Revolusi Mental di Era Pandemi Covid-19
Oleh : Tria Aini Wulandari
“Sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat perlu dan mutlak memiliki tiga hal, yakni (1) Berdaulat dibidang politik, (2) Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) dibidang ekonimi serta (3) Berkepribadian dibidang budaya”. Pidato Trisakti Bung Karno Tahun 1963 tersebut patut dijadikan renungan bagi kita yang hidup di era Reformasi. Dimana Perkembangan tehnologi begitu dahsyatnya hingga membuat banyak pihak yang “keponthalan” untuk mengikutinya, terlebih menghadapi Pandemi Covid-19 yang seakan tak berujung.
Gerakan Nasional untuk mengubah cara pandang,
pola pikir, sikap-sikap, nilai-nilai, dan perilaku bangsa Indonesia untuk
mewujudkan indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian sangat
diperlukan untuk mewujudkan negara ysng benar benar adil dalam kemakmuran.
Gerakan dengan perubahan Pola Pikir, perubahan Mekanisme Kerja serta Budaya
organisasi sangat diperlukan untuk perubahan pola pikir dan sikap dari aparat
yang dilayani menjadi aparat yang seharusnya benar benar melayani masyaraakat
sebagai pemilik kedaulatan.
Perubahan mendasar dalam cara berpikir, cara berkata (isi perkataan),
dan cara bekerja yang lebih baik, yang dapat menjelma menjadi perilaku dan tindakan
sehari-hari (kebiasaan, budaya) di berbagai sendi kehidupan bangsa yang ingin dicapai dalam Revolusi
mental dapat tercapai dengan baik jika diawali oleh para pejabat dan Aparatur Sipil
Negara maupun para guru yang oleh masyarakat dianggap sebagai kalangan terdidik
yang seharusnya dapat dijadikan sebagai panutan.
Budaya adalah kumpulan gagasan,
hasil karya, dan tindakan manusia yang diaplikasikan dalam kehidupan
masyarakat dimana pembiasaan yang hidup secara berkesinambungan ini dapat
dibentuk dengan nilai nilai baru yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku,
baik hukum agama maupun hukum positif. Pembiasaan yang membentuk budaya
tersebut yang tidak sesuai dengan cita cita bangsa Indonesia yang bebas dari
perilaku korupsi, pungli dan gratifikasi sangat perlu diajarkan sejak dini, sehingga
akan timbul pembiasaan sifat jujur dan bertanggung jawab.
Sikap dan perilaku
individu dan kelompok yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan
sehari yang dilakukan
oleh ASN dan kaum birokrat setidak tidaknya telah sesuai dengan SOP (Standard
Operating Prosedure) dimana mekanisme kerja akan semakin terukur dan ada
kepastian dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, dimana layanan
tersebut semakin hari semakin meningkat.
Dalam Agama Islam, disebuah hadis nabi menyaampaikan
bahwa Seseorang jika hari ini
lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, jika hari
ini sama dengan kemarin maka ia adalah orang yang merugi, dan
sedangkan jika hari ini lebih jelek dari kemarin maka ia
dilaknat. Hal inilah yang menjadi pemacu umat Islam untuk berbuat yang semakin
baik, dalam arti jangka pendek untuk dirinya sendiri maupun jangka panjang
untuk generasi mendatang. Perubahan menjadi lebih baik ini tidak dapat
dilakukan dengan cepat jika tidak ada langkah revollusioner untuk
melakukannya. Hal ini disebabkan adanya kehilangan kepercayaan masyarakat
terhadap para pemimpin yang dianggap mengabaikan kepentingan masyarakatnya.
Kepercayaan sebagai pihak yang dilayani tersebut sangat penting artinya bagi
aparatur negara sebagai agen perubahan.
Kita tidak akan
terlepas dari dunia yang semakin kompetitif, dimana hanya ada dua pilihan dari
perubahan tersebut, apakah kita tinggal diam dan tergilas dengan perubahan
tersebut, ataukan kita ikut sebagai pelaku sejarah dari perubahan yang lebih
baik, dan sepertinya tidak ada pilihan bijak kecuali kita harus ikut menjadi
pelaku sejarah sebagai agen perubahan. Penyebaran Covid-19 menjadikan salah
satu filter bagi kita, apakah kita dapat bertahan dan tetap eksis, ataukah
tenggelam dan semakin tidak kelihatan.
Rasa gotong royong
lebih Nampak ketika kita menghadapi bencana bersama, seperti yang dilakukan
beberapa kalangan yang sebagian besar dimotori Remaja Masjid dengan membuat
tempat khusus untuk menyalurkan sedekah dalam bentuk bahan pokok yang dapat
diambil oleh siapapun yang merasa membutuhkan dan juga dapat diisi oleh
siapapun yang merasa berkecukupan. Tempat ini biasanya disebut dengan istilah
Terminal Sedekah Covid-19, ada juga yang menamakan Kampung Sedekah yang saat
ini berdiri di beberapa tempat di Kabupaten Banyuwangi.
Rasa peduli juga
timbul di kalangan Madrasah, hal ini seperti yang dilakukan orang tua Siswa MI
Darul Amien Jajag (Tempat penulis mengabdikan diri) dimana orang tua siswa
(terutama yang bekerja diluar negeri) mengirimkan Alat Perlindungan Diri (APD)
ringan kepada Madrasah tanpa harus diminta, mereka secara sadar tercipta
perasaan saling peduli terhadap perkembangan pendidikan. Perasaan saling
percaya tersebut perlu terus dikembangkan untuk terbentuknya watak dan perilaku
anak anak menjadi manusia berkarakter keagamaan yang kuat.
“Kami menggoyangkan
langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa
yang hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe,
bukan bangsa kuli, bangsa yang rela menderita demi pembelian cita cita”. Pidato
Presiden Soekarno tersebut menegaskan Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang
lembek seperti tempe yang harus dibuat dengan cara diinjak injak. Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang besar yang tumbuh dengan semangat gotong royong
dan rasa peduli untuk mengatasi berbagai masalah bersama sama.
Penulis adalah Guru
pada MI Darul Amien Jajag Kecamatan Gambiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar