Ketika saya dan beberapa rekan berkunjung ketempat tersebut, tak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Tidak terlalu sulit untuk sampai lokasi gandrung terakota, meski berada ditengah perkebunan dengan jalan paving blok searah yang hanya dapat dilewati satu kendaraan roda empat. Ada suasana magis ketika berada ditempat tersebut, kita seakan dibawa pada suasana tempo dulu dimana gandrung mulai ada.
Saya menyempatkan diri untuk mampir ketempat tersebut, meskipun tidak dapat terlalu lama, setidaknya dapat membunuh rasa penasaran tentang keberadaan tempat tersebut, dimana sebelumnya saya hanya mendengar saja mengenai adanya ratusan patung gandrung terbuat dari tanah liat yang berada ditengah perkebunan di Kecamatan Licin tersebut. Tidak seperti Patung Terakota di China peninggalan zaman kekisaran, Patung gandrung di Kabupaten Banyuwangi ini baru ada beberapa bulan ini, artinya pembuatan patung gandrung tersebut dikerrjakan dengan tehnologi kekinian.
Meskipun patung tersebut relatif baru, namun suasana magis terasa ketika kita berada ditempat tersebut. Ratusan patung menghadap kesawah dimana beberapa Killing (baling baling besar) dengan suara menderu ketika tertimpa angin berada didepannya.Kita juga dapat menikmati kopi dari perkebunan tersebut, menikmati tari gandrung yang tiap malam digelar untuk para pengunjung.
Gandrung sebagai salah satu kesenian yang ada di Kabupaten Banyuwangi telah melegenda di seluruh dunia, tidak heran jika beberapa perguruan tinggi diluar Kabupaten Banyuwangi menggelar pertunjukan tersebut dengan menampilkan ratusan penari. Bahkan Mahasiswa Mancanegarapun banyak yang belajar tarian khas dimana dulunya dilakukan oleh laki-laki.
Tarian gandrung dulunya merupakan salah satu sarana media informasi dan komunikasi dalam perjuangan merebut kemerdekaan, karenanya gandrung ketika itu dilakukan oleh laki laki dengan berpakaian perempuan. Hal ini dilakukan dengan mengingat sangat riskan bagi perempuan ketika itu jika harus melakukan seni tari ditengah ancaman dari penjajah.
Pelestarian tari gandrung dalam bentuk pertunjukan kolosal sedperti Gandrung sewu dimana pertunjukan dengan menampilkan lebih dari seribu gandrung tersebut sebagai salah satu wahana untuk menyatukan dan mempererat jalinan antar lembaga pendidikan, dimana dalam kegiatan gandrung sewu tersebut diikuti oleh semua lembaga pendidikan, baik sekolah maupun madrasah. Perbedaan terhadap busana yang dikenakan (dari Madrasah menutup seluruh aurat) tidak mengurangi kekompakan dalam membentuk tarian kolosal tersebut.
Keberaddaan Tarian gandrung sewu, ratusan patuing gandrung mirip terakota serta beberapa patung gandrung lainnya merupakan salah satu ikon budaya, dimana budaya tersebut menyatukan daerah yang dihuni beberapa etnik ini. Rasa memiliki budaya semakin yang semakin kental ini bukan sekedar dapat menambah selera wisata, namun lebuh kepada perasaan untuk memajukan daerah secara bersama sama, rasa memiliki dengan menepis pertbedaan etnik asli dan etnik pendatang, dimana pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dulu juga dilakukan semua suku.
Seperti patung gandrung terakota (biar mudah menyebutnya), dimana ratusan patung gandrung tersebut bukan hanya berjajar dipimnggir sawah, tetapi ada beberapa patung yang ditempatkan ditengah sawah ini juga sebuah perlambang terhadap emansipasi perempuan dalam berkarya dan membangun bangsa, meskipunsdebenarnya saya tidak begitu faham mengapa harus ada patung yang ditempatkan ditengah sawah tersebut. Atau untuk apa para petani memasang killing ditengah sawah dengan suara menderu. Atau mengapa saya terbawa suasana masalalu ketika berada ditengah tengah ratusan patung tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar