Thawaf Pakai Mobil Golf
Dalam manasik haji, tidak banyak yang menyampaikan bagaimana jika melakukan thawaf, yakni mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali dari kiri ke kanan dimulai dari Hajar Aswad dengan menggunakan mobil atau kendaraan lainnya, kalau Thawaf dengan berjalan kaki, kita tahu dengan tepat kita sudah sampai dimana? Apakah sampai makom Ibrahim ataukah Rukun Yamani.
Perkembangan zaman mengakibatkan perkembangan alat transparansi yang semakin canggih, tidak hanya unta dan kuda, peralatan semakin canggih dan tanpa suara, untuk thawaf bisa menggunakan mobil golf dengan kecepatan satu kali putaran di lantai atas 2,25 menit.
Banyak jamaah lansia yang melaksanakan thawaf ifadah menggunakan mobil golf, tarifnya lebih murah dibandingkan dengan di dorong menggunakan kursi roda, jamaah juga masih dapat melihat Ka'bah ketika menggunakan mobil golf di lantai tiga, namun jika di roof top, Ka'bah tidak terlihat.
Menjadi tugas tim kloter untuk memfasilitasi jamaah terutama lansia dan resiko tinggi untuk melakukan thawaf menggunakan mobil golf, karena naik mobil golf thawaf tidak semudah naik bus shalawat, perlu membeli tiket yang pada saat tertentu lumayan panjang antriannya.
Sebagai ketua kloter, saya juga berkewajiban untuk mengkonfirmasi jamaah haji yang ingin melaksanakan thawaf dengan menggunakan fasilitas mobil golf, menyiapkan pendamping bagi mereka yang memakai kursi roda yang diambilkan dari jamaah haji yang masih muda serta menyiapkan jadwal keberangkatan, karena jika waktunya tidak tepat, bisa jadi bersamaan dengan waktu shalat, sehingga tidak dapat masuk ke lantai dua atau empat, tempat pembelian karcis.
Ada tiga puluh jamaah haji yang akan melaksanakan thawaf dan Sai menggunakan mobil golf, kami telah menyiapkan tim agar semua baik-baik saja, kita berangkat bersama pagi setelah sarapan, para lansia ini sebagian besar sarapan dengan bubur yang disediakan PPIH, mereka request melalui ketua rombongan masing-masing, dan layanan ramah lansia dibidang konsumsi ini sangat membantu, karena dengan demikian makanan yang mereka terima mudah di cerna, apalagi buburnya lumayan enak.
Ada layanan bus shalawat khusus lansia ketika kita request ke petugas, sehingga bus yang kita tumpangi tidak berdesakan dengan jamaah lainnya, kami berangkat bersama dalam satu bus, para lansia yang butuh pendampingan juga kita siapkan oleh tim Kloter dibantu jamaah, hanya satu tim kesehatan yang kita tinggal di hotel bersama jamaah haji lainnya, kita tidak berani membawa semua tim kloter dalam misi ini, sebab ada beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi dengan jamaah haji yang berada di hotel, sehingga kita selalu berbagi dalam setiap tugas.
Saya selalu membawa botol semprot berisi air zamzam yang fungsinya bukan hanya menyemprotkan air ke wajah menghindari dehidrasi, namun juga dapat diminum bahkan dalam kondisi tertentu saya gunakan untuk berwudlu.
Ketika di puncak panas, sorban gajah oling yang biasa saya pakai saya basahi dengan air zamzam, saya gunakan untuk menutupi kepala, karena panas di Saudi Arabia berbeda dengan di Indonesia, panas bukan hanya berasal dari sinar matahari secara langsung, tetapi dari udara sekitar yang menerpa, karenanya menutupi kepala dan sebagian wajah seperti pada umumnya pakaian timur tengah merupakan cara logis untuk mengatasinya.
Mungkin saya satu-satunya yang menggunakan sorban gajah oling, sebuah kain segi empat yang sebenarnya merupakan kain udeng dengan motif batik khas Banyuwangi, dengan menggunakan sorban tersebut para jamaah lebih cepat mengenali, karena ada ciri khas yang berbeda dengan petugas haji lainnya, sorban juga multifungsi, kadangkala juga saya gunakan untuk sajadah ketika mau sholat.
Saya turun dari bus shalawat paling duluan, para jamaah lansia saya serahkan kepada tim kloter lainnya, karena saya harus mengambil antrian agar jamaah haji tidak terlalu lama di antrian, bagi saya yang biasa jalan kaki sejak kecil, jarak satu atau dua kilometer bukanlah masalah, ketika di Madrasah Ibtidaiyah, dulu juga satu kilometer saya tempuh dengan berjalan kaki, begitupun ketika membantu orang tua ke sawah yang jaraknya lebih dari satu kilometer juga ditempuh dengan jalan kaki, kadangkala juga membawa beban panenan yang beratnya lebih dari lima puluh kilogram, karenanya tidak kaget ketika jadi petugas haji kemana-mana harus berjalan kaki.
Antrian membeli tiket Golf Cart lumayan ramai, apalagi loket tiket di lantai dua yang mobilnya di lantai tiga, jamaah dapat memandang Ka'bah secara langsung, dan ini berbeda dengan ketika mobil di lantai atas atau di dorong dengan menggunakan kursi roda, bisa jadi selama menjalankan ibadah haji jamaah tersebut tidak pernah melihat Ka'bah secara langsung, saya sengaja antri dilantai dua agar jamaah dapat melihat Ka'bah, saya merasa kasihan jika ada jamaah haji yang ketika melaksanakan ibadah haji tidak melihat Ka'bah, meskipun hajinya juga dianggap sah, namun tingkat kematangannya berbeda.
Antrian masih lama, jamaah haji yang saya bawa sudah datang, dan saya tempatkan di tempat khusus, sedangkan saya masih setia antri menunggu, hingga dokter Kloter kami datang, saya suruh menempati tempat antrian saya dan untuk selanjutnya saya mengantar beberapa jamaah haji yang ingin Thawaf di lantai dasar, dekat dengan Ka'bah.
Pagi itu di lantai dasar tidak terlalu ramai, sehingga jamaah haji yang saya antar dengan mudah mendekati Ka'bah, saya hanya mengantar sampai awal Thawaf, menyampaikan bagaimana cara thawaf dan memberikan sebuah tasbih berisi tujuh butir anak tasbih agar mudah menghitung jumlah putaran.
Saya kembali ke atas karena jamaah sudah mendapatkan tiket, dan bersiap-siap untuk melaksanakan Thawaf, dan oleh petugas diarahkan untuk menggunakan mobil golf di lantai atas atau roof top.
Dalam situasi seperti ini yang dibutuhkan adalah negosiasi dengan polisi penjaga pintu menuju mobil golf, saya minta jamaah untuk tenang, karena jika harus ke roof top, para jamaah tua tersebut tidak dapat melihat Ka'bah, sehingga kita perlu komunikasi dengan para polisi penjaga yang suaranya lantang dan terlihat galak.
Segalak apapun dia juga manusia, segagah apapun dia tetap seorang laki-laki, dan saya sadar bahwa negosiasi akan sulit dilakukan jika yang menyampaikan juga laki-laki, apalagi laki-laki yang pinter banget Bahasa Arab.
Saya minta dokter Kloter berwajah manis yang juga bisa Bahasa Arab untuk komunikasi, dibantu dengan seorang jamaah haji yang mendampingi orang tuanya yang juga bisa Bahasa Arab karena lama bekerja di Saudi Arabia, saya kebagian menyampaikan kepada kedua juru loby tentang spa yang harus disampaikan, dan berdoa semoga semuanya lancar, dan benar juga yang saya prediksi, sang polisi tidak lagi terlihat galak ketika berhadapan dengan orang cantik khas Indonesia dan murah senyum, kita diperbolehkan menuju lantai tiga untuk melakukan thawaf dan Sai menggunakan mobil golf.
Saya memberikan arahan kepada jamaah bagaimana cara Thawaf dan Sai menggunakan mobil, karena hanya ada tanda lampu hijau tempat di mulainya Thawaf, tidak ada tanda yang sejajar dengan makom Ibrahim dan Rukun Yamani, sedangkan waktu satu putaran tidak sampai tiga menit, karenanya doa yang dibaca hanya yang pendek saja yang mereka bisa, sopir mobil golf juga faham dengan aturan Thawaf, mereka juga kadang menuntun jamaah haji berdoa sepanjang perjalanan, memberikan kode ketika sampai sejajar dengan lampu hijau atau Hajar Aswad, sehingga jamaah faham dengan apa yang harus dilakukan.
Makkah, 26/06)2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar