Banyuwangi (Warta Blambangan) – Matahari merayap perlahan, membasuh halaman Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi dengan sinar keemasan. Embun yang tersisa di rumput mulai menguap, seiring derai tawa yang membuncah selepas senam pagi. Jumat ini berbeda. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar olahraga rutin—sebuah momen kecil yang menghangatkan hati, Jumat (14/02/2025)
Daun pisang dibentangkan, hijau dan segar. Selembar, dua lembar, hingga menyatu menjadi hamparan panjang, menggantikan meja dan piring yang biasa menemani waktu makan. Di atasnya, nasi putih mengepul, berdampingan dengan urap sayur, ayam goreng, tempe dan tahu bacem, ikan asin yang menggoda, sambal yang merah menggairahkan, serta kerupuk yang siap renyah di mulut.
Satu per satu, aparatur sipil negara (ASN) duduk melingkar, tak ada sekat, tak ada hirarki. Di sini, kepala kantor dan stafnya sama-sama meraih nasi dengan tangan, membiarkan jemari merasakan tekstur makanan yang jarang tersentuh langsung. Ada tawa kecil ketika sambal terasa terlalu pedas, ada gurauan ringan saat seseorang berebut potongan ayam terakhir.
Chaironi Hidayat, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, mengamati suasana ini dengan senyum yang tak lekang. “Kita ingin mengingatkan kembali nilai gotong royong dan kesederhanaan,” ucapnya. “Makan di atas daun pisang bukan hanya soal cara, tapi tentang makna. Kita berbagi, kita saling mendekat, kita adalah satu keluarga.”
Di sudut lain, Elfi Nur Eka Putri menyesap momen ini dengan penuh rasa syukur. "Biasanya kita makan di meja masing-masing, sibuk dengan urusan sendiri. Tapi hari ini, rasanya berbeda. Lebih akrab, lebih hangat," katanya sambil menyuapkan nasi ke mulut, terasa lebih lezat dari biasanya.
Di atas daun pisang itu, bukan hanya makanan yang tersaji, tetapi juga kebersamaan. Setiap suapan membawa rasa syukur, setiap tawa menguatkan ikatan yang mungkin mulai renggang oleh rutinitas. Mereka makan perlahan, menikmati bukan hanya hidangan, tetapi juga keberadaan satu sama lain.
Waktu berjalan, namun kehangatan ini tak ingin lekas berlalu. Hingga akhirnya, doa bersama mengakhiri pagi yang penuh makna. Tangan menangkup, bibir berbisik harapan, agar kebersamaan ini tak sekadar ada di atas daun pisang, tapi juga dalam setiap langkah mereka melayani masyarakat.
Jumat ini akan berlalu, seperti pagi-pagi lainnya. Tapi jejaknya tetap tinggal—di hati, di ingatan, di rasa syukur yang semakin dalam.
1 komentar:
Kebersamaan yang beranjak pudar, akhirnya terjalin kembali dengan mengesampingkan pangkat dan jabatan. Kemenag Banyuwangi memang luar biasa.
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar