Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Home » » Pacaran Ala Santri

Pacaran Ala Santri


Saya terkejut ketika berkenalan dengan Ibu Kepala Madrasah yang mengaku pernah tujuh tahun dipesantrten sejak mulai dia lulus sekolah dasar, dan dia baru keluar dari pesantren tersebut menjelang pernikahannya. Padahal pesantren tersebut pesantren salafi yang tidak ada sekolah umumnya, karenanya saya yakin jika Ibu guru ini hanya sekolah diniyah dan tidak mengikuti pendidikan formal.
Bukan hanya sisa aura kecantikan yang masih memancar dari wajahnya, namun semerbak kecerdasannya juga saya rasakan ketika berbincang dengannya. Saya tidak berani berbicara masalah agama dengannya, meskipun dia tercatat sebagai Sarjana Bahasa Indonesia yang entah bagaimana dia mendapatkan gelar kesarjanaan tersebut, namun saya yakin dia sangat jago dibidang Ilmu agama, karena saya bukan hanya kenal dengan pesantren diman dia tujuh tahun menuntul ilmu, namun saya hafal betul dengan sudut bangunan yang ada di pesantren tersebut. Pernah ketika saya berada di Pesantren tersebut saya salah masuk gang. Saya merasa merasa masuk ketaman surga dengan beberapa bidadari yang sedang mandi disumur, mereka bergantiaan menyiram air dari timba sambil cekikian dengan busana yang nyaris tak ada. Saya baru sadar ketika para bidadari tersebut menjerit dan spontan berjongkok menutupi auratnya. Saya seger memalingkan wajah dan dengan kecepatan tak terhingga meninggalkan gang tersebut.
Pesantren zaman dulu sedikit berbeda dengan sekarang, dimana zaman dulu masih banyak pesantren yang mempertahankan bentuk pesantren yang hanya mengajarkan pendidikan diniyah bagi santrinya. Beberapa santri juga nyambi membantu penduduk disekitar pesantren untuk sekedar numpang penghidupan, sehingga santri tersebut meskipun tidak dibekali dengan uang oleh orang tuanya, masih dapat melanjutkan pendidikan dipesantren. Sangat berbeda dengan pesantren zaman sekarang dimana hampir seluruh pesantren dilengkapi dengan pendidikan formal, bahkan hampir tidak ada santri yang nggendok sendiri untuk kebutuhan hidupnya, beberapa pesantren yang tidak menyediakan pendidikan formal saat ini juga melakukan wajar dikdas, sebuah program dimana lulusan dari pesantren tersebut ijazahnya dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan pada lembaga pendidikan lainnya non pesantren. Catering juga banyak disediakan, baik secara resmi oleh pesantren maupun warung warung disekitar pesantren.
Para santri yang rata rata remaja juga mempunyai gejolak rasa muda yang tidak jauh berbeda dengan remaja pada umumnya. Mereka juga mulai mempunyai rasa saling ketertarikan dengan lawan jenisnya. Namun di dunia pesantren dimana santri putra dan putri dipisah baik asrama maupun tempat belajarnya telah membatasi pergaulan diantarta mereka. Tidak sedikit diatara mereka yang saling berkirim surat tanpa diketahui dengan siapa mereka melakukan korespondensi.
Mungkin kalau ini dilakukan zaman sekarang, dianggap tingkah konyol dari seorang remaja, namun perbedaan zaman memberikan kepuasan yang berbeda, meski dengan imajinasi yang tidak jauh berbeda. Ketika android dan gadget   belum membabi buta menyebarkan virus ke alam semesta, penggunaan media kertas masih dianggap sangat efentif sebagai media sosial untuk saling mengenal, meski tidak diketahui siapa sebenarnya yang kita kenal. Setidaknya itulah yang diceritakan Bu Guru ini ketika berada dipesantren dimana saat itu kelas yang digunakan untuk pendidikan diniyah yang diikutinya kalau pagi dipergunakan santri putra, dan jika sore hari digunakan untuk santri putri, karenanya beberapa santri secara iseng menyelipkan sebuah kertas kedalam bangku agar dibaca oleh santri lawan jenisnya.
Bagi saya hal tersebut bukanlah hal yang aneh sebagaimana zaman sekarang dimana media sosial juga dipergunakan untuk berkomunikasi meski tidak diketahui sebenarnya siapa yang diajak berkomunikasi (dalam kontek yang berbeda). Saya juga tidak menyalahkan para remaja yang duduk dipesantren zaman dahulu yang secara iseng menyelipkan kertas kedalam bangku tersebut, dan saling berbalas antar keduanya, meski merella tidak tahu siapa sebenarnya yang diajak untuk berkenalan, setidaknya dengan surat yang mereka baca dapat memberikan fantasi terhadap lawan jenisnya. Mereka saling mencari informasi siapa yang mereka ajak untuk berkomunikasi, meski tidak jarang sampai mereka lulus dari pesantren masih juga belum kenal dengan siapa mereka saling berbalas surat.
Saya terus berbincang dengan Buguru Kepala Madrasah ini, menanyakan tahun berapa beliau berada di pesantren tersebut, dan bagaimana pula bisa terjadi santri yang tujuh tahun hanya mendapatkan pendidikan diniyah tersebut sekarang jadi Guru Bahasa Indonesia. Saya yakin B Guru ini sangat pandai merangkai kata, karena dipesantren sudah terbiasa diajarkan bagaimana merangkai kata dalam berpidato, Ilmu Mantiq dan Balaghoh yang wajib dikuasai noleh santri sebelum mendapatkan ijazah dari pesantren. Samar samar say mengingat namanya, mungkin nama ini yang sering disebut mencapai nilai terbaik dalam ikmtihan yang digelar setiap ahir tahun ajaran di pesantren.
Saya sangat penasaran dengan B Guru ini. Karena kalau saya hitung tahun berapa B Guru ini berada di Pesantren dimana saya juga sempat menimba sedikit ilmu disana. Yang saya khawatirkan jangan jangan terjadi, meski saya mrotholi dari pesantren sebelum faham imrithi, meski saya masih gretholan ketika  tasrifan. Jangan jangan surat cinta yang dulu saya selipkan dibangku pesantren tersebut, Bu Guru ini yang membalasnya.
Saya sangat penasaran dengan B Guru ini. Karena kalau saya hitung tahun berapa B Guru ini berada di Pesantren dimana saya juga sempat menimba sedikit ilmu disana. Yang saya khawatirkan jangan jangan terjadi, meski saya mrotholi dari pesantren sebelum faham imrithi, meski saya masih gretholan ketika  tasrifan. Jangan jangan surat cinta yang dulu saya selipkan dibangku pesantren tersebut, Bu Guru ini yang membalasnya.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog