Kemerdekaan Belajar dalam Menyongsong Era Revolusi industri 4.0.
Oleh : lulu
Anwariyah
Menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nadiem Makarim, “Merdeka belajar adalah kemerdekaan berfikir”. Siswa
diberi keluasan berfikir cara pandang terhadap materi dan lingkungan mereka. Siswa
tidak didekte secara konseptual bahwa sebuah jawaban A itu salah dan jawaban B
itu yang paling benar. Siswa diarahkan untuk berpikir mengapa memilih jawaban A
dan mengapa memilih jawaban B.
Dalam pengalaman guru di masa lampau
peserta didik belajar jika ada guru, hiruk pikuk gurauan di kelas menjadi sunyi
ketika guru datang. Anak akan terdiam dan hanya mendengarkan guru berbicara
tanpa ada pertanyaan yang menyela, jika siswa ramai dan bicara sendiri maka
seketika guru akan marah dan mengancam dengan hukuman. Semua penguasaan kelas
berpusat pada guru, dengan ancaman yang ada siswa seperti sulit bernafas karena
ada tekanan.
Kemerdekaan belajar dengan memberi rangsangan kepada siswa untuk selalu mengajukan pertanyaan dan berani untuk mencoba suatu hal yang baru. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan daya pikir yang relevan dengan materi yang guru ajarkan. Terbuka dengan kearifan temuan siswa jika memang dirasa benar, jangan merasa gengsi dengan kesalahan. Menutupi kesalahan karena suatu kehormatan adalah kesalahan fatal, karena karakter siswa akan di pengaruhi oleh karakter gurunya.
Biarkan siswa secara dinamis
mengembangkan ilmu yang di pelajari dengan riang gembira tanpa tekanan. Seperti
yang di ajarkan Ki Hajar tentang kemerdekaan belajar.
“.....kemerdekaan hendaknya di kenakan
terhadap caranya anak-anak berfikir, yaitu jangan selalu “dipelopori” atau
disuruh mengakui pikiran orang lain, akan tetap biasakan lah anak-anak mencari
sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikiranya sendiri”.
Contoh materi dengan menggunakan
gambar misalnya, bagaimana siswa di ajak berfikir untuk memecahkan masalahnya
sendiri. Beberapa pertanyaan akan muncul dan guru tidak harus mendikte dan
menjelaskan satu persatu apa yang ada di dalam gambar tersebut. Tetapi siswa
akan bertanya dan menyelesaikan pertanyaan mereka sendiri. Dengan cara
berdiskusi kelompok dengan temannya. Beberapa pertanyaan yang muncul misalkan:
“Mengapa semut bergandengan tangan?” “Apa fungsi antena pada semut?,” “Sifat
apa yang bisa di pelajari pada seekor semut?”. Dan banyak hal lagi respon
berfikir siswa akan muncul. Sehingga daya fikir mereka menjadi luas, yang pada
akhirnya guru hanya menjadi fasilitator dan mediator di tengah tengah para
siswa. Siswa berperan aktif secara merdeka menumbuhkan daya nalar mereka dengan
rasa senang dan gembira.
Mengutip
istilah yang dipopulerkan Professor Rhenald Kasali sebagai Self Disruption. Atau bahasa sederhananya adalah instropeksi diri
untuk mewujudkan rencana aksi, Startegi Pembelajaran di Era Revolusi Industri
4.0 sebagai berikut.
a.
Dalam
proses belajar mengajar, guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa
belajar bagaimana mereka harus belajar dalam konteks kehidupan mereka. Ada
empat pilar pembelajaran: Learning to Know (Belajar untuk tahu), Learning to do (Belajar untuk beraksi), Learning to be (Belajar untuk
mandiri), Learning to Live Together (Belajar untuk hidup bersama)
b. Memberikan kesempatan siswa untuk berkembang
dan berprestasi. Menurut Gardner, setiap manusia mempunyai potensi memiliki
salah satu kecerdasan di antara kecerdasan jamak (Multiple Intelligence) di
bawah ini: Kecerdasan Logika, Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Natural, Kecerdasan Spasial,
Kecerdasan Musikal Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Interpersonal,
Kecerdasan Naturalis.
c. Membumikan pendidikan karakter bangsa, budi
pekerti, sopan santun, nilai-nilai etika, dan agama. Menjadi sasaran penting di
dunia pendidikan, untuk menjadikan siswa sosok yang kuat dan berintegritas.
d. Menciptakan lingkungan ramah anak, karena
madrasah atau sekolah adalah tempat ke-dua dari kehidupan keluarga mereka
sebagai aktualisasi diri. Bersama guru dan para sahabat, anak akan mengubah
cakrawala kehidupan mereka jika sekolah atau madrasah membuat menjadi tempat
yang nyaman untuk belajar.
e. Melek teknologi internet. Dunia milenia tak
lepas dari smart phone yang sungguh
besar pengaruhnya bagi siswa, maka guru diharapkan memanfaatkan teknologi ini
sebagai wadah pembelajaran bagi siswa. Mengurangi hoby main game dan
bersosialisasi di dunia maya, dengan mengakses materi pembelajaran lewat media
teknologi.
Di
harapkan dengan beberapa konsep revolusi industri 4.0, dapat benar-benar
menjadikan kemerdekaan belajar bagi siswa. Selaras dengan Ki Hajar Dewantara
bahwa, “dalam pndidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu bersifat
tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat
mengatur diri sendiri. Berdiri sendiri berarti mengakui anak sebagai pemilik
belajar. Anak mempunyai kewenangan dan inisiatif untuk belajar. Tidak
tergantung pada orang lain berarti anak secara mandiri mengembangkan diri dan
tidak tergantungpada kehadiran guru. Belajar menjadi kegemaran, tanpa kehadiran
guru pun anak tetap belajar.
Kemerdekaan
belajar adalah perkara subtansial, sebagai prasyarat pencapaian belajar. Dengan
mempelajari kondisi pada madrasah dan sekolah, guru dapat mengaplikasikannya
dengan sederhana sesuai real kondisi dan infrastruktur pada madrasah dan
sekolah tersebut. Perbanyak kegiatan nonkompetisi untuk anak, dengan
menampilkan bakat dan karya mereka. Siswa akan lebih merdeka mengekspresikan
potensi dirinya tanpa harus takut kalah atau di permalukan. Beri stimulasi
bacaan bermutu, beri kesempatan eksplorasi lingkungan sekitar, beri kesempatan
menganalisis bacaan dan lingkungan
tersebut. Indonesia telah merdeka tetapi anak-anak masih terpaksa belajar,
tantangan bagi guru untuk mewujudkan pemikiran siswa untuk tidak terpaksa
belajar tetapi menjadi gemar belajar dengan memberi ruang kemerdekaan belajar.
Contoh pembelajaran menggunakan media
gambar misalnya, bagaimana siswa di ajak berfikir untuk memecahkan masalahnya
sendiri. Beberapa pertanyaan akan muncul dan guru tidak harus mendikte dan
menjelaskan satu persatu apa yang ada di dalam gambar tersebut. Tetapi siswa
akan bertanya dan menyelesaikan pertanyaan mereka sendiri. Dengan cara
berdiskusi kelompok dengan temannya. Beberapa pertanyaan yang muncul misalkan:
“Mengapa semut bergandengan tangan?” “Apa fungsi antena pada semut?,” “Sifat
apa yang bisa di pelajari pada seekor semut?”. Dan banyak hal lagi respon
berfikir siswa akan muncul. Sehingga daya fikir mereka menjadi luas, yang pada
akhirnya guru hanya menjadi fasilitator dan mediator di tengah tengah para
siswa. Siswa berperan aktif secara merdeka menumbuhkan daya nalar mereka dengan
rasa senang dan gembira.
Mengutip
istilah yang dipopulerkan Professor Rhenald Kasali sebagai Self Disruption. Atau bahasa sederhananya adalah instropeksi diri
untuk mewujudkan rencana aksi, Startegi Pembelajaran di Era Revolusi Industri
4.0 sebagai berikut.
a.
Dalam
proses belajar mengajar, guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa
belajar bagaimana mereka harus belajar dalam konteks kehidupan mereka. Ada
empat pilar pembelajaran: Learning to Know (Belajar untuk tahu), Learning to do (Belajar untuk beraksi), Learning to be (Belajar untuk
mandiri), Learning to Live Together (Belajar untuk hidup bersama)
b. Memberikan kesempatan siswa untuk berkembang
dan berprestasi. Menurut Gardner, setiap manusia mempunyai potensi memiliki
salah satu kecerdasan di antara kecerdasan jamak (Multiple Intelligence) di
bawah ini: Kecerdasan Logika, Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Natural, Kecerdasan Spasial,
Kecerdasan Musikal Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Interpersonal,
Kecerdasan Naturalis.
c. Membumikan pendidikan karakter bangsa, budi
pekerti, sopan santun, nilai-nilai etika, dan agama. Menjadi sasaran penting di
dunia pendidikan, untuk menjadikan siswa sosok yang kuat dan berintegritas.
d. Menciptakan lingkungan ramah anak, karena
madrasah atau sekolah adalah tempat ke-dua dari kehidupan keluarga mereka
sebagai aktualisasi diri. Bersama guru dan para sahabat, anak akan mengubah
cakrawala kehidupan mereka jika sekolah atau madrasah membuat menjadi tempat
yang nyaman untuk belajar.
e. Melek teknologi internet. Dunia milenia tak
lepas dari smart phone yang sungguh
besar pengaruhnya bagi siswa, maka guru diharapkan memanfaatkan teknologi ini
sebagai wadah pembelajaran bagi siswa. Mengurangi hoby main game dan
bersosialisasi di dunia maya, dengan mengakses materi pembelajaran lewat media
teknologi.
Di
harapkan dengan beberapa konsep revolusi industri 4.0, dapat benar-benar
menjadikan kemerdekaan belajar bagi siswa. Selaras dengan Ki Hajar Dewantara
bahwa, “dalam pndidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu bersifat
tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat
mengatur diri sendiri. Berdiri sendiri berarti mengakui anak sebagai pemilik
belajar. Anak mempunyai kewenangan dan inisiatif untuk belajar. Tidak
tergantung pada orang lain berarti anak secara mandiri mengembangkan diri dan
tidak tergantungpada kehadiran guru. Belajar menjadi kegemaran, tanpa kehadiran
guru pun anak tetap belajar.
Kemerdekaan
belajar adalah perkara subtansial, sebagai prasyarat pencapaian belajar. Dengan
mempelajari kondisi pada madrasah dan sekolah, guru dapat mengaplikasikannya
dengan sederhana sesuai real kondisi dan infrastruktur pada madrasah dan
sekolah tersebut. Perbanyak kegiatan nonkompetisi untuk anak, dengan
menampilkan bakat dan karya mereka. Siswa akan lebih merdeka mengekspresikan
potensi dirinya tanpa harus takut kalah atau di permalukan. Beri stimulasi
bacaan bermutu, beri kesempatan eksplorasi lingkungan sekitar, beri kesempatan
menganalisis bacaan dan lingkungan
tersebut. Indonesia telah merdeka tetapi anak-anak masih terpaksa belajar,
tantangan bagi guru untuk mewujudkan pemikiran siswa untuk tidak terpaksa
belajar tetapi menjadi gemar belajar dengan memberi ruang kemerdekaan belajar.
Penulis
: Lulu’ Anwariyah, S.S.
Guru
Bahasa MTsN 4 Banyuwangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar