PEMBIASAAN
KARAKTER VIA DARING DENGAN THREE GOOD WORD
Oleh:
Laeli Sigit
Pembelajaran daring/on line di masa New Normal ini merupakan tantangan tersendiri bagi guru, siswa, dan orang tua milenial. Bagaimana tidak, Kegiatan Belajar Mengajar yang seyogyanya melalui tatap muka langsung di kelas harus dirubah dengan pembiasaan baru yaitu dengan pembelajaran jarak jauh. Konsekuensinya siswa harus belajar mandiri di rumah, pembiasaan orang tua untuk mengontrol, mengawasi, mendampingi putra/ putrinya ketika belajar di rumah, dan bahkan memfasilitasi putra putrinya dengan biaya dan sarana yang lebih dari biasa untuk bisa mengikuti pelajaran dengan baik dari rumah. Demikian juga guru yang dianggap sebagai ujung tombak untuk mengarahkan siswa- siswinya belajar di rumah dengan terpaut jarak. Ini adalah tantangan tersendiri.
Memang
segala sesuatunya berpulang pada ketiga komponen tersebut baik siswa, guru
maupun orang tua. Bisa saja sih salah satu, atau dua komponen tersebut kurang care, sehingga efektifitas pembelajaran daring tidak
tercapai. Jadi ketiga komponen tersebut harus saling menyadari bahwa keberhasilan
siswa/ anak dalam belajar diperlukan
kekompakan ketiga komponen dengan win win
solution.
Guru
sebagai pengajar sekaligus pendidik dengan pembelajaran online ini memperoleh
tantangan tersendiri. Sebagai pengajar guru dituntut secara administrasi
terhadap pelaksanaannya dan implementasi tanggungjawab moral guru secara hakiki
adalah bagaimana siswa dalam mengikuti pelajaran on line ini berproses. Dalam
arti berproses untuk belajar yaitu
dimana yang tadinya siswa tidak tahu menjadi tahu, yang sudah tahu menjadi
lebih paham, dan yang sudah paham akan lebih bisa mengerjakan/ menyelesaikan
dengan baik dan benar dalam waktu singkat.
Guru
sebagai pengajar dengan komitmen yang tinggi untuk bisa membawa siswa -siswinya
berproses dalam belajar. Jadi dalam proses pembelajaran online pun tetap
mengedepankan roh/ jiwa dari kegiatan belajar mengajar dengan gold setting pada berprosesnya, bukan fokus pada hasil. Karena hasil
merupakan efek linearitas dari sebuah
proses atau saya katakan bonus/ reward
dari sebuah proses pembelajaran. Guru dituntut untuk melek teknologi dan dipacu
untuk belajar meningkatkan kemampuan diri. Baik dalam hal membuat media
pembelajaran berbasis teknologi, belajar menyampaikan pembelajaran yang efisien
(biaya) dan efektif ( ketercapaian tujuan) tanpa terkendala jarak dengan tetap memperhatikan pembelajaran yang menarik
dan menyenangkan dengan esensi pemahaman isi/ konten dari sebuah materi pembelajaran.
Sedangkan tantangan guru sebagai pendidik, ini lebih
luas lagi karena profesi guru itu tidak mengikat dalam hal formal saja. Seperti
dalam budaya Jawa ada akronim/ tembung kerata basa untuk kata “guru” adalah
digugu lan ditiru. Artinya apa bahwa nota bene guru sebagai profesi yang dalam
status kemasyarakatannya dituntut 24 jam untuk menjadi tauladan yang baik bagi
masyarakat di lingkungannya. Sehingga apapun polah tingkah, tutur katanya
menjadi sorotan atau bahkan center of
interest bagi masyarakat sekitar. Nah disitulah tanggungjawab moral seorang
yang berprofesi guru dibanding profesi yang lainnya.
Demikian
juga dalam proses pembelajaran di rumah/ daring, titik sentral yang tidak kalah
penting yaitu guru sebagai pendidik. Ini hal yang menarik, bagi saya ini adalah
roh dari sebuah pembelajaran atau bahkan pendidikan formal sekalipun. Dalam
bahasa tatanan formal dinamakan hidden
curriculum. Dimana hidden curriculum di masa yang akan datang, bagi siswa/ anak akan mampu memberikan nuansa
penyesuaian diri yang berdampak pada pengambilan keputusan terbaik dari
berbagai alternatif pilihan yang baik. Bahkan menjadi core of life skill bagi anak di masa yang akan datang. Walaupun
kadang hidden curriculum dalam teorinya hanya sebagai pelengkap atau
penyempurna kurikulum formal atau hal yang saling melengkapi antara keduanya.
Bagaimana
pembiasaan karakter via daring dengan three
good word? Yaitu pembelajaran daring dalam komunikasinya senantiasa
menggunakan kata “tolong, terima kasih, dan maaf. Pembelajaran daring memang
tidak boleh lepas dari pembentukan karakter, walaupun seakan tidak mungkin
karena tidak langsung dan terpaut jarak. Karakter dalam pembelajaran daring
harus tetap ada. Komunikasi antara guru dan siswa baik via lisan maupun tulisan
melalui whatsapp, video, telepon, media radio, media TV, handy talkie dan
lain-lain dilakukan dengan membiasakan dengan kata tolong, maaf, maaf dan
terima kasih.
Ketiga
kata tersebut memang sering kita dengar dan familiar di telinga kita, akan
tetapi kadang karena alasan tertentu kata-kata tersebut terlewatkan begitu saja.
Kemungkinan masih merasa canggung untuk mengatakan karena belum terbiasa,
enggan, atau tidak mau atau bahkan tidak tahu. Dalam komunikasi pembelajaran
daring juga perlu pembiasaan menggunakan kata- kata tersebut dalam rangka
mendekatkan hubungan antara guru dan siswa, mencairkan kekakuan pembelajaran
sehingga siswa ketika menerima pelajaran tetep enjoy sehingga dalam
memahami pembelajaran akan lebih mudah dan paham.
Ketika
guru menyuruh siswa hendaknya guru mengawali dengan kata “ tolong “ . Karena
ketika guru mengawalinya dengan tanpa kata tolong, kalimat yang diucapkan akan
terdengar seperti perintah dan tak sadar akan bisa menyinggung perasaan. Misalkan
“Tolong buka materi dan tugas di file power
point yang ibu share ini serta
perhatikan petunjuk cara pengiriman tugas dan penilaiannya!”. Dengan kata “
tolong” maka siswa yang disuruh untuk membuka materi tersebut tentunya akan
dengan senang hati membuka materi tersebut ( minimal sungkan untuk tidak
membuka materi), dan tanpa ada keterpaksaan karena siswa merasa dihargai
sebagai pribadi yang utuh ( kalau dalam bahasa jawanya “ diuwongke”). Selain
itu guru akan memberikan kata “ terima kasih “ dan “ maaf” ketika siswa telah mengirim tugas ke guru.
Misal , “Terima kasih tugas kamu sudah ibu terima, dan maaf masih nunggu
antrian koreksi, mohon sabar ya….”.
Dengan
guru senantiasa legowo untuk membiasakan 3 kata tersebut dalam berkomunikasi
secara daring kepada siswa secara tertulis sekalipun, otomatis guru memberikan
contoh langsung kepada siswa. Ketika menyuruh siswa dengan kata tolong sebelum
kata perintah yang lain, meminta maaf jika guru memang kebetulan salah. Misal
ada kesalahan cetak ataupun salah penjelasan dalam materi daring, maka dengan
kerendahan hati seorang guru harus berani minta maaf kepada siswanya. Atau
bahkan memberikan kata terima kasih pada siswanya ketika siswa memberi masukan
yang sifatnya membangun pada guru. Sehingga dengan pembiasaan/ membudayakan
menggunakan kata tolong, terima kasih, dan maaf, harapannya siswa akan mencontoh
dan membiasakan diri untuk mengatakan 3 kata tersebut dalam komunikasi
pembelajaran daring. Sebagai contoh, Siswa : “ Maaf Bu, transaksi tanggal 6 itu belum dikurangi ya
bu?” Misal ada chat wa seperti ini dari siswa, kita sebagai guru harus tanggap dan segera melihat/ cek kembali materi yang sudah kita layangkan via wa
tersebut. Ketika memang benar seperti yang dikatakan siswa, maka guru segera
meralat dan menyampaikan penjelasannya kembali sesuai ralat tersebut. Dan guru
segera chat seketika itu juga, menyampaikan kata , “ Iya betul, maaf belum mengurangkan
dan terima kasih atas masukannya” “ ini ralatnya sudah ibu share kembali. Terima kasih”. Jika perlu menggunakan emoji sebagai
ganti ekspresi kita ketika minta maaf dan terima kasih seperti ketika kita
bertatap muka langsung/ face to face. Hal ini bertujuan untuk
menyangatkan tujuan bahwa kita bersungguh-sungguh menuliskan kata minta maaf
dan terima kasih dengan penuh ikhlas seperti ketika berkomunikasi langsung. Dan
akan lebih memberikan penghargaan lagi ketika kita sebagai guru menyempatkan untuk
telepon balik ke siswa, sehingga siswa akan bangga dan attitude nya akan muncul/
naik karena dia bisa dan mendapat pengakuan/ penghargaan dari guru. Jadi sebuah penghargaan tidak harus
dengan materi ataupun sebuah penilaian. Guru juga tidak perlu khawatir yang
berlebihan pada anak/ siswa akan “ nglunjak” atau tidak menghargai guru. Dengan
siswa merasa harga dirinya naik maka untuk memunculkan lagi lebih gampang
ketika siswa tersebut sedang bad mood
dalam belajar.
Hal-hal sederhana seperti inilah yang harus
dibiasakan oleh guru sehingga akan ditiru oleh siswanya, dan dengan komunikasi
yang lebih intens siswa akan membiasakan dengan kata tolong, maaf, dan terima
kasih dalam forum komunikasi pembelajaran daring dengan guru, maupun dengan
sesama teman. Harapannya ketika di luar daring akan lebih mengaplikasikannya
dengan baik dengan sesama teman, guru, bahkan orang lain. Dengan membudayakan 3
kata ini siswa secara lisan/ tulisan diharapkan mampu membawa sikap,
tindakannya itu mengiringi ucapannya. Sehingga menjadi efek positif berantai yang akan melebarkan sayap ke
kata-kata dan tindakan positif dan arif
yang lain.
Kata
maaf guru tidak hanya sampai disitu saja, guru harus mengikhlaskan segala
bentuk kiriman tugas baik yang salah kirim tidak sesuai petunjuk karena
keterbatasan siswa dalam hal sarana pendukung yang ada ( misal harusnya via
email , siswa kirim via wa karena tidak mempunyai laptop, membedakan penilaian
dengan latar pengetahuan yang tidak sama ( karena dalam pembelajaran ada
sebagian yang di tingkat kelas sebelumnya sudah dapat materi tersebut, dan ada
yang belum (*maaf saya guru yang suka curi start materi) sehingga guru harus
bisa memberikan penilaian sesuai based anak
memulai. Atau katakanlah secara umum bahwa guru harus “narima” atas kebisaan atau
bahkan ketidakbisaan siswa karena tingkat pemahaman dan latar belakang siswa
berbeda-beda. Nah ini nanti sebagai umpan balik untuk introspeksi dan
memperbaiki diri sebagai ranah evaluasi untuk bisa mengefektifkan pembelajaran
baik cara penyampaian, media, bahkan cara berkomunikasi.
Demikian
juga harus selalu positif thinking dan memberikan permakluman ketika siswa
mengirim tugas terlambat ketika memang siswa memberikan alasan yang tepat, dan siswa sudah mengawalinya dengan kata “maaf”.
Dengan
penggunaan kata “ tolong” dalam pembelajaran daring/ online mampu membentuk
karakter siswa menjadi lebih sopan, lebih menghargai, rendah hati, dan tidak
semena-mena. Dan dengan membiasakan kata “terima kasih” mengajarkan siswa arti
rasa bersyukur, sedangkan kata “maaf” akan mengajarkan keberanian siswa untuk
mengakui kesalahan, mengajarkan sikap untuk memiliki rasa tanggungjawab
terhadap kesalahan yang telah diperbuat dan tidak akan melakukannya kembali,
mengajarkan empati dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Kata maaf bukan
berarti mengakui kekalahan ataupun kelemahan.
Sehingga
komunikasi dua arah yang baik antara siswa dan guru di pembelajaran daring dengan
membiasakan three good word yaitu
tolong, terima kasih, dan maaf, diharapkan antara guru dan siswa bisa saling
menghargai sehingga efektifitas
pembelajaran daring tercapai. Bahkan akan memberikan nilai positif bagi pengembangan karakter
siswa (karena terinternalisai dalam diri siswa) sehingga berdaya saing tinggi dalam
era milenial yang kompetitif ini.
Guru sebagai pengajar dan pendidik mampu menerima siswa layaknya air, menerima air apapun bentuknya dengan memberikan penguatan atas kelebihannya dan selalu memberikan pembiasaan muatan positif atas segala kekurangannya. Dalam kamus guru, guru tidak pernah bosan dan tidak punya batas kesabaran untuk mengarahkan, membimbing, mendampingi siswa-siswinya dengan cara bijak dan arif untuk pembentukan sikap ( attitude ) dan karakter sehingga menjadi pribadi-pribadi yang hebat dan membentuk generasi mileneal yang kokoh kuat yang berdaya bersaing bersinergi dengan sains dan teknologi.
Guru MAN 2 Banyuwangi di Genteng
2 komentar:
Hebat bu lely
الحمد لله رب العالمين bu leily terus maju semangat smg sukses ,bunda jadilah ilmunya padi semakin berisi semakin merunduk tetap rendah hati sprt yg teman- teman banggakan selama ini yg ada diri dan bunda leily sigit semangat selalu bunda do'aku sll bersamamu hebat bunda leily ayo kita contoh teman-teman semua.....بسم الله الرحمن الرحيم.jaya bu leily yang patut di suritauladani امين يا رب العالمين
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar