Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Home » , » Desaku yang Kotor karena Pencemaran

Desaku yang Kotor karena Pencemaran

 Desaku yang Kotor karena Pencemaran

Oleh: Diva Mirza Wardatus soleha

   Desaku merupakan penghasilan ikan laut terbesar di dunia, kedua dari Bagansiapiapi. Mbludraknya kata Jawa ( melimpahnya ) sumber daya alam dari laut yang berupa ikan, memicu masyarakat untuk mengembangkan industri dari sumber daya alam berupa ikan, mulai dari pengasinan ikan, pindang ikan, minyak ikan, pakan udang, pakan /sentrat lele, tepung ikan sampai produksi pengalengan ikan di puluhan pabrik besar, sehingga limbah dari pabrik bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar untuk diambil minyaknya. Limbah pabrik inilah yang menopang perekonomian masyarakat di sekitar pabrik.

   

Dengan begitu melimpahnya ikan di selat Bali, salah satu ikan yang bisa diolah menjadi sarden adalah ikan lemuru yang kaya vitamin bagi otak manusia, dengan adanya ikan lemuru yang melimpah ini membuat industri berskala nasional membangun pabrik besar pengalengan ikan, terdapat 10 pabrik perusahaan yang berskala Nasional di Kecamatan Muncar. Salah satunya yaitu pabrik pertama kali yang memiliki IPAL ( Intalasi Pembuangan Air Limbah) pada tahun 2010 yaitu PT. Maya Muncar yang merupakan perusahaan berskala Nasional dengan mengandalkan bahan baku dari perairan Muncar yang melimpah, namun persediaan bahan baku itu tidak lama kemudian mengalami penurunan sehingga membuat perusahaan yang ada di Muncar juga mengalami penurunan, dikarenakan hasil tangkapan nelayan juga mengalami penurunan, bisa dibilang laep (kata orang Madura).

   Perlu di ingat bahwa dengan adanya wabah covid-19 pemerintah menganjurkan seluruh warga negara Indonesia untuk mematuhi protokol kesehatan, tetapi yang terjadi disekitar pelabuhan yang begitu banyak perusahaan pengalengan ikan itu terus membuka lapangan kerja untuk mengelola perusahaannya, apa daya protokol kesehatan itu kalau tidak dipatuhi oleh pekerja pabrik. Sering terlihat ibu-ibu yang bekerja di pabrik tidak memakai masker dan berkerumun setelah keluar dari pabrik, yang seharusnya pihak pabrik lebih tegas untuk mematuhi protokol kesehatan yang ketat dalam perusahaan. Tidaklah masalah untuk melakukan produksi pengalengan ikan yang dilakukan oleh pekerja perusahaan karena dengan tetap produksinya pabrik tersebut roda perekonomian tetap berjalan, namun selayaknya tetap mematuhi protocol kesehatan agar memutus rantai penularan covid-19.

   Dari produksi pengalengan ikan sangatlah memberi dampak internal maupun eksternal perusahaan. Dampak internal yang diperoleh oleh perusahaan yaitu seperti kepala ikan dan minyak ikan yang dibuang atau diproses menjadi minyak ikan melalui tahap IPAL ( Intalasi Pembuangan Air Limbah ), pembuangan ini disalurkan di aliran sungai yang bermuara ke laut. Meskipun ada warga yang berunjuk rasa menolak pembangunan IPAL sampai menimbulkan kericuhan. Dampak eksternal atau Eksternalitasnya yaitu limbah minyak ikan yang di salurkan di aliran sungai dekat perusahaan dapat dimanfaatkan oleh warga setempat untuk di proses dalam penyulingan atau pengendapan dari limbah tersebut. Limbah yang di ambil oleh warga setempat untuk melalui tahan pengendapan siap untuk di jual kepada produsen lain dalam bentuk minyak ikan.

    Perlu diketahui bahwa proses penyulingan atau pengendapan limbah minyak ikan tersebut terlihat kotor, kumuh, dan bau yang tak sedap, sehingga limbah yang dibuang di IPAL ( Intalasi Pengolahan Air Limbah ), memiliki dampak negatif yaitu pencemaran dan polusi yang mempengaruhi kenyamanan warga setempat dan masyarakat luas. Seperti disampaikan warga setempat yang mengelola limbah dari pabrik yang di buang di IPAL atau saluran sungai ( selokan sekitar pabrik ), bahwa air yang sangat keruh sampai warnanya kecoklatan dan menimbulkan bau yang busuk itulah yang di ambil oleh warga setempat untuk dikelola menjadi minyak ikan. Cara pengolahan air limbah pabrik menjadi minyak ikan tersebut termasuk mudah, tetapi banyak warga yang enggan untuk melakukan pengolahan air limbah menjadi minyak ikan tersebut, karena bau air limbah pabrik menimbulkan bau yang tidak sedap. Pengolahan air limbah itu awalnya mengambil limbah pabrik yang dibuang di saluran IPAL ( Intalasi Pengolahan Air Limbah ), selanjutnya diendapkan dalam wadah seperti tong yang khusus untuk wadah limbah yang akan diendapkan.

Setelah di endapkan beberapa hari lalu dijemur hingga kering, lalu diolah dan dimasak dengan cara dipanggang dalam tong hingga minyak ikan terlihat dan terpisah dari limbah yang berbahaya, dan memisahkan minyak ikan dari limbah yang berbahaya, minyak ikan dimasukkan dalam wadah yang berukuran 15 liter sampai 20 liter. Meskipun pengolahannya harus menahan bau yang tidak sedap pengolahan minyak ikan memiliki nilai penjualan yang lumayan bagi warga yang mengolah limbah tersebut. Dampak dari pabrik yaitu pencemaran dan polusi yang tidak baik untuk kesehatan warga setempat, seperti pencemaran air sungai besar yang ada di kecamatan Muncar seperti sungai yang berada di desa Kalimati, kenapa desa tersebut dinamakan Kalimati karena dalam bahasa Jawa Kalimati yaitu sungai yang mati atau yang sudah tercemar, sungai yang airnya kotor dan bau oleh limbah pabrik sehingga desa tersebut dinamakan Kalimati. Dampak dari polusi pabrik seperti polusi udara yang ditimbulkan oleh asap pabrik yang berwarna hitam sangat mengganggu kesehatan warga setempat terutama untuk kesehatan pernafasan.

   Perlu diketahui juga bahwa pengolahan minyak dari limbah pabrik itu bermaksud bukan dalam pengolahan petis, karena dalam pengolahan petis bukan terbuat dari limbah pabrik melainkan terbuat dari air ikan yang dimasak dalam air, yang merupakan bahan pokok dari pembuatan petis, dan bukan dari limbah pabrik.  Muncar juga terkenal dari pengolahan petis biasanya masyarakat Muncar membuat petis untuk dijadikan pokok pengolahan kelang ( kuah yang terbuat dari petis ikan).

   Pencemaran yang ada di Kecamatan Muncar bukan hanya dari limbah pabrik, melainkan juga di sebabkan oleh limbah rumah tangga yang dibuang begitu saja di sungai dan di laut, masyarakat belum sadar akan dampak dari limbah rumah tangga yang di buang tersebut. Pemerintah harus melakukan kebijakan untuk menanggulangi dampak dari limbah pabrik dan limbah rumah tangga yang ditimbulkan tersebut, kebijakan pemerintah dalam menanggulangi dampak negatif tersebut antara lain: (1.) Regulasi adalah mengendalikan perilaku masyarakat dengan aturan pembatasan, dengan adanya regulasi pemerintah dapat melarang tindakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. (2.) Pajak pegovian  merupakan salah satu solusi untuk mengatasi eksternalitas, pajak tersebut mengandung peraturan di mana perusahaan yang menyebabkan eksternalitas harus membayar pajak dll. (3.) Patroli pembuangan sampah di setiap pemukiman masyarakat tindakan ini untuk mengurangi pembuangan limbah rumah tangga ke sungai dan pantai. Peran pemerintah sangatlah penting dalam menanggulangi eksternalitas negatif dan pencemaran oleh limbah rumah tangga, seharusnya juga harus ada kesadaran dari setiap masyarakat agar tercipta lingkungan yang sehat.

  Penulis oleh siswa XI MIPA MAN 3 Banyuwangi di Srono

 

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terus berkarya Diva

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog