Pernikahan
ditengah Pandemi Covid-19
Oleh
: Syafaat
Sejak
Covid-19 memasuki wilayah Indonesia, datang tanpa visa, tanpa izin resmi dari
negara, masuk ketubuh manusia secara tiba tiba; sebagaimana cinta yang datang
juga secara tiba tiba, memasuki jiwa hanya dengan pandangan mata. Virus Corona
yang konon berasal dari china lebih dasyat daripada benih asmara mantra,
menaklukkan isi hati dan kepala secara tiba tiba. Dan kita seakan tidak siap
untuk menghadapinya. Bukan hanya masalah ekonomi dan kedodoran hingga membuat
dag dig dug hati pata menteri, namun juga sangat berpengaruh kepada mereka yang
sedang akan beradu asmara untuk merajut maghligai rumah tangga.
Pernikahan
bukanlah peristiwa biasa, meskipun nampaknya seperti peristiwa perdata pada
umumnya, namun peristiwa penting yang mengakibatkan diperbolehkannya hubungan
istimewa dari dua instan yang seharusnya sedang jatuh cinta. Untuk menentukan
hari dan tanggal dari peristiwa agung tersebut, butuh pemikiran yang tidak
semua orang mampu menguasai ilmunya. Pelaksanaan dari upacaranya kadang ridak
kompromi untuk ditunda, kadang menit dan detikpun dihitung njlimet, rumit dan
sulit. Mungkin Ilmu modern dari perguruan tinggi terkemuka tidak akan menemukan
metode baru untuk menggantikannya.
Corona
telah mengubah segalanya. Pertistiwa agung yang di idam idamkan hanya terjadi
seumur hidup menusia tersebut, harus takluk dilakukan dengan acara maupun
upacara yang tidak sepenuhnya sesuai dengan angan angan sebelumnya. Nampak
banyak yang kecewa, namun mereka tidak dapat berbuat apa apa selain tunduk dan
patuh mengikutinya. Peristiwa penting luar biasa dari dihalalkannya hubungan
universal dua orang manusia beda kelamin tersebut benar benar dilakukan
dalam kondisi yang benar benar sangat luar biasa hingga disebut dengan zaman abnormal,
tak peduli dengan hitungan paranormal. Karena kondisi normal rasanya masih jauh
berpeluh untuk dapatnya direngkuh. Kondisi pemaksaan normalpun didapatkannya
dengan istilah yang menurut orang orang pandai disebut dengan era New Normal.
Para
mempelai memang menyambut kebiasaan anyar setelah akad nikah dengan senyum
sumringah tanda bahagia, namun kebiasaan anyar dari new normal bukan seperti
orang yang baru menikah yang harus menyesuaikan diri karena setelah mereka
bangun dari tidurnya ada seserang yang mereka cintai ada disampingnya.
Kebiasaan anyar new normal dari akibat virus corona mengakibatkan orang
menanggapi biasa ketika kita tersenyum dibalik masker yang wajib kita kenakan.
Tak seperti virus cinta yang banyak orang berharap dirasukinya. Virus corona
seperti hantu yang ketika ada orang yang dirasukinya seakan sangat menakutkan
dan harus dijauhi. Bahkan orang yang saling mencintai yang secara kasat mata
meraka sangat dekat baik jiwa maupun raga, pada saat tertentu mereka harus
menjaga jarak seperti lainya.
Sungguh
banyak sekali protes karenanya. Aturan jaga jarak yang diterapkan secara nyata
untuk siapa saja tersebut dianggap menyalahi takdir dari orang orang yang jatuh
cinta. Dimana bukan hanya dua orang yang
hatinya sudah disatukan dalam cinta dan
asmara, pada saat tertentu mereka harus mentaati aturan jaga jarak antara satu
dengan lainnya, mereka menganggap hal ini sia sia, karena dalam jalinan cinta
tiada jarak yang memisahkan keduanya, mereka menyatu nyaris sempurna dalam suka
dan duka. Tak heran jika banyak yang protes karenanya, peristiwa akad nikah
yang dianggap agung tersebut harus diabadikan dibalik topeng kain yang
terlihat tidak mesra, bahkan banyak yang tidak mengenalinya dalam foto tersebut
wajah siapa.
Marah
dan kecewa tentu saja ada, ketika pernikahan mereka harus ditunda. Mimpi indah
bak bidadari yang menikmati kehormatan sebagai raja dan ratu sehari bukan hanya
harus ditunda. Namun juga banyak yang terpaksa hanya dapat dilakukan dalam
mimpi kosong karena mereka tidak tahu harus marah dan kecewa kepada siapa. Tak
mungkin juga mereka marah kepada Penghulu di KUA, karena mereka juga tidak
dapat berbuat apa apa selain mentaati aturan dari atasannya. Untungnya para
mempelai tidak menikmati getir peristiwa sendiri, sebagaimana menikmati surga
dunia berdua dengan kekasih tercinta. Pandemi corona yang melanda dunia, sedih
dan kecewa akibat tidak dapat dilakukannya pesta dan diganti dengan acara
biasa, berlaku untuk siapa saja.
Peristiwa
pernikahan ditengah pandemi corona memang luar biasa, hari instimewa yang
seharusnya menjadi deklarasi kemenangan memperebutkan cinta sang pujaan hati
yang biasanya dilakukan dengan suporter luar biasa, kini seakan senyap dan
hanya ramai didunia maya. Meskipun Buku Nikah yang didapat sama, namun tidak
adanya pesta seperti para pendahulunya sering membuat banyak yang kecewa.
Terlebih dengan pendaftaran nikah yang dilakukan secara online, tidak semuanya
bisa.
Pelaksanaan
akad nikah memang sudah dibuka, namun tidak dengan pesta. Kerumunanpun meski
dibatasi. Bahkan bagi mereka yang ingin menyaksikan peristiwa pengucapan
penyerahan perjanjian suci dari dua orang yang saling mencintai, karena cinta
memang butuh pengorbanan dan perjuangan. Tiadanya pesta dan pembatasan para
saksi merupakan salah satu pengorbanan kecil dalam membentuk meghligai rumah
tangga. Mungkin juga jika saya menikah dengan kondisi seperti ini juga menerima
konsekwensi yang sama, entah dengan Wulandari.
Upacara
pelaksanaan akad nikah dalam masa kebiasaan anyar mungkin akan mekahirkan
tradisi anyar yang mungkin juga akan dilakukan secara terus menerus dan turun
temurun. Entahlah, tidak ada peristiwa yan datang sia sia, semoga semua
mendapat hikmah karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar