ABOUT TIME
Biarkan
saja tentang dulu ataupun nanti
Jalani
saja masa kini
Walaupun
hanya aku yang melihatmu
Biarpun
hanya aku yang merindukanmu
Langit malam ini gelap. Tak ada bintang. Bulan pun hanya bersembunyi
di balik awan yang kelam. Hanya angin yang menderu yang dapat kurasakan. Angin
yang menerpa wajahku, wajah yang berurai air mata. Sudah beberapa kali patah
hati seperti ini. Tetapi rasanya tetap sakit. Sakit sekali…
Waktu memang selalu bergulir. Ada kalanya waktu memberikan
kebahagiaan, namun tak jarang pula memberikan rasa sakit seperti yang kurasakan
saat ini. Padahal, aku baru saja menemukan bahagia walaupun hanya sesaat.
“Semoga gak PHP lagi.”
Jam sebelas lewat. Aku membaca pesan dari lelaki itu. Sudah sering
aku mengajaknya bertemu, namun justru aku sendiri yang membatalkan janji itu.
Kebanyakan alasannya karena aku tidak siap bertemu lelaki lagi. Dia mungkin
marah. Pasti. Tak mungkin dia sesabar itu setelah sering kubatalkan janji
bertemu kami. Tapi tak pernah dia menujukkan kekesalannya padaku. At least, itu
yang kurasakan.
Setelah membaca pesannya, aku masih sempat berpikir akan membatalkan
janji beretmu itu lagi. Lagi-lagi karena aku tidak siap bertemu dengannya.
Namun, karena aku membutuhkan hiburan setelah kekacauan di tempat kerjaku, aku
bulatkan tekadku untuk bertemu dengannya.
Janji bertemu kami adalah pukul 4 sore di kotanya. Aku berangkat
dari rumahku pukul 3.30, padahal butuh waktu dua jam untuk sampai di kotanya.
Dan benar saja, aku sampai di sana pukul 5.30. Sabar. Tentu saja. Tak pernah
kutau dia marah padaku. Lelaki itu tetap menungguku.
Salah satu pantai di kotanya menjadi tujuan kami. Pantai itu indah
sekali setelah direnovasi. Kulihat banyak pengunjung memadati pantai karena
memang saat itu Sabtu malam. Dia mengajakku berkeliling dan mencari tempat
nyaman untuk mengobrol. Tak lama berjalan, kami menemukan tempat yang sunyi,
tepat untuk mengobrol. Dengan diiringi lagu tradisional di kejauhan, kami
mengobrol. Cukup lama, lebih dari tiga jam. Banyak yang kami bicarakan, termasuk
masa lalu. Kami sebenarnya sudah saling mengenal sejak beberapa tahun lalu,
sebelum tempat tugasku pindah ke kota lain. Lelaki itu dulunya adalah atasanku,
walaupun bukan atasan langsung. Kami sering bertemu walaupun tentu saja dia
tidak mengenaliku sebelumnya. Apalah aku, hanya bawahan yang tidak menonjol.
Namun, entah sejak kapan kami menjadi sedekat ini, saling bercerita. Mengobrol
dengannya terasa nyaman hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat.
Waktu. Bahagia saat itu.
Masih kuingat jelas obrolan kami saat itu. Masih kuingat juga saat
dia menggenggam tanganku saat aku hampir terjatuh melewati permukaan yang tidak
rata. Hatiku jelas berdegup begitu kencang saat itu. Sudah lama aku tak
merasakan ada lelaki yang menggenggam tanganku begitu erat seolah-olah tak
ingin melepaskanku selamanya. Begitu saja aku sudah bahagia.
Sudah larut malam saat dia mengantarkanku ke penginapan. Walaupun
aku sangat lelah, aku tak bisa cepat memejamkan mata. Baru saja kami berpisah,
tetapi aku sudah merindukannya. Aku tak bisa berhenti mengingatnya.
Keesokan harinya, aku kembali ke kota tempat tinggalku. Walaupun aku
masih ingin bertemu dengannya, aku menahannya agar perasaanku tidak terus
tumbuh. Aku sebenarnya bukan wanita yang mudah jatuh cinta. Terakhir kali jatuh
cinta pun sudah lama. Perasaan rindu untuk lelaki itupun aku tak yakin aku
pantas menyebutnya cinta. Tetapi, aku tetap rindu. Dan rinduku semakin dalam
seharian itu.
Malam harinya, kuberanikan diri untuk menanyakan padanya apa yang
sedang dia lakukan. Dan dia menjawab bahwa dia sedang bersama Wulandari. Tentu
saja aku kaget. Aku bahkan menangis. Aku tak tau kenapa tiba-tiba mengeluarkan
air mata ini. Dia sedang bersama Wulandari? Aku kenal Wulandarinya. Wanita itu
cantik sekali. Aku bahkan kagum pada wanita itu walaupun aku juga seorang
wanita. Apalagi sebagai lelaki, tentu saja akan senang bersama wanita cantik,
anggun, dan cerdas seperti dia. Apalah aku. Aku hanya wanita yang tidak cantik.
Tak pantas dibandingkan dengan Wulandari. Dan memang Wulandari yang lebih tepat
bersanding dengan lelaki itu, dibandingkan aku.
Waktu. Sedih sekali saat ini.
Aku terus menangis. Masih. Tak kusangka perasaan rinduku untuk
lelaki itu sampai seperti ini. Untuk marah pun, tentu saja aku tak pantas. Aku
bukan siapa-siapa bagi lelaki itu. Mungkin dia baik padaku hanya karena dia
memang orang baik. Atau karena hubungan kita sebagai rekan kerja di masa lalu.
Entahlah…
Langit gelap ini pun seperti memahamiku. Tak kulihat satupun bintang
di atas sana. Bulan yang kadang masih muncul walaupun malu-malu, saat ini pun
tak terlihat. Hanya angin yang menderu yang menyembunyikan tangisku. Rasanya
malu jika sampai orang lain melihatku masih menangis pada usiaku ini. Sial.
Kenapa aku harus menangis karena lelaki itu? Apa yang harus kulakukan sekarang?
Apa aku harus menjauh dari lelaki itu? Apakah aku akan sanggup jauh darinya?
Pikiranku berkecamuk saat ini.
Lalu, kutulis segala kecamuk dalam pikiran dan hatiku melalui
tulisan ini. Biar kuserahkan semuanya pada Tuhan. Berharap tangisku tidak
sia-sia. Berharap rinduku sampai padanya. Berharap ada balasan yang kunantikan
untuk perasaanku. Semoga.
Sometimes, crying is the
only way of your eyes to tell everyone what makes your heart hurt when your
lips can not explain anything.
Panggil aku Ria, agar kalian bisa mengingatku sebagai wanita yang
selalu bahagia.
By Riantini, ASN Kota Sebelah
1 komentar:
I sent it to you just because I wanted you to know how I felt. It's about you, the one whom I miss the most.
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar