SISWA BERKARYA, GURU SUKA CITA
Oleh : Nurul Ludfi R
Dari pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Nadhim Makarim, dapat disarikan pengertian tentang makna guru penggerak. Makna
Guru Penggerak adalah guru yang mengutamakan murid dari apa pun, bahkan dari
kariernya sendiri. Mereka akan mengutamakan murid dan pembelajaran murid.
Mereka akan mengambil tindakan tanpa disuruh, diperintah, untuk melakukan yang
terbaik demi pendidikan di sekolah. Apakah saya termasuk guru penggerak?
Mungkin saya belum pantas mendapatkan julukan itu tapi saya ingin menuju ke
sana. Yang jelas selama ini saya mendedikasikan diri sebagai guru bahasa dan
sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) dan berusaha menunaikan
kewajiban sebaik yang saya bisa.
Sebagai guru bahasa dan sastra Indonesia, ada
keprihatinan yang besar terhadap kemampuan literasi siswa SMA/MA. Mereka kurang suka membaca apalagi menulis.
Padahal dua kegiatan itu saling berhubungan bahkan saling ketergantungan. Mereka
akan mampu menulis dengan baik bila memiliki tabungan membaca yang baik.
Tabungan bacaan itulah yang akan menjadi amunisi menulisnya. Bila ketika ada stagnanisasi dalam menulis mereka perlu
membaca yang lebih banyak lagi. Pernah saya mendengar pengantar dari Najwa
Shihab tentang sangat pentingnya membaca untuk menulis. Kata Najwa, jika kita
ingin menulis sekali kita perlu membaca tiga kali. Setelah membaca, kita
memerlukan ruang dan waktu untuk mengendapkan semua materi bacaan itu. Barulah
setelahnya kita menuliskan apa yang kita baca berdasarkan kemampuan kita
mengolahnya.
Tahun 2017, sejak saya mengikuti salah satu
kegiatan pelatihan guru menulis, saya menekadkan diri untuk mengajari siswa
saya menulis. Entah apa pun bentuk tulisannya. Kala itu saya terlebih dulu
memeloporinya dengan membuat buku sendiri. Tulisan saya berupa kumpulan cerita
faksi, berjudul Kopi dan Karbit, yang
diterbitkan oleh salah satu penerbitan indie. Saya mencetak buku pada penerbit
yang mau menerbitkan buku berdasarkan pesanan. Istilahnya printed by demand.
Sebelum meminta mereka menulis, saya merancang
metode dan strategi agar program saya terarah. Saya menyesuaikan bentuk tugas
menulisnya dengan materi yang sedang saya ajarkan di kelas tersebut. Tujuannya
agar mereka memiliki ikatan untuk menyelesaikan program tersebut. Saya
berpikir, mereka memang harus sedikit diikat karena mereka belum terbiasa. Pengikatan
tersebut saya balut dengan bahasa menyelesaikan proyek jangka panjang semester.
Proyek tersebut berdurasi satu semester. Saya
mempersiapkan semua piranti pembuatan tugas seperti membuat RPP-nya, membuat
proposal dan izin dari madrasah untuk rencana proyek jangka panjang selama satu
semester, sampai ketentuan teknis atau rambu-rambu penugasan kepada siswa.
Setelah semua perencanaannya beres, saya memulai penugasan di awal
semester. Proyek ini memakan waktu kurang lebih 5 bulan. Waktu sepanjang itu
saya bagi menjadi 5 tahap. Tahap pertama merencanakan tulisan. Tahap kedua,
menuliskan draf tulisan dengan ditulis tangan. Saya tidak menganjurkannya
mengetik. Hal ini terus terang saya lakukan untuk meminimalisasi plagiasi
siswa. Saya mengawal benar tulisan tangan siswa ini. Satu persatu mereka saya
datangi, di sela-sela mereka mengerjakan
tugas saya di kelas. Mereka boleh mengerjakan proyek tersebut di rumah dan pada
saat ada jam saya di kelas mereka harus membawa draf tulisan tersebut. Saya
ingin mereka mengerjakannya sedikit demi sedikit. Waktu menulis yang saya
berikan cukup longgar, yakni satu bulan. Saya mendapatkan jatah jam mengajar di
masing-masing kelas sebanyak 4 jam pelajaran seminggu. Jika satu bulan, tiap
kelas memiliki waktu konsultasi maksimal 8 kali. Ini tahap yang paling penting.
Tahap ketiga, setelah draf tulisan tangan
selesai dan saya setujui, mereka saya minta untuk mengetiknya. Tahap keempat,
saya akan memilih 2-4 orang tiap kelas sebagai tutor sebaya. Mereka saya pilih
berdasarkan kecakapan menulis dan kemampuan IT-nya. Kepada mereka saya ajarkan
teknik self editing. Tugas mereka
adalah membantu saya mengedit awal tulisan teman-temannya dan menyusun setiap
tulisan itu secara urut berdasarkan presensi siswa. Proses ini berlangsung
selama satu bulan.
Tahap kelima, pekerjaan para tutor sebaya ini,
saya edit kembali dan saya jadikan satu file. Pekerjaan mereka ini sangat
membantu saya dalam mengedit akhir. Hasil tulisan mereka siap saya bukukan. Saya
tinggal melengkapi, sinopsis, blurb, kata pengantar, dan mengadakan negosisasi
dengan penerbit. Tentang pembiayaan buku, kita pikul bersama. Begitu
pembicaraan dengan penerbit selesai, maka pembiayaan cetak buku saya bagi rata
dengan jumlah seluruh siswa. Memang, lebih mudah saya mengikat mereka karena
ini berkaitan dengan penyelesaian tugas akhir semester.
Poin yang didapat
dari proyek ini adalah mereka memiliki karya orisinal dan dibukukan. Ini adalah
kebanggaan tersendiri setelah mereka memegang buku karya sendiri. Bagi saya,
proses membimbing mereka satu persatu membuat saya memahami sejauh mana
kemampuan mereka menulis, kesungguhan mereka dalam berupaya, dan seberapa
banyak kesulitan yang mereka alamai dalam menulis. Ini adalah bekal saya untuk
memperbaiki cara mengajari mereka menulis di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar