Meninggal di Rumah Tuhan
Adzan subuh sudah tak terdengar, orang-orang sedang sembahyang di Mushola, sebentar lagi mereka harus berkemas menuju Arafah, pagi ini mereka mendapatkan makanan siap saji untuk dimakan siang atau sore hari, pagi ini jamaah banyak yang berbelanja untuk sarapan pagi, di depan hotel seperti pasar tumpah. Banyak makanan khas Indonesia dijual disini, meskipun tak senikmat di kampung sendiri.
Saya masih melihat lihat situasi, jalanan penuh sesak bus-bus yang akan mengangkut jamaah menuju Arafah, orang jualan masih setia menunggu, begitupun dengan jamaah yang berburu sarapan.
Saya sedang melihat kentang rebus yang dijual lima real untuk empat butir atau sekitar enam ribu rupiah untuk satu butirnya, harga yang cukup mahal untuk ukuran orang Indonesia, belum sempat tawar menawar harga, Handphone berdering tanda ada pesan masuk, yang ternyata dari Ning Wida, dokter kloter SUB-58 berparas manis yang biasanya hanya telpon ketika ada masalah yang sangat penting.
Kukira Ning Wida mau nitip sarapan kesukaannya, namun suaranya nampak tidak seperti biasanya yang lembut, hanya beberapa kata saja yang disampaikan, bahwa ada jamaah lantai lima yang meninggal.
Tanpa menawar harga, saya memilih empat kentang rebus dan membayar dengan uang pas lalu bergegas ke lantai lima, ke kamar jamaah haji yang dikabarkan meninggal.
Beberapa jamaah sudah berkumpul di kamar, Isak tangis istri yang ditinggal mati suaminya masih jelas terlihat, padahal beberapa menit sebelumnya masih baik baik saja, masih mengikuti shalat subuh berjamaah, segera ingin berkemas menuju Arafah.
Saya kenal dengan pasangan suami istri ini, kebetulan rumahnya satu kelurahan dengan tempat tinggal saya saat ini, beberapa jamaah yang berkumpul saya minta ke lorong hotel untuk membaca tahlil dipimpin pimpinan KBIHU, saya butuh kamar itu tidak terlalu banyak jamaah agar saya bisa berbincang dengan istri Almarhum.
Saya pertama bertemu dengan pasangan ini di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, ketika keduanya melakukan biometrik, saya berbincang dengan keduanya, tentang penyakit jantung yang diderita suaminya, tentang keluarga dan banyak hal yang kami bincangkan.
Bukan sebuah hal yang ringan ketika kita harus berpisah dengan orang-orang yang kita cintai, meskipun itu sebuah keniscayaan, saya harus menghibur dan memberikan semangat kepada ibu yang ditinggal mati suaminya, karena sebentar lagi kita harus bergeser ke Arofah untuk kesempurnaan haji, saya melepas gelang jamaah dan memasangkan ke tangan istrinya, karena saya yakin keduanya akan bersatu kembali di surga.
Makkah, 14/06/2024.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar