Kita Hanya Bisa Memeluk Rindu
Oleh : Tria Aini Wulandari
Resah, gundah ketika aku tak bisa
menghubungimu, kadang aku harus datang kerumahmu satu demi satu, untuk
memastikan bahwa engkau baik baik saja. Memastikan bahwa engkau masih melakukan
pembiasaan baik sebagaimana masih dalam asuhanku. Waktu untuk bersama kembali
denganmu begitu lama. Mungkin kita sementara hanya bisa memeluk rindu. Aku
yakin engkau juga ingin bertemu dengan teman teman sebayamu berlari lari kecil
dihalaman sekolah dikala kita rehat dalam pertemuan rutin yang kita lakukan.
Bersabarlah badai corona pasti akan berlalu. Juga berbanggalah bahwa kita
termasuk orang orang yang mengukir sejarah dengan ikut perang melawan musuh
yang tak terlihat. Aksi heroik kita yang berbeda senjata dengan pahlawan
kemerdekaan juga akan kita ceritakan pada generasi setelah kita. Bahwa kita
pernah menjadi pasukan yang berperang melawan musuh yang tak nampak bernama
covid-19. Bukan hanya masker, Handsanitizer serta beberapa strategi perang
seperti physical distancing, social distancing bahkan Lockdown, namun juga betpa beratnya engkau
menahan rindu untuk berkumpul dengan teman temanmu,
Generasimu adalah generasi sangat
istimewa, generasi yang benar benar menikmati Pendidikan Merdeka, dimana
meskipun engkau tetap dirumah, namun hati dan pikiran kita selalu bertatap muka
meskipun melalui dunia maya. Kita masih bisa berfikir pada masalah yang sama
meskipun tempat kita berbeda. Generasi yang tidak lagi menghadapi hantu bernama
ujian Nasional atau nama lain yang maksudnya sama, generasi yang harus merayakan kelulusan dan
perpisahan yang sudah benar benar secara fisik berjauhan. Namun yakinlah bahwa hati
dan jiwa kita masih tetap menyatu meski engkau berada entah dimana. Dan aku
yakin bahwa engkau akan tetap mengenangku, meski aku kadang menurutmu sangat
menjengkelkan. Dan suatu saat nanti engkau akan tahu bahwa itu bentuk cintaku
padamu.
Aku juga manusia biasa seperti yang
lainnya, karenanya wajar jika aku juga tersinggung ketika ada yang mengatakan
bahwa saat ini enak para guru, tidak bekerja apa apa untuk muridnya, namun
tetap mendapatkan bayaran, dan kewajibannya dibebankan kepada masing masing
orang tua. Aku tidak marah kepada mereka yang berfikiran seperti itu, karena
aku tahu bahwa mereka tidak tahu apa yang kami pikirkan dan kami kerjakan. Aku
hanya tersenyum ketika ada yang mengatakan bahwa Bu Guru yang dirumah lebih galak daripada yang
disekolah, meskipun dirumah yang diajar tidak sebanyak yang disekolah. Bisa
dibayangkan bagaimana guru disekolah yang harus menghadapi siswa dari berbagai
latar belakang kehidupan yang berbeda, meskipun pada dasarnya semua orang tua
adalah guru dan semua rumah merupakan tempat pendidikan.
Bukankah
kewajiban mendidik anak itu merupakan kewajiban orang tua, dan bukankan mereka
disekolah karena dititipkan oleh orang tuanya ?. corona yang sedang kita hadapi memberikan banyak
pelajaran berharga bagi kita yang mungkin tidak akan didapatkan oleh generasi
lainnya. Diantaranya bahwa pendidikan bukan hanya apa yang didapat dibangku
sekolah, namun juga semua pengalaman hidup dengan hal baru merupakan pendidikan
penting untuk membentuk jati diri seorang anak manusia.
Ini merupakan ungkapan pribadi dari
seorang guru yang tidak mewakili guru lainnya, seorang guru yang sangat rindu
terhadap anak didiknya. Tak terhitung berapa pulsa dan paket data yang
dikeluarkan untuk menghubungi para siswa, bagaimana juga harus berfikir membuat
materi yang cocok untuk anak didiknya yang tidak terlaku membebaninya, karena
menyadari bahwa suasana belajar dirumah sangat jauh berbeda dengan di Sekolah yang memang bangunannya dipersiapkan khusus
untuk belajar bersama.
*Penulis adalah guru pada MI Darul Amien
Jajag Kec. Gambiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar