Fatah Yasin Noor
*Ingat Teri*
Aku sedih melihat penyair papan bawah bersedih. Juga sedih melihat penyair papan bawah nongkrong di warung kopi. Tak memikirkan puisi. Penyair papan bawah sendiko dawuh tanpa permisi. Aku sedih membaca tulisan mirip puisi yang tidak mudah dimengerti. Ternyata tulisan dari penyair papan bawah memakai kata-kata basi. Tapi mengharukan sekali. Sama-sama tak sepenuhnya dimengerti. Sedih kenapa orang-orang membaca puisi setengah mati. Seperti orang kencing berlari. Membacai puisiku sendiri yang wangi. Kesedihan menjadi-jadi. Penuh ilusi. Padahal kenyataan penuh api. Hanya sesekali membakar hati. Kamu bertanya bagaimana memahami puisi. Wajah jadi pucat pasi. Tuangkan minyak wangi. Siapa tahu membuat wajahmu berseri.
Tak terasa kamu lama di sini. Tapi hanya sesekali membikinkan kopi. Selebihnya aku bikin sendiri. Menemaniku setelah kamu pergi. Rasanya mustahil untuk kembali. Juga tak percaya lagi puisi memberi solusi. Menghabiskan waktu menguak teka-teki. Ingat saja teri. Terimalah sepenuh hati. Tak berduri. Dalam sendiri aku ingin berbagi. Berbagi kasih sayang yang murni. Tak peduli dianggap basa-basi. Dengan puisi. Diakhiri huruf i. Yang datang sendiri tanpa kukehendaki. Terimakasih telah membaca sampai di sini. Besok disambung lagi. Hampir pagi.
Juli 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar