Saya (bukan) Seorang Guru
Oleh : Syafaat
Ketika
saya diminta untuk menjadi narasumber kelas menulis bagi Wakil Kepala Madrasah bidang
Hubungan Masyarakat dan Guru Bahasa Indonesia, yang saya pikirkan adalah apa
yang harus saya sampaikan kepada mereka yang seharusnya lebih berpengalaman
di bidang kehumasan dan tata cara menulis. Sedangkan saya sendiri (secara resmi)
belum pernah menjabat humas juga belum pernah (benar-benar) menjadi guru di
sekolah.
Dalam
setiap pelatihan yang saya dilibatkan didalamnya, saya sering menyampaikan tentang
ketidakmampuan saya di bidang ini, karenanya saya lebih memilih saling
berdiskusi dan saling memberi informasi, setidaknya dengan metode ini,
kekurangan saya sedikit tertutupi, ketidakmampuan saya tidak banyak diketahui.
Dan yang lebih penting adalah saya mendapatkan banyak pengalaman karenanya.
Saya menyadari kekurangan saya tersebut, dan saya sangat bersenanghati jika diberi kesempatan untuk tampil di depan mereka yang menurut saya mempunyai banyak pengalaman tersebut, karena saya akan banyak mendapatkan ilmu dari pengalamannya. Seperti dalam sebuah pelatihan yang dilaksanakan Lentera Sastra dengan peserta para guru tersebut, saya tidak memberikan materi apa-apa kepada mereka, karena memang pengetahuan saya di bidang ini tidaklah sebanyak mereka, dan sebaliknya saya mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman dari para peserta.
Bagi saya
yang merasa kekurangan ilmu di bidang karya tulis, metode diskusi ini sangat
efektif di lakukan agar saya bisa menulis dengan baik, agar peserta juga
menyadari kemampuannya, bahwa mereka sebenarnya sudah mampu dan bisa menulis,
terlebih bagi para guru yang setiap hari akan muncul banyak ide dari pengalaman
mengajar, dari pengalaman berinteraksi dengan para siswa dari berbagai latar
belakang strata sosial.
Biasanya saya memberikan materi yang akan saya
sampaikan sehari sebelum pelaksanaan pelatihan, dengan maksud agar para peserta
memahami alur yang akan kita diskusikan dalam pelatihan, dan seringkali saya
tidak dapat menjelaskan dengan benar-benar jelas dari materi saya sendiri,
karena beberapa materi tersebut saya dapatkan melalui internet yang saya
sendiri juga belum benar-benar memahami, namun tetap saja saya sampaikan dengan
mengingat setiap materi harus ada alur yang jelas agar benar-benar dapat di
pahami.
Setiap
pelatihan menulis yang saya ikuti, selalu sama yang peserta tayakan, yakni harus
memulai darimana mereka menulis, dan itu juga yang seringkali saya berbeda
dalam menjawabnya, karena saya belum pernah mendapat teori tentang darimana
yang baik kita menulis sebuah berita maupun opini, karena ketika saya menulis
sebuah artikel ataupun opini, saya membiarkan pikiran saya liar menulis apapun
yang saat itu ingin saya tulis, saya tidak pernah membatasi ide-ide tersebut untuk
berhenti pada satu titik saja, saya hanya berpedoman bahwa dalam opini, cerpen
maupun puisi minimal ada permasalahan, pembahasan dan hasil ahir, meskipun
dengan bahasa yang berbeda.
Seringkali
penulis pemula tidak dapat menulis ide yang sudah ada di kepala dalam karya,
mereka berhenti dalam beberapa paragraf saja, dan tidak dapat meneruskan syahwat
yang sebenarnya sudah tertangkap mata, merasuki pikiran dan siap dituangkan
dalam dalam selembar karya, seringkali ide yang akan di tulis dalam
berlembar-lembar karya tersebut tidak kunjung terselesaikan, dan itu juga yang
yang seringkali menjerat saya ketika sedang menulis. Beberapa kali saya
berganti tema dalam menulis artikel, berbeda antara angan-angan sebelum menulis
dengan fakta tulisan.
Seringkali
saya memberikan umpan balik kepada peserta tentang sesuatu yang sebenarnya saya
sendiri tidak memahaminya, karena saya yakin para peserta ini sebenarnya telah
memahaminya tanpa mereka sadari, para peserta sebenarnya mempunyai potensi pada
diri yang dapat di eksploitasi. Saya tidak akan bercerita bagaimana dulu saya
juga ragu untuk menyampaikan kata cinta untuk sang pujaan hati, hingga beberapa
waktu lamanya saya juga tidak menyampaikannya dengan kalimat cinta, namun sang
pujaan hati dapat memahaminya meskipun dengan bahasa yang berbeda, karena
sebuah ungkapan tidak harus dengan bahasa yang sama.
Dalam
sebuah berita, sudah diketahui bersama bahwa ada sarat yang harus di penuhi
yakni unsur 5W 1H yang urutanya tidak harus sama, yang dimulainya dapat darimana
saja, baik dari What, Who, When, Why, Where, dan How. Asalkan menarik
dan benar untuk dibaca, karena berita harus benar-benar nyata, dan itu
merupakan hal yang dasar dan mudah untuk dilakukan. Saya sering memberikan
saran agar ketika menulis dimulai dengan menulis berita, kemudian menulis
artikel, cerita fiksi dan lain sebagainya, karena ide fiksi berasal dari dunia
nyata.
Beberapa
kali pelatihan menulis artikel, saya mengajak peserta untuk menuliskan artikel
pada saat itu juga, dan beberapa kali saya lakukan, tingkat keberhasilannya
lebih tinggi ketika dilakukan terhadap anak-anak dan remaja daripada orang dewasa. yang lebih sering
melakukan plagiasi terhadap karya orang lain. Saya pernah diminta untuk
memberikan pelatiham menulis pentigraf untuk siswa kelas lima dan enam, baru
kecut dan apek siswa yang tak sengaja
menyengat hidung tak menyurutkanku untuk memberi motivasi kepada mereka untuk
menulis, dan faktanya mereka dapat menulis pentigraf tanpa plagiasi, bahasanya
masih sangat polos yang ketika saya susia mereka belum dapat memunculkan karya
seperti mereka.
Banyuwangi,
November 2022
Salam
Lentera Sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar