Lentera Sastra Ajarkan Merdeka Belajar yang Sesungguhnya
Oleh
: Imtiyaza Syifa Ramadhani Risdayanti
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar
Makarim. Esensi kemerdekaan
berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka
mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di
level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan
kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.(wikipedia).
Tentunya cara berfikir tersebut harus sesuai dengan koridor keilmuan yang harus
dikuasai oleh seorang pendidik, sehingga dapat mengarahkan cara berfikir siswa
dengan benar.
Menulis merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan ide dan gagasan dari proses berfikir dan menganalisa dalam bentuk karya tulis, secara teoritis yang diajarkan guru secara turun temurun dalam menulis tersebut setelah ditentukan tema dari sebuah tulisan, maka terlebih dahulu dibuat kerangka tulisan agar tulisan yang akan kita susun menjadi mudah dan terarah, sebagaimana mata pelajaran yang harus menggunakan kurikulum secara rinci atau bahkan menggunakan bahan ajar yang sama, sehingga setiap guru akan memberikan materi yang relatif sama pada mata pelajaran yang sama.
Dua tahun terakhir lembar opini Jawa Pos Radar Banyuwangi
dihiasi dengan berbagai opini yang ditulis siswa dan guru madrasah serta
pegawai pada Kementerian Agama. Sebuah kemajuan dibidang literasi tersebut
tidak terlepas dari peran kelompok Lentera
Sastra (Terminal Literasi Pegawai kementerian Agama) yang memberikan
pelatihan dan pendampingan secara berkelanjutan, baik secara ofline maupun
online.
Menarik dicermati dari pembelajaran tersebut
adalah guru dan siswa diajarkan cara menulis yang keluar dari pakem yang selama
ini banyak diajarkan, pembelajaran dan cara penulisan merdeka benar-benar
diterapkan, hal ini bukan hanya mengajarkan guru dan siswa menulis diluar materi
yang diajarkan di sekolah, tetapi sistim penulisan tanpa kerangka yang
diajarkan benar-benar membuat guru dan siswa semakin leluasa untuk menuangkan
karya tulis tanoa harus disekat dengan kerangka yang kadangkala harus berubah
atau disesuaikan ketika kita sedang menulis. Penggunaan imajinasi liar (istilah yang digunakan) dalam menulis merupakan
sebuah teriobosan baru untuk menjadikan sebuah tulisan menjadi lebih
konfrehenship, dan tidak hanya terpaku pada satu bidang keilmuan.
Kebangkitan semangat menulis di kalangan guru
dan siswa tersebut menjadikan tonggak sejarah baru di dunia pendidikan di
Kabupaten Banyuwangi, bukan hanya arya tulis yang dipublikasikan melalui media
saja yang telah digerakkan, tetapi juga munculnya buku-buku karya ASN maupun
siswa terus bermunculan dari berbagai disiplin ilmu maupun tema tulisan. Hal ini
merupakan lomcatan besar dari dunia pendidikan, siswa bukan hanya diajarkan
menerima ilmu dari guru, tetapi juga diajarkan untuk menganalisa dari berbagai
sudut pandang serta menuangkan hasil renungan tersebut dalam bentuk karya tulis
yang dipublikasikan maupun dibukukan, baik sendiri sendiri maupun bersama sama.
Keinginan dan kemampuan menulis kini juga mulai
merambah pada siswa MTsN (setingkat SMP), baik dalam bentuk kanya tulis opini
yang dipublikasikan, maupun karya tulis Fiksi dalam bentuk novel yang diunggah
dan dipasarkan secara online. Beberapa madrasah memberikan apresiasi terhadap
siswa yang tekkah mengembangkan karya tulis ini dengan mengingat bahwa karya
tulis tersebut sangat bermanfaat bukan hanya bagi penulisnuya saja, namun juga
memberikan wawasan baru bagi para pembacanya, terlebih beberapa tulisan dibuat berdasarkan
pengalaman pribadi sang penulis.
Konsep merdeka belajar yang dicanangkan
pemerintah sangat klop jika dilaksanakan bersamaan dengan pencanangan madrasah
literasi, terlebih dengan proses pembelajaran tanpa sekat ruang dan waktu yang
memungkinkan siswa dapat berkonsultasi dengan para guru maupun mentor kapanpun
secara online. Penerapan pembelajaran maupun pelatihan menulis yang dilakukan
Lentera sastra menjadi salah satu metode yang dapat ditiru dalam konsep merdeka
belajar, karena siswa tidak dituntut dengan skor maupun nilai, tidak ada
deadline waktu tertentu untuk mengerjakan tugas, mereka diberika kelluasaan
untuk mengerjakan tugas, namun demikian terbukti para peserta berlomba untuk menyeesaikan
tugas dengan baik, tepat dan cepat.
Membuat karya tulis yang hanya berdasarkan tema
tanpa harus membuat kerangka karangan menjadi salah satu bentuk merdeka belajar
dan merdeka berfikir, penulis tidak dikekang dalam satu kerangka yang menurut
orang lain akan memudahkan, namun bagi sebagian yang lain juga menyulitkan dan
mengakibatkan kebuntuan dalam dunia penulisan. Namun demikian nbukan berarti
bener benar bebas dalam menulis, karena masih terikan pada sebuah tema yang
harus menjadi pedoman dasar dari sebuah karya tulis.
Bentuk
pembelajaran diluar kelas akan mendekatkan peserta didik pada objek
pembelajaran tersebut, menghilangkan sekat yang kaku hubungan antara siswa
dengan sang pengajarnya, suasana yang lebih santai tersebut membuat peserta
didik lebih rilek dan berani untuk menyampaikan pendapat yang kadang kadang
tidak dapat dilakukan diruangan.
Merdeka
belajar bukan berarti penerapan pembelajaran dengan sangat bebas tanpa
mempedulikan etika, karena pembelajaran yang beretika dan bermartabat masih
tetap harus dilaksanakan meskipun dalam kondisi yang sangat akrab antara
pendidik dan pengajarnya. Hal inilah yang membedakan ilmu yang didapat pada
lembaga pendidikan dengan yang didapat melalui media online sepenuhnya, karena
dengan adanya pendidik yang profesional yang mendampingi peserta didik dalam
mengais ilmu sebanyak-banyaknya tersebut masih tetap terukur dan terarah dengan
bimbingannya.
*Penulis
Mahasiswa FKIP Jurusan Pendidikan Matematika Unej Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar