“Prolog Debu”
oleh : Dardiri
Saksikanlah,
Serapah angin menjulurkan lidahnya di sepanjang jalanan beraspal legam,
Ada rerupa seperti asap sisa pembakaran jerami di permukaannya yang tampak rata,
Asap yang tidak berbau itu,
Masuklah ke dalam lubang kunci,
Kecil sekali,
Dicarinya jalan paling sempit untuk dilaluinya agar keluar dengan selamat dan sampai di dalam sebuah rumah bergorden kain warna biru langit,
Persis seperti warna layar telepon genggam yang dilihatnya semalam,
Dan ketika angin mendadak meninggalkannya begitu saja di kisi-kisi jendela,
Tiba-tiba ia letih dan ingin sejenak rebah di punggung kusen pintu yang terbuat dari besi tidak berwarna itu,
Ia tertidur karena pintu selalu tertutup dan jendela di sampingnya juga tidak pernah terbuka,
Sebelum mimpi menjadi cita-cita paling merdeka datang dan membawanya terbang kembali,
Ia berharap,
Ketika bangun nanti,
Ada sepasang lentik jari menyekanya dengan kain lembut,
Atau menggarisnya dengan tulisan-tulisan aneh tentang sesuatu yang bahkan tak pernah dikisahkan kepada kekasihnya,
Siang itu,
Adakah ruang pengap yang dirasakannya juga berasal dari sepasang lentik jari dengan selingkar awan di manisnya itu?,
Ia baru mengerti bahwa sebenarnya ia adalah debu yang baru saja ditikam terik lalu terbawa angin dan masuk ke dalam sebuah rumah dengan tanpa mengucapkan salam atau menyampaikan kabar berita sebelumnya,
Iapun baru menyadari bahwa lentik jari yang selalu diharapkannya itu,
Tak ditemuinya lagi,-
(K G P H : 18 Februari 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar