Kopi itu Digiling dan Bukan Digunting
Oleh
: Syafaat
"Apa
kabar cinta?" Seminggu ini kupersiapkan jiwa untuk mendapatkan hatimu.
Perkara kau mengerti atau tidak aku tak peduli. Sengaja kubeli kopi dan karbit
di pasar kota. Kau tahu kopi ini kupesan mendadak, agar dapat kopi fresh sangrai yang digiling halus ketika pembeli
datang. Aku mengalah dalam antrean penggemar kopi. Aneh mungkin bagi mereka
mengapa aku ikut rapi dalam barisan dengan baju pink fanta. Ekor mata mereka
mengawasiku. (Penggalan Cerpen Kopi dan Karbit karya Nurul Ludfia
Rochmah).
Sore
itu saya diajak Ngopi Mbak Iva, Kepala Desa Cantik, kreatif dan Enerjik di
salah datu Desa di Kabupaten Banyuwangi. Kita ngopi bukan di kedai kopi biasa,
tetapi di sebuah kedai kopi yang luar biasa. Dan menurut saya kedai dengan nama
Kopi Lego inilah yang benar-benar kedai kopi, karena benar benar berada di kebun
kopi, setidaknya saya benar-benar yakin bahwa kopi yang disuguhkan merupakan
kopi asli yang nyaris tanpa campuran, tak seperti zaman saya kecil dulu dimana
ketika orang desa mengsangrai kopi akan dicampur dengan banyak beras maupun
jagung, itupun kopinya tidak diketahui jenisnya, yang penting kopi.
Saya
biasa minum kopi di kantin Bu Dian yang berada di belakang kantor diwaktu
istirahat, seringkali diskusi kecil kita lakukan sambil menikmati kopi sachet
yang menurut iklan “dibuat dari biji kopi
pilihan”. Beberapa ide dan gagasan muncul sambil menikmati kopi yang sudah
dikemas bersama gula dalam satu sachet, harganya relatif sangat murah dan
nyaris tanpa ampas. Berbeda dengan kopi di kedai kopi di tengah kebun kopi yang
kita nikmati siang itu, kopi disajikan tanpa ditambahkan gula dan ada ampasnya
alias cethe, meskipun juga disediakan
gula, namun menurut pemilik kedai kopi, akan lebih nikmat meski tanpa dicampur
dengan gula.
Saya
mencoba menjadi pecinta kopi dengan cara menikmati kopi tanpa gula, begitu juga
dengan Mbak Iva yang juga ngopi di depanku, pada awalnya kopi terasa pahit,
namun lama kelamaan kopi tersebut akan terasa nikmat, dan saya yakin ini bukan
karena saya berada di depan perempuan cantik dan manis yang juga sedang
menikmati kopi, seperti halnya orang manca negara yang sebagian besar juga
menikmati kopi tanpa ditambah dengan gula, kita akan benar benar menikmati kopi
ketika kopi tersebut tidak ditambahkan gula.
Beberapa
variasi dilakukan untuk menikmati secangkir kopi, ada yang menikmati kopi murni
tanpa campuran apapun selain air, ada juga yang ditambah dengan gula, baik gula
putih maupun gula merah, maupun dicampur dengan susu atau cream. Begitu juga
dengan jenis kopi yang dihidangkan, ada yang senang dengan robusta, ada juga
yang mengggemari arabika. Ada juga yang lebih senang dengan cascara,. Minuman yang
terbuat dari kulit kopi yang ketika diseduh rasanya menyerupai teh, meskipun
dibuat dari kulit kopi, namun cascara tidak mengandung cafein sebagaimana kopi,
ternyata kulit tidak mesti identik dengan isi.
Mungkin
jarang yang mengetahui bahwa sebutan kopi
lanang yang disematkan pada kopi monokotil, yakni sebutan kopi yang tidak
berkeping dua tersebut bukanlah jenis kopi dengan tumbuhan tersendiri, namun kopi dengan pohon yang sama dengan kopi
berbelah pada umumnya, dengan telaten disendirikan kopi yang tidak terbelah
ini, karena nilai jualnya akan lebih tinggi. Begitu juga dengan biji kopi, para
petani kopi saat ini sudah mulai menjual kopi dalam bentuk olahan, mereka
memilah dan memproses biji kopi menjadi kopi siap saji dengan beberapa kualitas
yang berbeda dengan cara di sortir sesuai dengan kelasnya.
Di
Kedai kopi di tengah kebun kopi yang ada di beberapa wilayah di Kabupaten
Banyuwangi, selain kita dapat menikmati berbegai jenis dan varian kopi, kita
juga dapat mengetahui proses produksi kopi, cara pemilahan hingga pembuatan
minumah kopi dengan takaran yang pas. Beberapa jenis minuman kopi juga dikembangkan oleh
petani kopi, selain pemanfaatan kulit kopi yang dijadikan minuman (cascara), juga
Wine Coffe, yakni kopi yang diproses
melalui fermentasi yang pada akhirnya akan mengeluarkan kopi dengan aroma wine
tanpa alkohol.
Saya
benar- benar menikmati kopi yang sebenarnya, kopi yang digiling dan bukan kopi
yang digunting, yang tentu akan lebih sehat. Kopi dari biji kopi pilihan yang
menurut petani dipilih dari biji kopi terbaik yang dimiliki, secangkir kopi
yang merangsang dengan aroma harum dan serasa manis meski kita minum tidak
ditemani perempuan dengan wajah manis, yang tentunya lebih terjamin keaslian kopinya,
kopi yang di manca negara dibeli dengan harga yang tidak murah, sebuah tanaman
yang dengan mudah tumbuh di Indonesia, yang seharusnya dapat mensejahterakan
para petaninya.
Mungkin
para petani kopi berkhayal bahwa kopi mereka dapat menguasai pangsa pasar
diwilayahnya sendiri, meskipun saat ini penikmat kopi masih lebih banyak
menikmati kopi yang digunting sebelum masuk cangkir daripada kopi yang digiling.
Setidaknya minuman yang sebenarnya berkelas ini dinikmati oleh para pejabat
dari kopi murni yang diproduksi oleh para petani, disangrai sendiri oleh
masyarakat dengan doa dan kesabaran untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Bukankah
kita minum kopi juga dengan penuh kesabaran?, secangkir kopi bisa kita nikmati
berjam jam sambil mengesah inspirasi?, tidak seperti minum es cendol yang satu
mangkok penuh bisa nyaris tanpa sisa dalam hitungan menit?.
Sebagaimana
yang disampaikan Mbak Iva sebagai Kepala Desa diwilayah yang sebagian besar
wilayahnya merupakan kebun kopi, agar kopi yang dihasilkan dari perkebunan
rakyat tersebut lebih bernilai daripada sekedar dijual ke pabrik yang
kadangkala harganya kurang bersahabat, berharap masyarakat lebih memilih kopi
murni yang diproduksi sendriri daripada kopi yang diseduh secara instan dari
kopi yang digunting dari bungkusan sachet seharga tidak sampai seribu rupiah
untuk satu gelas kopi.
*Penulis
adalah Ketua Lentera sastra
1 komentar:
Mantap tulisannya semantap kopi asli yang di giling bukan di gunting,semoga menginspirasi masyarakat untuk lebih bisa mensejahterakan petani kopi kita
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar