Madrasah Bersiap Melaksanakan Pembelajaran New Normal
Oleh : Rosid Tamami, M.Pd
Saat ini sebuah kosakata yang menjadi trending topic
yaitu New Normal yang kemudian
dibahasakan menjadi Kenormalan Baru. Secara sederhana konsep kenormalan baru
ini adalah usaha melaksanakan kembali semua kegiatan rutin sehari-hari kita
seperti semula namun dengan memenuhi dan mematuhi syarat-syarat tertentu
terkait usaha pencegahan penularan Covid-19. Syarat-syarat tersebut adalah
pemenuhan protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19. Aktifitas kembali
seperti semula merupakan suatu hal yang saat ini dirindukan oleh banyak orang,
meskipun bayang-bayang kekhawatiran dan ketakutan juga mengikuti.
Salah satu sektor yang benar-benar melaksanakan kegiatan
dari rumah adalah pendidikan. Sebagian besar kalau tidak bisa disebut semua
sekolah, baik sekolah formal maupun non formal dari tingkat TK/RA sampai
Perguruan Tinggi melaksanakan belajar dari rumah (BDR). Sekolah dapat
melaksanakan kegiatan dari rumah (BDR) secara penuh karena implikasi langsung
nya tidak sebesar sektor-sektor yang lain. Sektor ekonomi misalnya, sangat
sulit melaksanakan kegiatan dari rumah, seperti jual beli di pasar atau mall.
Begitu juga kegiatan keagamaan bagaimana sulitnya himbauan kegiatan peribadatan
keagamaan dipindah dari rumah ibadah secara berjamaah menjadi sendiri-sendiri
dari rumah. Bahkan untuk kegiatan ibadah dari rumah tidak sedikit yang menimbulkan
“konflik” meskipun sebatas informasi hoax dan pelintiran berita di media sosial
bahwa tujuan himbauan ibadah dari rumah adalah usaha untuk membatasi kegiatan
keagamaan semata. Dari uraian diatas memang hanya sektor pendidikan yang
benar-benar dapat melakukan kegiatan dari rumah secara penuh.
Meskipun sebenarnya
kegiatan BDR ini juga menyisakan persoalan yang tidak sedikit. Secara umum ada tiga
permasalahan utama dalam pelaksanaan BDR. Permasalahan pertama adalah terkait
kemampuan guru dalam membuat konsep, skenario dan rencana pembelajaran yng
tentu saja harus mengakomodir situasi dan kondisi terkini dan sangat berbeda
dari biasanya. Permasalahan kedua karena BDR banyak bertumpu kegiatan daring
maka terkait pemenuhan sarana-prasarana, baik gawai yang dimiliki siswa maupun
akses internet serta biaya tambahan yang harus dikeluarkan orang tua untuk
membeli paket data. Sebenarnya permasalahan akses internet ini merupakan
permasalahan klasik karena kita tahu kualitas layanan internet di Indonesia termasuk
lambat. Berdasar data dari Ookla seperti
dilansir dari CNN rata-rata kecepatan
internet kabel di Indonesia adalah 15,5 Mbps dibanding dunia sebesar 54,3 Mbps,
ini menempati peringkat ke 42 dari 46
negara. Permasalahan ketiga terkait hasil belajar siswa, efektifitas dan
pencapaian kompetensi dalam kegiatan BDR. Permasalahan output BDR dan
efektifitas belajar daring ini sedikit banyak juga membuat guru merasa galau.
Kegalauan dari guru muncul karena ada pengamat pendidikan yang menilai
guru kurang cakap, di gaji tanpa bekerja
dan membuat siswa terbebani dengan tugas yang berlebih, meskipun kritik ini
belum tentu benar atau didukung dengan data yang akurat.
Selain menyisakan permasalahan dan kendala pelaksanaan
belajar dari rumah (BDR) juga membawa banyak manfaat meskipun dengan segala
keterbatasan sarana dan prasarana. Manfaat lainya adalah adanya peningkatan
literasi digital terutama guru, meskipun belum ada data pasti. Dapat dirasakan
percepatan litarasi digital guru dengan parameter banyaknya kegiatan webinar dan seminar daring yang diadakan oleh berbagai
lembaga, selalu diikuti oleh guru dari segala tingkatan usia dengan penuh
antusias. Selain itu banyak juga rapat dinas yang diadakan secara daring, yang
jika mau diteruskan nanti pasca pandemi akan tak terhitung berapa jumlah
efisiensi anggaran yang didapat dan dialihkan kedalam kegiatan lain yang lebih
besar manfaatnya.
Terlepas dari
itu semua, tujuan utama dari pelaksanaan BDR adalah dalam rangka pembatasan
sosial (social distancing). Sebagai
salah satu usaha memutus rantai penularan atau infeksi dari Covid-19 dan
kemunculan kluster baru, dan semoga upaya ini akan membawa hasil yang baik. Dan
kita harus berbaik sangka bahwa usaha seluruh komponen mulai pemerintah,
sekolah, guru, siswa dan juga masyarakat/orang tua dalam melaksanakan BDR ini
sudah berhasil menghambat rantai penularan Covid-19. Tanpa terasa sudah berlalu
lebih tujuh puluh hari guru dan murid harus memendam rindu untuk saling mengisi
ruang-ruang kebaikan dalam proses pembelajaran secara langsung. Betapa gembira
ketika diawal rencana kegiatan pembelajaran secara normal akan dimulai kembali
di bulan juni, namun kerinduan itu ternyata belum bisa terwujud karena proses
BDR masih belum bisa diakhiri, dan kemungkinan sampai akhir tahun pelajaran.
Bahkan awal tahun pelajaran yang akan datang juga masih menyisakan banyak
pertanyaan apakah dilaksanakan dari rumah ataukah di sekolah.
Seiring dengan
kenormalan baru yang saat ini sedang diwacanakan dan dicanangkan oleh
pemerintah dengan membagi menjadi lima fase, dimana di akhir juli atau pada
fase ke lima seluruh kegiatan ekonomi sudah dibuka dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan. Meskipun program kenormalan baru dalam bidang pendidikan
lebih khusus dalam proses pembelajaran belum disebutkan secara ekplisit,
artinya belum dijelaskan apakah berbasis BDR atau BDS, sekolah, guru dan orang
tua harus bersiap untuk melaksanakan apapun nanti keputusannya. Dua hal penting
terkait konsep kenormalan baru dalam proses pembelajaran yaitu terkait sikap,
pola hidup bersih dan sehat serta pemenuhan sarana prasarana. Terkait sikap dan
pola hidup bersih maka guru harus betul-betul menanamkan dan membiasakan pola
hidup bersih dan sehat, misalnya selalu mencuci tangan dengan sabun, memakai
masker menjaga jarak menghindari kontak fisik menjadi kebiasaan baru yang harus
dilaksanakan dengan baik. Terkait sarana dan prasarana maka sekolah harus
melengkapi fasilitas cuci tangan dan mengatur jarak tempat duduk, meskipun
seharusnya fasilitas ini sudah lengkap sedari dulu karena sudah disebutkan dalam permendiknas nomor 24 tahun
2007 tentang standart sarana prasarana bahwa setiap kelas harus disediakan satu
buah tempat cuci tangan/kran dan meja serta kursi satu buah untuk setiap siswa.
Wacana kenormalan baru ini
harus menambah optimisme seluruh pemangku kepentingan pendidikan yaitu sekolah, guru, murid dan
orang tua untuk membangun proses pembelajaran baru yang lebih baik. Dan harus
memunculkan sikap yang kuat dalam menghadapi pandemi ini ini yaitu harapan,
optimisme dan pikiran yang positif. Dan terakhir semoga pandemi ini segera berakhir
dan kenormalan baru ini akan membawa sikap, perilaku dan kebiasaan baru yang
lebih baik dari sebelumnya, dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik
tanpa ada bayang-bayang kekhawatiran agar tumbuh generasi masa depan yang
berkualitas dan berkepribadian yang tangguh.
*Guru MTsN 6 Banyuwangi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar