Ternyata aku bukanlah seorang santri
sebagaimana pernah aku klaim sebelumnya, karena aku belum pernah benar benar mondok
sebagaimana orang yang bertahun tahun hidup di pondok pesantren. Sekarang ketika
ada yang bertanya “njenengan dulu mondok dimana?” aku tidak berani menjawabnya,
karena menurutku jika kurang dali 5 tahun hidup di pesantren, tidak berani
mengklaim pernah mondok, apalagi mondok hanya sekedar berpindah tidur,
sekolahnya tidak di diniyah, menurutku itu artinya tinggal di pondok pesantren
dan bukan mondok.
Dulu aku pernah mengaku sebagai seorang
santri, karena saya juga ngaji di lingkungan pondok pesantren, saya juga pernah
tidur beberapa tahun di pesantren tersebut, merasakan bagaimana harus
“nggendok” bersama dengan cara urunan beras masing masing satu cinkir untuk
dinikmati bersama menggunakan talam besar, dan para santri mengelilingi talam
tersebut dengan lauk seadanya. Ketika aku bertemu dengan orang orang yang
belasan tahun hidup di pesantren, aku tidak berani lagi mengaku sebagai seorang
santri, meskipun ketika ngaji kita juga disebut sebagai seorang santri.
Para santri disamping belajar berbagai macam
ilmu, terutama ilmu yang berkaitan dengan pengembangan Ilmu Agama, juga dilatih
untuk hidup mandiri, terlebih di beberapa pesantrren yanhg biasanya
dipesantren kecil dimana ada santri diwaktu senggang juga membantu penduduk
setempat bekerja dibidang pertanian atau bidang lainnya yang dapat dibantu dengan
imbalan makan seadanya, sehingga santri tersebut secara tidak langsung juga
belajar beradaptasi dengan lingkungan diluar pesantren, karenanya banyak
lulusan pesantren yang langsung bisa mandiri selepas pendidikannya pada salah
satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia tersebut.
Perkembangan pesantren secara dinamis
mengikuti perkembangan kemajuan zaman, bahkan pada sisi tertentu dijadikan
rujukan dalam sistim pembelajaran, meskipun ada beberapa kondisi yang tidak
ideal sebagai dampak dari keterbatasan infrastrukture
yang dimiliki yang berakibat pada pada kondisi sosial yang menyimpang, namun
kaum santri mempunyai andil besar dalam pendidikan dan kehidupan sosial
bermasyarakat, meskipun pendidikan diniyah belum semuanya dapat disetarakan
dengan penddidikan umum bercirikan khusus lainnya.
Satu hal yang menarik dari budaya santri
adalah bagaimana kaum santri tersebut menghormati para kiai atau ustad yang
mungkin menurut orang diluar pesantren dianggap berlebihan, bahkan memperlakukan
kitab atau catatan pribadipun mereka sangat berhati hati dan menghormati,
karena berkat para kiai dan ustad itulah mereka mendapatkan ilmu, berkat kitab
dan dan buku catatan itulah mereka belajar, karenanya para santri tersebut akan
membawa kitab atau buku catatannya di dekap di dada mereka,seperti seorang
gadis mendapatkan bungan cinta dari pujaan hatinya, tidak seperti petugas
upacara membawa map yang akan dibacakan didepan pemimpin upacara.
Satu disiplin ilmu yang dipelajari secara
terus menerus membuat para santri tersebut benar benar menguasai disiplin ilmu
yang digelutinya, terlebih dengan adanya forum diskusi santri dimana para
santri tersebut dilatih untuk mempertahankan sebuah pendapat dengan dalil yang
konprehenship. Karenanya seorang santri tulen akan berani membuat statemen jika
santri tersebut benar benar didukung oleh dalil yang dianggap valid, baik
argumen yang berasal dari doktrin kitab zaman pertengahan maupun logika
berfikir dan berpendapat sesuai dengan kaidah baku yang dikuasainya.
Di Pesantren dimana aku beberapa saat “ngengsu
kaweruh” juga ada apel pagi dan hormat bendera dengan begitu tertib.
Para santri sangat tertib mengikutinya, entah karena kesadaran atau mungkin
takdzim dengan para kiai dan ustad yang juga ikut dalam hormat bendera. Mereka
menghormati bendera merah putih sebagai lambang negara dimana dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan itu, banyak pengorbanan kaum santri dan mampu
mengorbarkan semangat perjuangan. Sebagaimana para santri menghormati para kiai
dan ustad dengan caranya, begitupun mereka dengan santun menghormati lambang
negara.
Aku kapok ngaku santri, karena Ilmu yang kuserap
masih jauh dari para santri yang belasan bahkan puluhan tahun hidup
dipesantren, dimana mereka sangat memahami disiplin ilmu yang mereka pelajari,
tidak seperti yang aku lakukan dimana yang kulakukan sekolah dengan berbagai
tingkatan namun selalu berbeda program dan jurusan, karenanya banyak yang
dipelajari namun tidak ada yang benar benar menjadi satu keahlian, berbeda
dengan yang hidup belasan tahun dimana mereka mempelajari satu disiplin ilmu
yang mereka pelajari dari mulai tingkat dasar sampai jenjang paling tinggi.
Sebuah pengetahuan jauh
dari sempurna jika diperoleh dengan “karbitan”, terlebih jika pengetahuan yang
berkaitan dengan agama tersebuit diperoleh dari sumber yang belum teruji,
karenanya meskipun seakan sangat pandai, namun sangat terlihat berbeda ketika
membuat statement yang berkaitan dengan kaidah hukum dengan menggunakan kaidah
pengambilan hukum yang berlaku dalam kaidah pengambilan hukum Islam, dimana ada
beberapa sarat yang harus dipenuhi dimana hal tersebut sulit didapat dengan
cara instan.bagaimanapun untuk mempelajari Ilmu agama, pesantren masih sangat
eksis membidanginya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar