Shalawat
Badar Gubahan Kepala kankemenag Kab. Banyuwangi
Oleh
: Syafaat
Menggunakan seni dan budaya untuk
mempengaruhi masyarakat merupakan hal yang lazim digunakan, dengan mengingat
seni dan budaya tersebut mengakar kuat di masyarakat, terlebih sebelum
berkembangnya alat tehnologi seperti saat ini, seni budaya dan pertunjukan
lebih sering dilakukan ditengah masyarakat. Dengan pertunjukan seni budaya
tersebut di masyarakat menjadi daya tarik massa untuk berkumpul, tidak jarang
seni dan budaya mengandung beberapa satire, baik lirik maupun gerakan yang
dilakukannya. Sindiran dalam seni sering dilakukan dan kadangkala yang disindir
tidak merasa, namun dapat menimbulkan dampat yang luar biasa.
Dalam konsep Ilmu Sosiologi dalam perubahan, bahwa tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sosial bermasyarakat selalu ada perubahan yang disesuaikan dengan pola pikir dan budaya yang berkembang di masyarakat, terlebih pada masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku dan agama yang hidup pada satu tempat yang sama. Akulturasi budaya akan lebih cepat terjadi pada kondisi masyarakat yang demikian.
Kabupaten Banyuwangi yang berda di
ujung timur Pulau Jawa, dihuni oleh banyak etnis dan memeluk berbagai macam agama
yang berbeda, kedekatannya dengan masyarakat Bali dengan berbagai perbedaan
seni dan budaya melahirkan berbagai seni dan budaya yang khas yang berbeda
dengan seni dan budaya yang ada di Pulau Jawa pada umumnya dan juga di Pulau
Bali, serta beberapa budaya dari etnis lain yang hidup disini, meskipun seni
dan budaya yang sama yang hidup di pulau Jawa maupun Bali dan beberapa seni
dari tanah leluhur beberapa etnis ini juga masih dibawa dan berkembang di bekas
kerajaan Blambangan ini.
Banyak lagu karya seniman Banyuwangi
yang dikenal hingga ke manca negara sejak dulu kala, sebut saja lagu
Genjer-genjer karya Muhammad Arif yang digubah sekitar tahun 1942 ketika
penjajahan Jepang, lagu ini juga sempat dinyanyikan beberapa penyanyi terkenalo
pada zamannya seperti Bing Slamet maupun Lilis Suryani. Lagu dari gubahan lagu
anak anak “Tong Alak Gentak”. Lagu Gubahan Panabuh Angklung asal Banyuwangi ini
tadinya merupakan kritik sosial kondisi masyarakat pada saat itu yang serba
kekurangan pada masa penjajahan Jepang.
Lagu sederhana sarat makna ini pada
akhirnya dilarang oleh pemerintah karena, setiap mengumpulkan massa, Partai
komunis Indonesia (PKI) yang melakukan pemberontakan kedua pada tahun 1965
menggunakan lagu tersebut untuk menarik masa, meskipun dalam syair lagu
genjer-genjer yang ditulis tahun 1965 tidak ada kaitan dengan PKI, maka lagu
inipun terkena dampak pelarangan dinyanyikan sejak orde baru. Beruntung hanya
lagu genjer-genjer yang dilarang, bisa dibayangkan jika penggunaan Palu dan
Arit juga dilarang dengan alasan lambang “palu arit” digunakan oleh PKI.
Dalam pertarungan politik untuk
saling mempengaruhi masyarakat, Umat Islam terutama warga Nahdlatul Ulama juga
menggunakan seni dan budaya, salah satu seni yang digunakan adalah tari
kuntulan yang menggunakan alat musik utama berupa rebana dengan nyanyian
bernuansa Islam dan lantunan Shalawat. Karena Partai Komunis menggunakan lagu
genjer-genjer, warga Nahdhiyin saat itu belum mempunyai syair yang khas hingga
KH Ali Mansur menggubah sebuah syair yang dikenal dengan Shalawat Badar.
Raden Muchamad (RM) Ali Mansur,
Kelahiran Jember 23 Maret 1921 yang sejak tahun 1960 menjabat sebagai Kepala
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, terinspirasi dari sebuah kitab
yang berjudul mandzumah Ahl al-Badar al-Musamma Jaliyyat al-Kadar fi Fahail Ahl
al-Badar karya al-Imam as-Sayyid Ja’far al-Barzanji, sehingga beliau menulis
Sebuah karya sastra yang dikenall dengan Shalawat badar.
Kabupaten Banyuwangi yang dulu
merupakan wilayah Kerajaan Blambangan dikenal dengan berbagai seni dan budaya
yang berkembang dengan baik, akulturasi budaya dari berbagai macam etnis dan
agama tersebut melahirkan berbagai macam tradisi dan budaya yang khas yang
tidak ditemukan di daerah lain. Hal inilah yang menjadi salah satu pemantik
bagi KH Ali Mansur yang memanggemar akan seni dan sastra menuliskan sebuah
syair dalam bahasa arab. Dalam pertarungan politik, ketika lawan politik
menggunakan media, maka harus dilawan dengan media, begitupun ketika lawan
politik menggunakan seni dan budaya untuk mempengaruhi massa, maka dengan
lantunan seni dan budayalah seharusnya untuk melawannya.
Shalawat badar merupakan salah satu
gubahan sastra terbaik dari Kementerian Agama, karenanya tidak mengherankan
jika beberapa Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi juga
bergelut didunia sastra. Raden Muchamad (RM) Ali Mansur (nama sebagaimana
tercantum dalam data anggota konstutuante) tidak dapat dilepaskan dari peran
beliau sebagai salah satu Pegawai Negeri dilingkungan kementerian Agama, Karier
beliau pada kementerian Agama, dari mulai jadi Guru Madrasah di Tuban, menjadi
Kepala KUA diwilayah Kabupaten Sumba, Kepala Bahagian Politik dan aliran agama
pada Kantor Agama Propinsi Nusa Tenggara hingga menjabat sebagai Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi ketika menggubah Shalawat badar pada
tahun 1962.
Perang Badar merupakan perang besar
yang terjadi di zaman nabi, dalam perang ini Rasulullah
memimpin langsung aksi penyerangan yang hanya melibatkan sekitar 313 orang
muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, dan 2 ekor kuda. Sedangkan kaum
Quraisy memiliki 1.000 orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, dan 300 kuda.
Namun, semangat jihad dan ketaatan kepada para pemimpin yang memberikan
semangat juang bagi mereka sehingga Allah meridloi bagi kemenangan prajurid
badar.
Semangat dalam perang inilah yang digambarkan dari syair Shalawat
Badar yang mempu menggugah semangat jihat umat Islam melawan faham komunis yang
saat itu ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara komunis dibawah kekuasaan
mereka
Penulis adalah ASN kementerian Agama
Kabupaten Banyuwangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar