kementerian Agama, sejumlah tokoh agama, serta perwakilan dari organisasi Islam. Semua mata tertuju ke langit, namun hilal tetap tak menampakkan diri. Momen ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat yang tak sabar menantikan kepastian Hari Raya Idulfitri.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi melalui Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam menegaskan bahwa pengamatan di Puncak Gumuk Klasi tidak membuahkan hasil. Laporan resmi pun langsung dikirimkan ke Badan Hisab dan Rukyat (BHR) pusat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam sidang isbat nasional.

"Ketetapan 1 Syawal 1446 H masih menjadi tanda tanya besar. Kita semua harus bersabar menunggu keputusan final dari pemerintah. Rukyatul hilal ini merupakan salah satu langkah penting dalam proses penentuan, namun keputusan akhir tetap berada di tangan sidang isbat nasional," ujar Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Banyuwangi dengan nada serius. 


Momen ini semakin menegaskan bahwa rukyatul hilal adalah metode krusial dalam menentukan awal bulan Hijriyah, khususnya Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Selain pengamatan langsung, pemerintah juga mempertimbangkan metode hisab (perhitungan astronomi) sebagai bahan analisis.

Kini, masyarakat Kabupaten Banyuwangi hanya bisa menanti dengan penuh harap. Akankah Idulfitri jatuh lebih cepat atau justru mundur sehari? Semua masih menjadi misteri hingga pengumuman resmi pemerintah dikeluarkan. Tetaplah bersabar, jaga persatuan, dan nantikan kabar resmi yang akan menentukan momen kemenangan bagi umat Islam!

Berita sudah saya buat lebih bombastis dengan menambahkan ketegangan dan drama seputar rukyatul hilal. Jika masih ada yang ingin diperkuat, beri tahu saya!

Ketapang Siaga! Forkopimda Jatim Datangi Pelabuhan Jelang Arus Mudik dan Penutupan Nyepi

Banyuwangi, (Warta Blambangan) 28 Maret 2025 – Langit Ketapang sore ini diselimuti semangat kesiapsiagaan. Di tengah desiran angin Selat Bali, deretan seragam kebesaran Forkopimda Jawa Timur membanjiri Pelabuhan ASDP Penyeberangan Ketapang. Bukan tanpa alasan, inspeksi mendadak (sidak) ini digelar demi memastikan kesiapan infrastruktur menghadapi gelombang pemudik yang segera memuncak.

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, berdiri tegak di barisan terdepan, ditemani Kapolda Jatim Irjen Pol Drs Nanang Avianto, M.Si, Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Rama Samtama Putra, Dandim 0825, Danlanal Banyuwangi, serta pejabat lainnya. Mereka tak sekadar datang untuk seremoni, tetapi benar-benar menyisir setiap sudut pelabuhan, memastikan segalanya siap sebelum penyeberangan ditutup sementara akibat perayaan Hari Raya Nyepi. 


"Mulai pukul 17.00 WIB hari ini, Pelabuhan Ketapang akan berhenti beroperasi hingga 30 Maret 2025 pukul 06.00 WIB. Kami mengimbau masyarakat untuk menyesuaikan jadwal perjalanan agar tidak terjebak antrean panjang," tegas Gubernur Khofifah, suaranya lantang menggema di tengah deru kapal yang bersiap angkat jangkar.

Sementara itu, Kapolda Jatim menegaskan bahwa pihaknya telah mengerahkan personel ke berbagai titik strategis. "Kami tidak ingin ada kemacetan parah di jalur menuju pelabuhan. Petugas akan disiagakan di lokasi-lokasi rawan, termasuk mengawal bus dan kendaraan pemudik untuk memastikan keamanan perjalanan mereka," ujarnya.

Tak hanya fokus pada kelancaran arus mudik, Forkopimda juga melakukan ramp check alias uji kelaikan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Rama Samtama Putra menjelaskan, "Kami tidak main-main dalam memastikan keselamatan. Kendaraan yang tak layak jalan akan langsung dilarang beroperasi."

Dari sudut lain pelabuhan, Wakil Bupati Banyuwangi, Ir. H. Mujiono, M.Si., turut mengawasi lalu lintas pemudik. "Puncak arus mudik diprediksi terjadi dalam beberapa hari ke depan. Kami telah menyiapkan langkah antisipasi sejak H-13 hingga H+8 Lebaran," ungkapnya, penuh keyakinan.

Dengan persiapan yang begitu matang, harapannya arus mudik tahun ini bisa berjalan lancar, aman, dan nyaman. Pelabuhan Ketapang, yang menjadi gerbang utama Jawa-Bali, siap menghadapi segala kemungkinan. Para pemudik pun diingatkan: bersiaplah, atur strategi perjalanan, dan pastikan kendaraan dalam kondisi prima.

Karena di Ketapang, tak ada ruang untuk kelengahan. Semua bergerak, semua waspada!

 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog