Kongres ISNU Ketiga di Balikpapan: Antara Perjalanan, Pilihan, dan Terpilihnya Prof.
Dr. Kamarudin Amin sebagai Ketua Umum
Oleh : Syafaat
Kamis pagi yang cerah, saya menerima pesan WhatsApp dari seorang dosen, sekaligus pengurus cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Kabupaten Banyuwangi. Pesan itu mengajak saya ikut serta dalam Kongres ISNU yang akan digelar di Balikpapan. Saya membaca pesan tersebut sambil mengaduk kopi di teras rumah, sedikit ragu. Jarak Banyuwangi ke Balikpapan memang cukup jauh, tapi tentu saja kita tidak akan menempuhnya dengan kapal laut, apalagi berenang. Pesawat terbang bisa membawa kita sampai ke sana dalam beberapa jam saja.Ajakan itu terasa cukup menggoda. Setelah kongres, ada agenda tambahan yang dirancang untuk mengunjungi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, proyek monumental yang menjadi perhatian nasional. Sebagai seorang ASN di Kementerian Agama, kunjungan ke IKN menawarkan daya tarik tersendiri, sebuah kesempatan untuk melihat langsung pembangunan yang kelak menjadi pusat pemerintahan Indonesia.
Beberapa malam sebelumnya, saya dan teman-teman pengurus ISNU cabang Banyuwangi berkumpul di sebuah rumah sahabat. Malam itu dihabiskan dengan membakar ikan segar hasil tangkapan nelayan Muncar. Obrolan kami mengalir santai, dari topik politik lokal hingga cerita-cerita ringan tentang kehidupan sehari-hari. Namun, pembicaraan malam itu lebih banyak berfokus pada dua hal: pilkada yang akan datang esok hari dan kisah seorang perempuan.
Perempuan itu imut, cantik, dan anggun. Usianya berada di masa keemasan seorang wanita, matang dalam pandangan dan tutur kata meskipun sering kekanak-kanakan. Dalam imajinasi saya, jika dia menikah muda dan memiliki anak perempuan yang beranjak remaja, orang mungkin akan mengira mereka adalah saudara atau bahkan kembar. Sosoknya menjadi perbincangan hangat malam itu, seolah menyihir seluruh suasana. Perempuan imut itu sering membahas tentang poligami yang membawa traveling para lelaki untuk beristri lebih dari satu, saya hanya berharap perempuan imut itu mendapatkan jodoh sesuai pribadinya.
Sayangnya, di tengah kehangatan pertemuan malam itu, tak seorang pun dari kami yang sempat membahas konggres ISNU, pikiran dan khayal tak cukup membahas yang serius, Kami sibuk memikirkan pilkada yang kian dekat, rencana silaturahmi pasca pemilihan, dan bagaimana menjaga hubungan baik dengan semua calon bupati yang notabene adalah teman dekat kami, begitulah yang biasa kita lakukan, membahas masalah secara tidak serius namun hasilnya sanga serius, bisa jadi melebihi hasil rapat di gedung mewah yang penuh dengan seremoni.
Pagi
itu, setelah membaca pesan WhatsApp, saya terdiam sejenak. Menghadiri konggres berarti harus meninggalkan beberapa agenda penting. Di kantor, pekerjaan akhir
tahun menumpuk, laporan-laporan yang harus diselesaikan sebelum tutup tahun
sudah menanti. Tak hanya itu, Jumat sore nanti, saya sudah berjanji bertemu
dengan seorang kolega dari Jakarta, seorang staf ahli Menko Polhukam yang juga
menjabat sebagai komisaris utama di sebuah BUMN, penyair yang beberapa minggu sebelumnya juga hadir di Banyuwangi dalam agenda JSAT (Jambore Sastra Asia Tenggara),. Pertemuan itu sudah lama
direncanakan dan sulit untuk dibatalkan.
Akhirnya,
dengan berat hati, saya memutuskan untuk tidak ikut dalam Konggres. Godaan
mengunjungi IKN memang menarik, tapi masih kalah dengan komitmen yang telah
saya buat sebelumnya. Lagipula, dalam hati saya yakin bahwa agenda nasional
seperti konggres akan berjalan lancar tanpa kehadiran saya.
Kabar
dari Balikpapan: Terpilihnya Kamarudin Amin
Hari
Sabtu pagi, kabar itu sampai ke group WA: Prof. Dr. Phil. Kamarudin Amin,
M.A., Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, terpilih sebagai Ketua Umum ISNU
periode 2025-2029.
Nama
Kamarudin Amin memang bukan asing bagiku. Sebagai ASN Kementerian Agama di bawah naungan Ditjen
Bimas Islam, saya mengikuti kiprah beliau dari jauh. Sosoknya dikenal sebagai
birokrat cerdas dengan visi yang tajam. Beliau bukan hanya seorang akademisi,
tetapi juga seorang pemimpin dengan pengalaman panjang di berbagai jabatan
strategis.
Saya Brousing
kembali perjalanan karirnya. Sebelum menjabat sebagai Dirjen Bimas Islam sejak
2020, beliau pernah menjadi Dirjen Pendidikan Islam selama enam tahun, dari
2014 hingga 2020. Tak hanya itu, beliau juga pernah menjabat sebagai Plt.
Dirjen Bimas Islam pada 2017, Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, dan Wakil
Rektor UIN Alauddin Makassar selama dua periode.
Di luar birokrasi, kiprah Kamarudin Amin di berbagai organisasi keagamaan dan sosial juga patut diacungi jempol. Beliau adalah Ketua Umum Majelis Dai Kebangsaan Nasional, Ketua Badan Kesejahteraan Masjid Nasional, hingga Komisioner BAZNAS dan BWI. Figur seperti beliau memang tepat memimpin ISNU. Dengan jaringan yang luas, pengalaman birokrasi, serta latar belakang akademis yang kuat, saya yakin ISNU akan semakin berkembang di bawah kepemimpinannya.
Namun, di balik segala pujian, saya merenung. ISNU bukan sekadar organisasi yang menghimpun para sarjana. Lebih dari itu, ISNU adalah wadah yang menghimpun pemikiran-pemikiran strategis untuk kemajuan bangsa, khususnya dalam bingkai keislaman yang moderat. Di tingkat cabang saja, banyak pengurus yang menyandang gelar magister dan doktor. Mereka adalah akademisi, birokrat, bahkan praktisi yang memberikan sumbangsih pemikiran bagi daerah dan kebijakan nasional. Ada cinta dan rindu yang mengalir dalam setiap langkah mereka—cinta kepada negeri dan rindu akan peradaban Islam yang berkemajuan.
Saya
teringat percakapan dengan seorang teman di kantor beberapa waktu lalu. Ia
berkata, “ISNU itu unik. Meski kita berlabel ikatan sarjana, kontribusi
kita jauh melampaui gelar akademik. Kita bekerja dengan hati, dengan landasan
nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.” Kata-kata itu terus terngiang di
benakku. Dalam hati, saya percaya bahwa ISNU di bawah kepemimpinan Kamarudin
Amin akan membawa angin segar. Beliau adalah sosok yang tidak hanya paham
birokrasi, tetapi juga memahami dinamika sosial dan keagamaan di Indonesia.
Hari
berlalu. Dalam agenda liburan bertemu dengan beberapa rekan. Namun, pikiranku
sesekali melayang ke Balikpapan. Saya membayangkan suasana Munas,
diskusi-diskusi hangat, dan agenda-agenda strategis yang dirumuskan di sana.
Saya
membayangkan wajah-wajah optimis para pengurus cabang dan pengurus wilayah dari seluruh Indonesia
yang datang dengan harapan besar. Mereka mungkin lelah setelah perjalanan jauh,
tetapi semangat mereka tidak pernah surut. Dan di tengah-tengah mereka, seorang
Kamarudin Amin berdiri sebagai nahkoda baru, membawa kapal besar bernama ISNU
ke arah yang lebih maju.
Malam itu, saya menatap langit Banyuwangi yang cerah. Bintang-bintang bertaburan, seolah berbisik tentang masa depan yang cerah. Saya teringat kembali perempuan imut yang sempat menjadi bahan pembicaraan kami. Hidup memang penuh kejutan. Kadang kita terjebak dalam rutinitas, kadang kita harus memilih antara tanggung jawab dan kesempatan, besok malam saya juga ada agenda dengan Perempuan imut itu yang juga seorang pelukis, pada pameran lukisan Harjaba (Hari jadi Banyuwangi) di gedung Juang, goresan lukisannya cukup memberikan warna.
Saya
yakin, di suatu waktu, saya akan bertemu dengan Prof. Kamarudin Amin. Mungkin
di forum resmi, mungkin di acara keagamaan, atau bahkan di kesempatan yang
tidak terduga. Yang pasti, saya ingin menjadi bagian dari perjalanan besar ini.
Perjalanan ISNU, perjalanan membangun peradaban yang berlandaskan cinta, ilmu,
dan keimanan.
Dan
meski saya tidak hadir di Balikpapan, hatiku juga ada di sana—bersama mereka yang
berjuang untuk membawa perubahan, bersama seorang pemimpin baru yang akan
membawa ISNU melangkah lebih jauh.
Akhir
kata, selamat mengemban amanah, Prof. Kamarudin Amin. Semoga ISNU di bawah
kepemimpinan Anda menjadi cahaya bagi bangsa dan umat.
1 komentar:
Semoga dengan kepemimpinan Prof. Kamarudin Amin, ISNU semakin berjaya dalam memberikan kontribusi pembangunan untuk Indonesia, Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar