Demi Sekolah di Madrasah, Dua Siswa Naik Turun Lembah dan Seberangi Sungai.
Demi ingin tetap
sekolah di madrasah, Sugihartono (13) dan Nur Halimah (8) penduduk Dusun Sempu harus
berjuang ekstra keras untuk bisa mencapai Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Huda
II, yang berada di Dusun Sumberan, Desa Gombolirang, Kecamatan Kabat.
Keduanya harus berjalan kaki naik turun lembah dan menyeberangi sungai setiap pergi
ke madrasah, seperti halnya ketika msngikuti PTM (Pembelajaran tatap Muka) Senin (23/08/2021)
Hal
ini dilakukan jarak rumah menuju ke sekolah lebih dekat, kurang dari satu
kilometer, dengan jalan pintas melewati lembah dan sungai ini, sedangkan jika melewati
jalan kampung, harus memutar dan jaraknya sejauh sekitar 6 kilometer.
Meskipun
perjuangan untuk mendpatkan pendidikan harus dibayar dengan konsekuensi
keselamatan nyawa. Hartono dan Nur Halimah tak menunjukan sikap takut atau
patah semangat berjalan kaki menuju ke sekolahannya. Rutinitas melewati jalan
yang mereka anggap sudah tidak berbahaya lagi untuk menuju sekolah tersebut dianggap
sebagai tempat bermain, sehingga dapat menikmati dengan riang gembira.
"Mereka sangat semangat ke madrasah, tidak pernah telat ketika ada kegiatan PTM" ungkap Sayu Agustin Izzatul Hilmi, guru pada MI Nurul Huda II.
Perjalanan mereka menuju madrasah sangatlah jauh, dan MI Nurul Huda II merupakan Mi terdekat dari tempat tinggal merena, terlebih ketika mereka mengikuti orang tuanya yang saat ini berada di dusun Sempu yang harus menyeberaang sungai ketika berangkat sekolah.
"Kadang kaki
saya sakit harus jalan naik turun seperti ini setiap hari. Tapi ndak papa
kak," kata Hartono polos. Yang memiliki keinginan menjadi seorang prajurit
TNI. Sementara adiknya, Nurhalimah ingin menjadi seorang Dokter, karena ingin
menolong semua orang.
Meskipun ada sekolah
lain yang akses jalannya lebih mudah, keduanya mengaku tidak mau untuk pindah
sekolah. Itu dikarenakan sudah merasa nyaman sekolah di MI tersebut. Selain itu
perhatian dari para guru juga menjadi pertimbangan bagi kedua bocah tersebut. Hal
ini dengann mengingat kedua anak tersebut sebelumnya rumahnya relatif lebih
dekat dengan MI Nurul Huda II, karena saat ini yang bersangkutan pindah rumah
mengikuti orang tuanya di Dusun Sempu, maka jarak ke sekolah menjadi lebih
jauh. Yang bersangkutan mengaku lebih nyaman sekolah di MI Nurul Huda II,
karena dengan alasan disamping tidak harus dengan suasana yang baru di sekolah
yang baru, kedua anak ini juga tetap ingin sekolah di madrasah karena di
Madrasah tersebut suasananya nyaman, materi pelajaran agamanya lebih banyak
disamping yang bukan madrasah.
"Teman-teman
baik semua di sana, guru-guru juga sangat baik ke kami. Jadi saya dan adik ndak
mau kalau harus pindah sekolah," ungkap Hartono.
Jalan
menuju ke sekolah tak selamanya mulus. Terkadang dengan kondisi jalan yang
licin, mereka jatuh terpeleset. Bahkan pernah suatu ketika keduanya basah kuyub
karena terjatuh ke sungai saat melepas baju untuk bersiap-siap menyeberang.
Beruntung
buku pelajaran yang mereka bawa masih bisa diselamatkan karena selalu di
masukkan kedalam kantong plastik. Keduanya terkadang harus basah-basahan saat
sampai di sekolah.
"Saya
sama cak Tono kadang jatuh kalau jalannya licin pas hujan. Baju jadi kotor. Dan
waktu jatuh ke air jadi basah semuanya," ucap Nurhalimah.
Yang
membuat haru, ketika sungai sedang banjir, Nur Halimah terpaksa harus digendong
oleh kakaknya untuk menyebrang. Meskipun takut, tapi harapannya menjadi seorang
dokter membuat tekad dan semangat Halimah tak pernah luntur.
Ayah kedua bocah itu
mengungkapkan jika semangat belajar dari anak-anaknya sangat tinggi. Meskipun
harus menyebrangi arus sungai, Hartono dan Halimah tidak pernah sekalipun
mengeluh kepadanya. Mereka nyaman dengan sekolah di madrasah, rasa
kekeluargaannya sangatlah tinggi, dan sangat bagus untuk pembentukan karakter
keagamaan bagi anak-anak.
"Saya
salut. Sebisa mungkin makanya sebagai kepala keluarga saya harus memberikan
pendidikan yang terbaik untuk Hartono dan Halimah," ucap Bajuri, ayah
Surhartono dan Nur Halimah. Bajuri mengatakan, saat ini Hartono sudah menginjak
di kelas 6. Salah satu keinginan dia setelah lulus dari sekolah MI Nurul Huda
II adalah bisa melanjutkan sekolah di pondok pesantren.
"Maunya dia
mondok di pesantren, insyallah semoga niat baik ini bisa terlaksana. Segala
upaya insyallah saya perjuangkan demi masa depan anak," kata Bajuri. Sedangkan
Halimah, masih duduk di bangku kelas 3. Entah bagaimana nasib Halimah saat
berangkat dan pulang sekolah setelah kakaknya lulus dari MI, hal ini mengingat
anak keduanya adalah cewek dan hanya sendirian ketika berangkat ke sekolah.
Sebagai orang tua,
tentu mempunyai anak-anak yang rajin adalah suatu kebanggaan. Apalagi melihat
semangat pantang menyerah anaknya tersebut menjadikan orangtua Hartono dan
Halimah tambah giat bekerja. Namun begitu disamping kebanggaan orangtua, ada
rasa cemas dengan keselamatan anak-anaknya. Sehingga setiap pagi dan waktu
pulang sekolah pria yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan ini
harus meluangkan waktu untuk menjemput di tepian sungai.
Itupun kalau pas ada
dirumah. Jika saat bekerja di laut, Bajuri tidak bisa mengantarkan kedua anak
kesayangannya itu ke sekolah karena harus bermalam berhari hari di tengah laut
mencari ikan.
Bajuri
menerangkan, ada jalan yang lebih aman untuk dilalui namun jaraknya harus memutar
dengan jarak lebih dari enam kilometer. Meskipun bisa dilalui oleh motor,
itupun masih harus ekstra hati-hati karena struktur jalannya yang licin
ditambah lagi dengan tanjakan maupun turunan yang cukup terjal. Selain sosok
yang tegar dan penuh semangat, rupanya Halimah kecil punya bakat terpendam. Ia
ternyata hobi menyanyi lagu-lagu islami. Dia ingin sekali mempunyai sebuah tape
recorder agar bisa menyanyi qasidah.
"Mau beli masih
ngumpulin uang, inginnya tape recorder yang ada micnya itu biar bisa belajar
qosidah. Gak tau berapa harganya. Masih ngumpulin rejeki," ungkap Bajuri.
Berharap Segera Dibangun Jembatan
Harapan dari Hartono
dan Halimah sebenarnya sangat sederhana. Yaitu ada sarana penghubung berupa
jembatan antar keduanya. Supaya akses jalan menuju ke sekolah favoritnya mudah
dan terjangkau.
"Bukan
hanya harapan Hartono dan Halimah saja, masyarakat setempat juga sebenarnya
ingin ada jembatan penghubung. Supaya dua desa ini bisa tersambung, karena
kedekatan warganya sudah terbangun lama," terang Bajuri.
Cerita
semangat pantang menyerah Sugihartono dan Nur Halimah dalam berjuang mengeyam
pendidikan memang perlu mendapat apresiasi. Tentu pemangku kebijakan wilayah
setempat juga harus hadir dan turut andil dalam memberikan solusi terbaiknya.
Anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi, Marifatul Kamila dari Fraksi Golongan Karya telah meninjau lokasi, dan berjanji akan memperjuangkan agar ada jembatan yang menghubungkan Dusun Sempu dengan Dusun Sumberan.Rabu (25/08/2021)
“Ternyata
setelah kita terjun langsung ke lapangan kondisinya sangat ekstrem dan terjal,
saya baru tahu hari ini. Yang dilewati pun jalan setapak yang lebarnya hanya
setengah meter, bebatuan dan harus naik turun bukit. Saya tidak bisa
membayangkan bagaimana ketika hujan, pasti sangat licin sulit untuk dilintasi,”
kata Rifa di lokasi.
Kepala Desa Gombolirang
Muhammad Ridwan menyambut gembira dan berterimakasih kepada anggota dewan atas
perhatian terhadap desanya.
“Terimakasih sudah mau
membangun jembatan di desa kami. Akses terdekat untuk aktivitas masyarakat
Dusun Sempu memang harus ke desa seberang. Jadi untuk jembatan memang perlu
dibangun,” imbuh Ridwan. (syaf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar