Pemilihan
Umum memang sudah usai, namun prosesnya belumklah selesai, masih ada tgahapan
tahapan yang sangat menentukan yang harus dilalui, dan ini tidaklah mudah,
karena parapenyelenggara bukanlah malaikat yang sangat kebal dengan berbagai
cobaan dan godaan.para kompetitor juga belum merasa usai sebelum ada ketentuan
resmi tentang siapa pemenangnya. Tidak seperti lomba lari dimana sangat mudah
untuk menentukan siapa sebagai sang juara. Tahapan dalam Pesta Demokrasi akan
(dianggap) usai setelah ditetapkannya para rterpilih.
Saya
pernah jadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam pemilihan
anggota legislatif. Saya menyadari batapa rumitnya pekerjaan tersebut, terlebih
bagi yang tidak mengetahui trik bagaimana menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan
cepat dan akurat, setidaknya selesai sebelum matahari benar benar terbenam. Tidak
heran jika ada KPPS yang baru menuntaskan pekerjaaannya beberapa detik sebelum
matahari muncul dari ujung bumi sebelah timur.
Penghitungan
suara yang dilakukan secara berjenjang yang juga diikuti oleh semua perangkat
pemilu yang juga secara berjenjang mengakibatkan rasa lelah yang kadang
menimbulkan rasa pesimis, meski tidak sampai putus asa, terlebih dengan era
digital dimana meskipun rekapitulasi suara dilakukan secara berjenjang dan
terstrukture, namun secara online para saksi yang sudah diberkali dengan Bukti
C1 yang sudah ditanda tangani para pihak, dapat melaporkan secara online kepada
pimpinan partainya, sehingga mereka (sebenarnya) dapat mengetahui jumlah
periolehan suaranya.
Saya
pernah diajak makan makan oleh tim sukses, beberapa hari setelah pencoblosan,
meski saya tahu bahwa calon yang diusung tim tersebuut gagal mendapatkan suara
yang signifikan meski mereka telah berjuang dengan segala kemampuanya, namun
mereka masih tetap mengadakan makan makan meski dengan cara yang sederhana,
meski dari raut wajah lelah mereka tergambar rasa kecewa. Setidaknya mereks
ingin menunjukkan bahwa kekalahan bukan satu satunya jalan untuk menyerah
meskioun kalah. Mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan semangat juang dan
mungkin suatu saat nanti akan berkompetisi kembali, karena mengahiri sebuah
permainan dengan indah juga sangat perlu.
Sambil
makan makan dan Ngopy, para tim sukses tersebut juga banyak vercerita tentang
bagaimana perjuangan mereka untuk caleg yang diusungnya. Mereka adalah lokomotif dengan beberapa
gerbong dengan satu jalur meski pemberhentiannya berbeda. Lokomotif tersebut
perlu bergerak dengan bahan bakar y6ang tidak sedikit, terlebih para kru (tim
suksesd) juga butuh penghidupan untuk keluarganya. Para caleg tingkat Kabupaten
biasanya tandem dengan caleg propinsi maupun ousat dari partai yang sama. Meski
tidak menutup kemungkinan bagi tim sukses akan mentandemkan calegnya dengan
caleg lain berbeda partai.kadang juag melakukan mapping batas (garis
perjuangan) sehiingga antar caleg dan tim sukses dapat saling menjaga.
Mayarakat
seakan sudah terlalu cerdas, dalam memilih mereka banyak pertimbangan, ada yang
murni sesuai hati nurani, ada yang fanatik pada sebuah partai, dan ada juga
yang memilih karena pemberian dari calon, baik secara langsung, dalih bakti
sosial, maupun bantyuan untuk sarana sosial maupun peribadatan. Tidak heran
jika sebagai rasa terima kasih atas pemberian yang diterimanya, dalam satu
keluarga sepakat membagi suaranya. Seorang tim sukse samnbil makan makan
menceritakan bahwa dirinya telah membagikan seragam kepada kelompok orang
dengan harapan dapat suara dari kelompok tersebut, itupun calon yang diusung
sudah pernah menjabat dan pernah menggolkan proyek yang ada diwilayah tersebut.
Namun ternyata suara yang diperolehnya tidk sebanding dengan jumlah seragam
yang telah dibagikannya. Masyarakat menyerahkan suara sesuai dengan amal
perbuatan calonnya.
Saya ingin mengorek, darimana mereka mendapatkan dana kampanye, apakah murni
kemauan sendiri mereka jadi tim sukses ??, apa dapat dana dari calon ataukan
ada pihak ketiga yang menjadi sponsor. Mungkin ini juga yang menjadi pertanyaan
bagi banyak orang, nampaknya adagium “tidak ada makan siang gratis dalam
berpolitik” masih berlaku. Atau seperti yang banyak beredar di masyarakat “ sing
nyoblos dan sing di coblos kudu podo enake”. Begitu juga dengan tim sukses tersebut. Para pendonor
juga mempunyai kepentingan dengan terpilihnya calon yang menjadi unggulannya.
Banyak
kita jumpai calon yang kecewa, mengumpat pemberiannya ketika suara yang
diharapkannya tidak sesuai dengan materi yang telklah diberikannya. Meskipun masyarakat
juga mempunyai dalih pembenar untuk memberikan suaranya bukan kepada pemberi
materi, terlebih jika pemberian materi tersebut diberikan kepada Tempat Ibadah,
apalagi jika pemberian tersebut merupakan program pemerintah yang kadang
diklaim atas perjuangan calon tertentu.
Pilpres
yang dilakukan bersamaan dengan Pileg, memang sangat efektif untuk menekan
biaya yang dikeluarkan, masyarakat juga tidak terlalu lama terjebak dalam
gesekan gesekan karena perbedaan pemilihan partai dan pemilihan capres. Meskipun
menurut saya Pilpres yang dilakukan di Indonesia belum ideal dari segi tatanan
pemerintahan, hal ini mungkin terjadi, karena presiden terpilih belum tentu
berasal dari koalisi yang memperoleh kursi mayoritas di parlemen, sehingga jika
hal ini terjadi, parlemen bisa mengganjal program dari presiden terpilih,
meskipun sistim di Indonesia masih memungkinkan sebuah partai keluar dari
koalisi yang dapat dimanfaatkan oleh presiden terpilih untuk bergabung.
Banyak
issu bersliweran menjelang Pilpres, dimana yang paling santer adalah Isu
Khilafah dan Kebangkitan faham komunis, dimana issu ini terus berkumandang
untuk saling menjatuhkan satu sama lainnya, meskipun sistim kenegaraan yang
kita anut tidak memungkinkan seorang presiden untuk mengganti ideologi negara
dan mengganti sistim pemerintahan, namun kedua issu tersebut laris manis di
media sosial.Tata pemerintahan dan perubahan ideologi hanya dapat dilakukan
dengan mengubah Undang Undang Dasar yang hanya dapat dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, sedangkan presiden hanyalah pelaksana dari Undang
undang yang sudah disahkan bersama DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar