“Ruh”
oleh : Dardiri
Membuka kamus sore ini. Tiba-tiba saja terbetik dan ada yang menggelitik keingintahuanku. Berkali-kali kubuka dan kucari dengan teliti. Hasilnya sama. Angin. Ya angin-lah yang bisa mewakilinya dalam bahasa sederhana. Tetapi, bukan, dan tidak. Jelas-jelas bukanlah angin. Terlalu sepele dan teramat sederhana jika disebandingkan dan disetarakan hanya dengan angin.
Ruh. Siapa yang pernah bertatap muka dengannya?. Agaknya sedikit konyol dan kurang terkontrol atau malah lebih tepat dikakatan sia-sia bahkan gila membanding dan menyetarakan ruh. Sejak zaman pra peradaban sampai era millenium ketiga ini tak ada satupun bahkan dari ciptaan paling dahsyat sekalipun yang pernah bertatap muka atau berbincang-bincang secara langsung dengannya. Segala warna dan rupa disematkan. Segala daya yang tampak dan yang tidak kasat mata dicurahkan. Toh, tak ada penggambaran yang benar-benar tepat mengejawantahkannya dalam ujaran. Wahyu, Ilham, wangsit, wisik, atau apapun juga yang senantiasa dikait-kaitkan dengan yang gaib-gaib dan yang serba ajaib pun tak pernah dengan cermat memerincinya.
Ruh. Johar Awal, Idhafi, Rabbani, Rohani, Nurani, Kudus, Rahmani, Jasmani, Nabati, Rewani, Insani, Hewani, Amri, Amin, Hayat, Jismulatif, Jiwa, Adam Makhdum, Makdum Sarpin, Atman, Juwatman, Nafas, Anfas, Tanafas, Nufus, Mutmainah, Amarah, Sufiyah, Aluwamah, Mulhimah, Sukma Kawekas, Sukma Wening, Sukma Sejati, Sukma, Nyawa, Rahsa, Rasa Sejati, Urip Sejati, Dayaning Urip, Badan Alus, Proyeksi Eteris, Manifestasi Keabadian, Super Ego, Diri Pribadi, Mana yang benar-benar Ruh?.
Ragam cara dan ungkapan telah ditempuh dan digubah hanya untuk benar-benar memberikan gambaran tentang Ruh. Lelaku Khalwat, Uzlah, Tawajuh, Samadi, Tapa Sepi, Tapa Ngrame, Aurad, Mantra, Rajah, Kitab, Syiir, Kidung, Tembang, Lagu, Nyanyian, Raga Sukma, Ocultisme, Tanasukh, Reinkarnasi, Manitis, Ungkapan dan sebutan Warangka Manjing Curiga, Kodok Ngemuli Lenge, Kusuma Anjrah Ing Tawang, Galihing Kangkung, Susuh Angin, Gegering Punglu, Tapaking Kuntul Nglayang, Tanggal Pisan Kapurnaman, Alam Awang Uwung, Titik Ba’, Titik Nun, Manifestasi Alif, Sirr, Nur, Astakyun Awal, Martabat Tujuh, Tujuh Langit, Lima Bumi, Baitul Makdis, Baitul Muharram, Jagad Alit, Pastoral, Yoga, Manunggal, Al-Hulul, lalu gelar dan keadaan Indra ke enam, Indigo, Kawaskitan, Kesdik Paningal, Bashirah, Arif Billah, Fana Fillah, Baqa Billah, dan entah berapa banyak lagi yang tentu tidak semua pernah masuk di telingaku. Tetapi bukan itu yang terpenting. Adakah yang dapat benar-benar menjabarkan alam Ruh?.
Ruh tidak tersentuh. Ia sedikit abadi dan nyaris di bawah sempurna. Ia terkunci dan tidak ada yang tahu bagaimana, apa, dan di mana disimpan kunci itu. Ia mungkin berjalan, duduk, berlari, berkaca, merias diri, dan mungkin juga bercakap-cakap dengan sesamanya. Jauh di alam duga yang penuh perkiraan maya. Di luar batas analisa dan prasangka. Di bawah alam bawah sadar yang tidak pernah sadarkan diri. Di atas cakrawala semesta yang sama sekali tiada pernah tersentuh cahaya sehingga tidaklah mungkin dihitung bagaimana ruang, berapa jarak dan kecepatannya. Ruh begitu utuh dan rahasia. Murni juga hakiki.
Hentikan!. Terlarang untuk membicarakannya lebih dalam.
Seketika. Aku merasa takut sekali. Tidak pernah aku merasakan ketakutan semacam ini. Aku benar-benar marasa takut. Jantungku berdebar hebat. Dadaku bergetar. Kututup kamus tebal di hadapanku. Kepejamkan kedua mataku. Aku ingin menangis tetapi malu kepada bayanganku sendiri. Kusandarkan kepalaku yang layu di kursi kayu yang tidak bergoyang itu. Pikiranku melayang-layang entah kemana. Dan tiba-tiba ada suara yang samar tetapi semakin jelas dan semakin terang.
“Di mana Ruh, yang bernama “dirimu sendiri”. Ketika kau buka lembaran-lembaran kamus besar di hadapanmu, sore ini?”.
(K G P H : 18 Februari 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar