Pagi
itu saya tanpa harus absensi dikantor, saya segera menjemput Kang Dede,
panggilan akrab Dede Burhanudin, peneliti dari Litbang Kementerian Agama. Saya bersama
Tim peneliti Folklor Khazanah Keagamaan ingin bertemu dengan Kepala Dinas
Pariwisata Kabupaten Banyuwangi dimana saya telah berkomunikasi sehari
sebelumnya. Rencananya tepat Jam 07:00 saya sudah berada di Palinggihan (nama
lain dari Pendopo) tersebut, namun karena bebera kendala yang diinginkan, kami
datang beberapa menit lewat dari jam 07.
Saya
sedikit terperanjat ketika mobil kami memasuki halaman Dinas Partiwisata saat
itu, bukan karena wingit akibat aura beberapa benda benda kuno yang berada di
Musium Blambangan yang berada disisi depan Kantor Dinas Tersebut, atau beberapa
staf yang terlihat lebih cantik dan
elegan yang menyambut kami dengan senyum ramah dan memperkenalkan diri bernama
Rista dan mempersilahkan kami menunggu diruangan asri dimana kami bertiga
dipersilahkan membuat kopi sendiri, namun suasana Palinggihan yang penuh dengan
suasana Religi.
Pintu
masuk Palinggihan yang dulunya Pendopo Kawedanan tersebut tertulis Suci, sepatu
sandal harap dicopot. Nampak Manekin berbusana ksatria berada disisi kanan dan
kiri pintu masuk tersebut, pakaian begitu seksi dan anggun, begitu juga dengan
manekin ksatria yang begitu gagah menyapa. saya memperhatikan beberapa orang
yang nampaknya staf pada dinas tersebut berbaris dengan pakaian rapi menutupi
seluruh auratnya, para lelsaki semua tanpa memandang jabatan berada di barisan
paling depan, dan disusul barisan kaum emak emak yang berada beberapa jengkal
dibarisan belakang. Tyidak ada komando sebagaimana apel pagi yang dilaksanakan
lazimnya pada sebuah Instansi yang dilaksanakan setiap pagi.
Para
pejabat dan staf Dinas Pariwisata tersebut memang tidak sedang melaksanakan
apel pagi sebagaimana lazimnya dilakukan setiap Instansi Pemerintahan, namun di
Instansi tersebut kegiatan apel pagi diganti dengan Sholat Dhuha bagi yang
beragama Islam dan tidak sedang berhalangan. Sebuah inovasi yang sangat ruar
biasa dilakukan pada sebuah instansi. “Apel itu laporan terhadap pimpinan, dan
pimpinan memberikan arahan kepada bawahan, namun sholat merupakan laporan kita
kepada Tuhan sang maha pencipta, dan Tuhan yang akan memberikan arahan kepada
Kita” ungkap Abdullah Fauzi, salah seorang staf pada dinas tersebut.
Sambil
menikmati kopi lanang yang kami buat sendiri, kami disambut dengan baik oleh
Mas Bram dan beberapa stafnya yang nampaknya mereka eselon tiga dan dua. Dengan
pakaian serta hitam nan elegan, beberapa diantaranya mencopot songkok dan menggantikannya
dengan udeng khas Banyuwangi, kami berbincang akrab mengenai perkembangan seni
budaya dan Folklor yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Saya tidak menyinggung
kegiatan Sholat Dhuha yang dilaksanakan oleh para staf Dinas tersebut. Saya juga
tidak membandingkan dengan Sholat Dhuha yang dilaksanakan di Kantor kami yang
dilaksanakan sendiri senndiri dan tidak semua melaksanakannya. Saya jadi malu
dengan tulisan yang ada didepan Masjid dilingkungan Kantor kami yang tertuliskan
Sholat Jamaah awal waktu, dimana beberapa kali saya sering telat ikut
berjamaah.
Kami
masih menikmati kopi lanang yang khas tersebut. Kebetulan kopi yang oleh entah
siapa diberi nama kopi lanang yang buahnya wungkul, tidak seperti kopi biasanya
yang bijinya pecah jadi dua, dan kebetulan kopi tersebut kami seduh sendiri
yang juga kebetulan rombongan kami seluruhnya lanang, karenanya pas jika kami
menikmati kopi lanang yang konon juga dapat menambah vitalitas kaum lanang. Keakraban
kami membiicarakan Floktor yang berkaitan antara kebudayaan dan keyakinan
sebuah agama semakin gayeng hingga tak terasa saya mengjabislan beberapa pisang
goring yang disiuguhkan. Dan bagi saya
menjadi tidak penting cerita verita folklore yang seharusnya memang menjadi
tugas dan tujuan kami datang ke dinas pariwisata tersebut dibandungkan dengan
yang kami saksikan bahwa Apel pagi digantikan dengan Sholat Dhuda bersama, yang
mungkin pada suatu saat nanti mernjadi folklore bagi anak cucu kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar