“Niscaya”
oleh : Handaru
Masih,
Tentu tidak serta-merta menghilang begitu saja,
Pernah,
Suatu ketika,
Kamu mengajariku tentang angka-angka,
Aku memberimu kata-kata,
Kamu menuliskan abjad di belakang angka yang kubuat,
Aku memberimu kata sesudahnya dengan rahasia,
Kita tidak pernah berjanji,
Tetapi kita saling mengerti,
Kita tidak pernah mengumbar keniscayaan,
Tetapi kita saling memamahamkan kepercayaan,
Karena janji berawal dari kepercayaan,
Dan,
Saling mengerti adalah keniscayaan,
Tak ada yang tahu,
Bahwa sebenarnyalah angka dan abjad yang tersemat tak lebih seperti sungai berbatu yang kita lewati begitu saja atau kita seberangi dalam waktu yang tidak begitu lama,
Karena layar memang tak dibutuhkan untuk menyeberangi sungai berbatu yang didiami riak dan jeram berkejaran,
Selalu,
Ketika kukatakan lelah,
Kamu bilang bukan,
Ketika kutawarkan berhenti,
Kamu bilang tidak,
Ketika kuberikan peristirahatan sejenak,
Kamu bilang jangan,
Sungai berbatu yang mengalir dari negeri cahaya dan didiami riak serta jeram itu tetap mengalir,
Sesekali menerjang patahan ranting dan kayu juga rimbun bambu,
Melewati ngarai, lembah, dan menghardik jurang-jurang gelap,
Dan terus bersenyawa dalam butiran napas,
Mencari muara ketika senja mungkin tengah menyingsingkan pergelangan malam,
Kita tak butuh layar,
Kita tak perlu sampan,
Karena kita menyisipkan pendar ingatan dalam buluh darah yang tak selamanya merah,
Dan
Ketika kukatakan masih,
Kau tak mengatakan apa-apa lagi,-
(Tulisan ini didedikasikan untuk mengenang sekaligus doa tepat 3 hari wafatnya Yth. Alm. Bpk. Achlis Yusrianto Allahu Yarham)
(K G P H : 21 Februari 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar