Meneroka Giat Literasi Keluarga Sakinah
Lantas kapan dan bagaimana giat literasi itu mulai diterapkan dalam kehidupan manusia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut alangkah baiknya kita meneroka giat-giat literasi sederhana berikut ini.
Pertama, Sebenarnya literasi itu telah melekat di awal kehidupan manusia di sebuah keluarga. Sejak dalam kandungan seorang ibu selama 9 bulan dalam keluarga sakinah, calon bayi sudah diperdengarkan dengan alunan merdu dari ayat-ayat suci Al-Qur’an beserta suguhan perilaku-perilaku santun dari kedua orang tuanya. Berharap sang bayi kelak terlahir sempurna menjadikan buah hati yang sholeh dan sholehah.
Begitu lahir, kembali suara adzan berkumandang di telinga sang bayi yang telah dinantikan kehadirannya. Berlanjut dengan hari-hari menimang penuh belaian kasih sayang mengajaknya berkomunikasi walau sang bayi belum bisa menangkap pembicaraan kedua orang tuanya. Setahun berikutnya si anak mulai belajar berucap dan kedua orang tua melatihnya dengan segenap hati hingga mengenalkan kata dan kalimat serta perilaku yang berakhlaqul karimah. Begitu berjalan seterusnya mengikuti perkembangan sang buah hati. Dengan gambaran ini seorang penyair ternama Hafiz Ibrahim mengatakan bahwa ibu adalah madrasah (Sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya. Ini mengisyaratkan seorang ibu sebagai sekolah pertama bagi anak yang selalu menemani hidup dan memberikan pembelajaran anak mengenal baca tulis hingga pembangunan pondasi diri anak. Dari sinilah tanpa disadari nilai-nilai literasi sederhana telah tertanam sejak dini di dalam jiwa manusia di sebuah keluarga sakinah.
Kedua, Literasi dibentuk melalui penanaman pembiasaan keseharian pada diri anak. Pembiasaan yang ditanamkan di suatu keluarga berupa kedisplinan melaksanakan ibadah( sholat lima waktu, membaca Al-Quran setiap hari, bersedekah), kedisiplinan menuntut ilmu(bersekolah umum/agama), berinteraksi harmonis baik intern keluarga maupun dengan lingkungan sekitar rumah( peduli dan santun).
Ketiga, Penggalian potensi diri anggota keluarga. Menjadikan sebuah keluarga yang bernilai literat adalah keluarga yang berusaha menggali semua potensi diri dari semua anggota keluarganya baik anak maupun orang tua. Dengan mengetahui potensi diri yang dimiliki oleh seluruh anggota keluarga, tentunya keluarga akan bahu membahu saling mendukung serta terus berusaha untuk mengembangkannya. Proses pencarian informasi tentang potensi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan ilmu, bakat dan minat merupakan perilaku literasi. Semisal anak memiliki bakat keterampilan berbicara(berpidato/membaca puisi/Qiroah dll) maka kedua orang tuanya harus tanggap dan pandai-pandai memfasilitasi dengan berbagai cara agar bakat anak dapat tersalurkan.
Keempat, penyediaan sarana penunjang literasi dalam keluarga. Tak perlu mahal menyiapkan perpustakaan mini dalam keluarga hanya dengan menyulap bufet di ruang tamu menjadi rak buku cantik berisikan mulai dari buku bacaan anak, buku pengetahuan umum dan agama, majalah keluarga dll. Karena hakikat rumah adalah jantung kehidupan yang dapat menjadi sumber kedamaian, sumber kenyamanan, sumber inspirasi/belajar, dan sumber energi bagi seluruh anggota keluarga. Rumah laksana “Baiti jannati”(Rumahku surgaku).
Kelima, penyediaan kesempatan membaca, dan pemberian apresiasi. Orang tua harus meluangkan waktu santai berkumpul di rumah untuk membaca bersama anak-anak. Dan orang tua pun harus memberikan apresiasi sederhana terhadap anggota keluarga yang menorehkan prestasi dalam bidang akademik maupun non akademik.
Keenam, membangun literasi digital dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam keluarga. Di zaman millenial yang serba canggih seperti sekarang ini, hampir setiap keluarga memiliki handphone sebagai sarana komunikasi. Pemanfaatan handphone tidak hanya sekadar alat komunikasi saja namun bisa dijadikan sebagai media belajar bagi anggota keluarga. Misal melalui searching google dan tutorial di youtube setiap anggota keluarga bisa banyak belajar mulai belajar bisnis online, belajar memasak, menjahit, mekanik dll. Semua tergantung pemanfaatan dan kebutuhannya.
Akhirnya dimulai dari hal kecil, alamiah dan naluriah serangkaian gerakan literasi sederhana yang terbangun di dalam sebuah keluarga sakinah. Harapan nantinya akan berkembang menjadi insan-insan yang sholeh dan sholehah berjiwa literat. Tidak ada kata berhenti untuk berliterasi karena literasi adalah bentuk kegiatan yang harus terus digerakkan dan dilakukan untuk mencetak generasi penerus bangsa dengan memiliki kepribadian tangguh, kokoh, berpikir kritis dalam menjawab tantangan zaman. Salam literasi.
Profil Penulis:
Penulis, Herny Nilawati, S.Pd, M.Pd.I Tempat mengajar di MTsN 1 Banyuwangi dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. tempat tinggal Jl. Ijen No. 53 RT 03 RW II Singotrunan Banyuwangi.
Alamat email: hernynilawati9@gmail.com
No hp : 085336005566
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar