Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Home » » FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI PESERTA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI (PPAGB) DI KOTA BEKASI ERMITA ARUMSARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI PESERTA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI (PPAGB) DI KOTA BEKASI ERMITA ARUMSARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

 FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI PESERTA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI (PPAGB) DI KOTA BEKASI ERMITA ARUMSARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Sebanyak 99.3 persen contoh tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia seperti malaria, tuberculosis, dan kecacingan (dalam jangka waktu sebulan yang lalu). Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Sebanyak 52.0 persen contoh memiliki aktivitas fisik olahraga ringan. Persentase contoh anemia yang melakukan aktivitas olahraga sedang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan contoh tidak anemia. Hampir separuh contoh jarang mengkonsumsi ikan segar (47.3%) dan daging ayam (48.5%). Telur ayam paling sering dikonsumsi oleh contoh setiap hari (10.3%). Semakin jarang telur ayam dan telur bebek dikonsumsi maka kecenderungan anemia akan semakin kecil (p<0.1). Frekuensi lauk nabati berkisar 0-6 kali seminggu. Lauk nabati dikonsumsi kurang dari 20 persen contoh dengan frekuensi setiap hari. Kurang dari 5 persen contoh mengkonsumsi sayuran setiap hari. Sayuran hijau seperti bayam lebih jarang dikonsumsi oleh contoh yang anemia (43.2%). Semakin jarang waluh dan sawi dikonsumsi maka kecenderungan anemia akan semakin kecil (p<0.1). Kurang dari 12 persen contoh mengkonsumsi buah-buahan setiap hari. Semakin jarang pepaya dikonsumsi maka kecenderungan anemia akan semakin kecil. Lebih dari separuh contoh tidak pernah mengkonsumsi makanan jajanan (bakso, mie, dan gorengan). Contoh anemia lebih sering mengkonsumsi teh dan kopi. Hampir separuh contoh (44.8%) tidak pernah mengkonsumsi susu. Contoh anemia lebih sering mengkonsumsi suplemen Hasil korelasi Spearman menunjukkan bahwa faktor risiko yang secara signifikan mempengaruhi status anemia adalah usia, status menstruasi, frekuensi konsumsi telur ayam, telur bebek, waluh, dan sawi. Hasil regresi logistik menunjukkan remaja putri yang berada pada kisaran usia 13-15 tahun memiliki kecenderungan untuk mengalami anemia 2.73 kali lebih besar dibandingkan remaja putri yang berusia 10-12 tahun (p=0.001). Remaja putri yang berstatus gizi kurus cenderung untuk mengalami anemia 8.32 kali lebih besar dibandingkan remaja putri yang berstatus gizi gemuk (p=0.006). Remaja putri yang berstatus gizi normal memiliki kecenderungan 6.73 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibandingkan remaja putri yang berstatus gizi gemuk (p=0.013). RINGKASAN ERMITA ARUMSARI. Faktor Risiko Anemia pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi. Di bawah bimbingan Dodik Briawan Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko anemia remaja putri peserta program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi. Tujuan khusus dari penelitian adalah : (1) mengkaji kadar hemoglobin dan status anemia remaja putri, (2) mengkaji usia dan status gizi antropometri remaja putri, (3) mengkaji pola menstruasi remaja putri, (4) mengkaji riwayat penyakit remaja putri, (5) mengkaji perilaku hidup bersih dan sehat remaja putri, (6) mengkaji aktivitas fisik remaja putri, (7) mengkaji frekuensi konsumsi pangan sumber zat besi remaja putri, (8) menganalisis faktor risiko anemia remaja putri. Desain penelitian adalah cross-sectional study yaitu data baseline dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB). Lokasi penelitian dilaksanakan di SMP VII dan SMK Teratai Putih Global 2. Pemilihan didasarkan kesediaan sekolah mengikuti program serta keaktifan puskesmas yang dekat dengan lokasi sekolah untuk mengumpulkan data pengukuran hemoglobin. Waktu pengambilan data dilakukan pada November 2007-Februari 2008. Contoh sejumlah 400 orang terdiri dari 200 orang siswi SMP VII dan 200 orang siswi SMK Teratai Putih Global 2. Usia contoh berkisar 10-18 tahun. Pengambilan contoh dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan kesediaan siswi mengikuti program dan adanya izin dari orangtua. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi. Data dikumpulkan melalui tiga cara (wawancara, pengukuran langsung, pemeriksaan laboratorium). Wawancara langsung saat pengumpulan data menggunakan kuisioner yang berisi data usia, aktivitas fisik, pola menstruasi, riwayat penyakit, perilaku hidup bersih dan sehat, dan frekuensi konsumsi pangan. Data antropometri dan status gizi diketahui melalui pengukuran berat dan tinggi badan. Penentuan kadar hemoglobin dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan dianalisis dengan metode Cyanmethemoglobin. Analisis korelasi Spearman dilakukan untuk melihat besar hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Regresi Logistik dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang paling berkaitan dengan status anemia. Rata-rata kadar hemoglobin adalah 12.4 g/dl (7.2-16.0 g/dl). Lebih dari separuh contoh (61.7%) tidak mengalami anemia. Terdapat 6.0 persen contoh mengalami anemia sedang. Secara keseluruhan 38.3 persen contoh mengalami anemia. Rata-rata usia adalah 13.7 tahun (10-18 tahun). Proporsi ter

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog