Pagi
itu saya dapat surat tugas menjadi narasumber sebuah Workshop dengan pokok
bahasan yang berkaitan dengan Perkembangan Remaja, terutama perkembangan calon
ibu yang sekarang masih menempuh pendidikan sebelum masuk perguruan
tinggi. Beberapa kali menangani kasus
yang menimpa Remaja serta belasan tahun berinteraksi dengan calon manten
sedikit membuat saya mempunyai gambaran tentang perilaku Remaja dan problemnya
di era Millenial, hasl ini bukan hanya karena saya pernah mengalami masa
remaja, namun lebih kepada hasil beberapa penelitian yang kami lakukan bersama
Balitbang (Balai Penetilian dan Pengembangan) Kementerian Agama.
Diskusi
yang kami lakukan disebuah Halroom Hotel berkenaaan dengan kenakalan Remaja
yang terjadi pada masa sekolah dan beberapa data yang kami kumpulkan dari anak
anak yang terpaksa menikah ketika masa sekolah didapatkan data bahwa sebagian
besar anak anak yang (terpaksa) menikah (karena hamil duluan) tersebut orang
tuanya tidak lengkap, baik satu maupun keduanya sebagian besar berada diluar
negeri, karenanya pengawasan diluar sekolah kurang.
Sebagian
besar kasus pernikahan dibawah umur (usia dibawah 16 tahun bagi perempuan dan
kurang dari 19 tahun bagi laki-laki) terjadi karena keterpaksaan untuk segera
menikah akibat pergaulan bebas, karenanya memberikan kesadaran tentang
reproduksi dan penguatan keimanan serta pendidikan keagamaan sangat diperlukan
untuk mengurangi pergaulan yang tak terkendali dari para remaja tersebut.
Pusat
Informasi dan Konsultasi yang dibentuk di Madrasah dapat dijadikan sarana
efektif bukan hanya masalah kesadaran pendidikan kependudukan dan generasi
berencana, namun juga berbagai permasalahan yang dialami oleh para Remaja,
terlebih yang berkaitan dengan perkembangan reproduksi dimana hal ini sangat
penting (terutama perempuan) untuk memperrpkan diri sebagai Ibu dari anak
anaknya. Dimana persiapan perempuan sebagai calon ibu sangat penting untuk
menghasilkan generasi yang lebih unggul.
Beberapa
Remaja Putri memilih diet ketat yang kadangkala tidak sehat bagi perkembangan
dirinya, terlebih dimasa sekolah dimana masih dibutuhkan banyak energi untuk
menyerap ilmu disekolah. Dimana anak anak sering mengabaikan pola makan dan
asupan gizi yang dibutuhkan. Hal ini akan berakibat pada perkembangan dirinya
dimana mereka pada akhirnya juga kurang maksimal dalam menyerap pengetahuan
disekolah.
Pemberian
Tablet Tambah Darah (TTD) bagi anak anak di MTs/SMP serta MA/SMA/SMK secara
gratis yang harus diminum seminggu sekali sangat membantu untuk mengurangi
anemia yang dialami Remaja Putri, namun Faktanya kesadaran minum TTD tersebut
belum sepenuhnya dilakukan, baik oleh anak anak itu sendiri maupun oleh lembaga
pendidikan yang diberikan mandat untuk menyerahkan dan memantau pelaksanaan
minum TTD tersebut disekolah.
Memberikan
kesadaran pentingnya menjaga kesehatan, pencegahan anemia, serta segala hal
yang berkaitan dengan reproduksi dan masalah remaja lainnya dapat dilakukan
dengan mengaktifkan konsultan teman sebaya dalam wadah PIK-R dimana diantara
Remaja tersebut dapat saling mengingatkan. Begitu juga dengan peran guru,
terlebih Guru Pembimbing Akademik (PA)/Wali Kelas serta Guru Bimbingan dan Konseling
(BK), dengan mengingat Guru merupakan pengganti orang tua selama berada
dilingkungan sekolah.
Prevelensi
kejadian anemia pada Remaja peremopuan di Indonesia masih tinggi yakni sebesar
22,7 % hal ini dalam jangka panjang akan sangat berdamoak bukan hanya pada
remaja itu sendiri, namun remaja yang dalam masa tumbuh dan berkembang ini
mrembutuhkan zat besi yang tinggi yang pada akhirnya akan menjadi ibu tersebut
juga akan berdampak pada anak yang akan dikandungnaya. Dimana Ibu yang
mengalami anemia akan lebih parah ketika dia mengandung.
Dibandingkan
dengan laki-laki, pada usia yang sama kebutuhan berdasarkan Tabel Angka
Kecukupan Gizi (AKG) bagi perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki,
hal ini diakibatkan asupan zat besi bagi perempuan bukan hanya diperlukan untuk
mendukung pertumbuhannya saja, namun juga untuk mengganti zat besinya yang
hilang melalui darah mnestruasi setiap bulan.
Meskipun
TTD paling baik diminum menjelang tidur, namun untuk memastikan TTD tersebut
diminum oleh para siswa, beberapa madrasah melaksanakan minum TTD bersama
setiap pekan, hal ini dimaksudkan agar siswi tersebut benar benar minum TTD
yang diharapkan menjadi pembiasaan bagi siswi tersebut minum TTD. Namun hal ini
belum dilakukan oleh semua sekolah, hal ini diakibatkan belum terkorrdinirnya
pola penyaluran TTD tersebut kepada siswi setiap pekan, sehingga ada beberapa
sekolah Pertama dan Atas yang belum secara rutin membagikan TTD nya kepada
siswinya.
Problem
bulanan pada siswi tentang bagaimana membuang pembalut secara sehat juga belum
sepenuhnya dimengerti oleh sebagian Remaja Putri, kaarenanya sering terjadi
ditemukan pembalut bekas pakai tersebut dibuang ditemoat sampah begitu saja
tanpa terlebih dahulu dibersihkan darah kotor yang menempel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar