Pages

4/22/2019

Siswa MAN 1 Banyuwangi Juara 02 Lomba Fotografi AGSI Jawa Timur


Sulaiman Ali Satief, Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Banyuwangi berhasil menjadi juara 02 dalam Lomba Fotografi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) dalam rangka Hari pendidikan Nasional tersebut diikuti oleh peserta dari SMA, SMK dan MA se Propinsi Jawa Timur.
Dalam Lomba tersebut siswa MAN 1 Banyuwangi menampilkan foto sejarah gandrung, dimana tari tradisional ini sudah menjadi ikon bagi Kabupaten paling ujung Pulau Jawa ini. Ditemui dikampusnya, Sulaiman Ali Satief menyampaikan bahwa dirinya memang hoby fotografi, terlebih lomba yang diikuti berkaitan dengan sejarah dan budaya, dimana di Banyuwangi sangat banyak budaya, terlebih Gandrung dimana kesenian gandrung dulu jjuga digunakan untuk alat perjuangan merebut kemerdekaan.
Kepala MAN 1 Banyuwangi Saeroji menyampaikan bahwa Madrasah menfasilitasi semua semampuan siswanya untuk berkembang, baik intra maupun ekstra kulikuler. “Kesenian gandrung yang ada di Kab7upaten Banyuwangi dijadikan objek fotografi oleh siswa dan Alhamdulillah mendapat juara 02” ungkapnya.

Lebih lanjut Saeroji juga menyampaikan bahwa siswanya tersebut akan diundang dalam puncak acara Hardiknas yang akan dilaksanakan penyerahan hadiahnya pada Hari Rabu (24/4) mendatang di Museum Trowulan Mojokerto.
Sementara itu Sulaiman Ali Satief menceritakan Tari Gandrung yang menjadi objek fotografinya dimana Sejarah kesenian gandrung Banyuwangi muncul setelah kekalahan rakyat Blambangan melawan VOC yang mengakibatkan rakyat Blambangan tercerai-berai.
Kesenian tari Gandrung Banyuwangi diciptakan dengan tujuan untuk mempersatukan kembali rakyat Blambangan. Tari gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dengan diiringi instrumen gendang. Sekitar tahun 1890an, Gandrung laki-laki ini lambat laun digantikan oleh gandrung perempuan seiring dengan berkembangnya ajaran Islam di Blambangan.
Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an banyak gadis-gadis muda yang diperbolehkan mempelajari tarian ini.Kesenian ini kemudian terus di kembangkan oleh pemerintah Banyuwangi.


4/20/2019

(Diklat PERTOLONGAN PERTAMA PMR WIRA MAN 2 Banyuwangi)



Madrasah Aliyah Negeri 2 banyuwangi mengadakan diklat pertolongan pertama yang di laksanakan di markas PMI Kab. banyuwangi.  kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari (18-19/4)
dan di fasilitatori langsung oleh KSR PMI Kab.Banyuwangi yang bersertifikasi. kegiatan ini di ikuti oleh siswa siswi MAN 2 Banyuangi yang berlokasi di Kecamatan Genteng, dimana para siswa yang mengikuti Diklat ini merupakan siswa yang mengikuti extrakulikuler Palang Merah Remaja (PMR) Kelompok WIRA. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan dan  materi serta praktek langsung guna dapat di praktekkan ketika dibutuhkan, terutama dalam lingkup kampus.
Materi demi materi berlangsung dengan tertib dan di ikuti dengan seksama oleh siswa siswi, pada tiap tiap materi langsung di berikan praktek cara penangan dari semua pertolongan pertama. Materi yang di dapat para siswa langsung dilakukan simulasi penanganan pertolongan pertama di lapangan.(a) mulai masuk ke area pertolongan. (b)penilaian terhadap diri korban apakah dapat di salmatkan atau tidak.(c)tim efakuasi segera mengambil korban yang mengancam nyawa.(d) tim medis segera menangani korban di area aman.(e)efakuasi seluruh korban yang ada di lapangan.
Salah seorang peserta menyamp[aikan bahwa Kegiatan ini sangat seru karna fasilitator yang sangat ramah dan juga asyik, sehingga materi yang kami dapat sangat mudah di fahami.dan yang paling mengesankan kami dapat melihat langsung alat alat medis yang di miliki oleh PMI Kab.Banyuwangi. ”saya berharap adik adik dapat mengamalkan ilmu yang telah di dapat dari markas PMI ini”.ujar nanik(siswa kelas 11)
Begitu juga dengan kesan Halimah KSR PMI Kab.Banyuwangi “Sebuah kehormatan bagi saya sehingga bisa memberikan sedikit ilmu kepada adik-adik PMR WIRA MAN 2 Banyuwangi sehingga ilmu yang saya dapat bisa manfaat dan barokah bagi semua”.pembelajaran ini bertujuan untuk malakukan perubahan karakter pada anak anak sehingga menjadi siswa yang benar – benar peduli terhadap diri sendiri dan diri orang lain.

Pesta Demokrasi, Semua Merasa Menang (semoga) Semua Senang



Pemilihan Umum memang sudah usai, namun prosesnya belumklah selesai, masih ada tgahapan tahapan yang sangat menentukan yang harus dilalui, dan ini tidaklah mudah, karena parapenyelenggara bukanlah malaikat yang sangat kebal dengan berbagai cobaan dan godaan.para kompetitor juga belum merasa usai sebelum ada ketentuan resmi tentang siapa pemenangnya. Tidak seperti lomba lari dimana sangat mudah untuk menentukan siapa sebagai sang juara. Tahapan dalam Pesta Demokrasi akan (dianggap) usai setelah ditetapkannya para rterpilih.

Saya pernah jadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam pemilihan anggota legislatif. Saya menyadari batapa rumitnya pekerjaan tersebut, terlebih bagi yang tidak mengetahui trik bagaimana menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan cepat dan akurat, setidaknya selesai sebelum matahari benar benar terbenam. Tidak heran jika ada KPPS yang baru menuntaskan pekerjaaannya beberapa detik sebelum matahari muncul dari ujung bumi sebelah timur.
Penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang yang juga diikuti oleh semua perangkat pemilu yang juga secara berjenjang mengakibatkan rasa lelah yang kadang menimbulkan rasa pesimis, meski tidak sampai putus asa, terlebih dengan era digital dimana meskipun rekapitulasi suara dilakukan secara berjenjang dan terstrukture, namun secara online para saksi yang sudah diberkali dengan Bukti C1 yang sudah ditanda tangani para pihak, dapat melaporkan secara online kepada pimpinan partainya, sehingga mereka (sebenarnya) dapat mengetahui jumlah periolehan suaranya.
Saya pernah diajak makan makan oleh tim sukses, beberapa hari setelah pencoblosan, meski saya tahu bahwa calon yang diusung tim tersebuut gagal mendapatkan suara yang signifikan meski mereka telah berjuang dengan segala kemampuanya, namun mereka masih tetap mengadakan makan makan meski dengan cara yang sederhana, meski dari raut wajah lelah mereka tergambar rasa kecewa. Setidaknya mereks ingin menunjukkan bahwa kekalahan bukan satu satunya jalan untuk menyerah meskioun kalah. Mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan semangat juang dan mungkin suatu saat nanti akan berkompetisi kembali, karena mengahiri sebuah permainan dengan indah juga sangat perlu.
Sambil makan makan dan Ngopy, para tim sukses tersebut juga banyak vercerita tentang bagaimana perjuangan mereka untuk caleg yang diusungnya.  Mereka adalah lokomotif dengan beberapa gerbong dengan satu jalur meski pemberhentiannya berbeda. Lokomotif tersebut perlu bergerak dengan bahan bakar y6ang tidak sedikit, terlebih para kru (tim suksesd) juga butuh penghidupan untuk keluarganya. Para caleg tingkat Kabupaten biasanya tandem dengan caleg propinsi maupun ousat dari partai yang sama. Meski tidak menutup kemungkinan bagi tim sukses akan mentandemkan calegnya dengan caleg lain berbeda partai.kadang juag melakukan mapping batas (garis perjuangan) sehiingga antar caleg dan tim sukses dapat saling menjaga.
Mayarakat seakan sudah terlalu cerdas, dalam memilih mereka banyak pertimbangan, ada yang murni sesuai hati nurani, ada yang fanatik pada sebuah partai, dan ada juga yang memilih karena pemberian dari calon, baik secara langsung, dalih bakti sosial, maupun bantyuan untuk sarana sosial maupun peribadatan. Tidak heran jika sebagai rasa terima kasih atas pemberian yang diterimanya, dalam satu keluarga sepakat membagi suaranya. Seorang tim sukse samnbil makan makan menceritakan bahwa dirinya telah membagikan seragam kepada kelompok orang dengan harapan dapat suara dari kelompok tersebut, itupun calon yang diusung sudah pernah menjabat dan pernah menggolkan proyek yang ada diwilayah tersebut. Namun ternyata suara yang diperolehnya tidk sebanding dengan jumlah seragam yang telah dibagikannya. Masyarakat menyerahkan suara sesuai dengan amal perbuatan calonnya.

Saya ingin mengorek, darimana mereka mendapatkan dana kampanye, apakah murni kemauan sendiri mereka jadi tim sukses ??, apa dapat dana dari calon ataukan ada pihak ketiga yang menjadi sponsor. Mungkin ini juga yang menjadi pertanyaan bagi banyak orang, nampaknya adagium “tidak ada makan siang gratis dalam berpolitik” masih berlaku. Atau seperti yang banyak beredar di masyarakat “ sing nyoblos dan sing di coblos kudu podo enake”.  Begitu juga dengan tim sukses tersebut. Para pendonor juga mempunyai kepentingan dengan terpilihnya calon yang menjadi unggulannya.
Banyak kita jumpai calon yang kecewa, mengumpat pemberiannya ketika suara yang diharapkannya tidak sesuai dengan materi yang telklah diberikannya. Meskipun masyarakat juga mempunyai dalih pembenar untuk memberikan suaranya bukan kepada pemberi materi, terlebih jika pemberian materi tersebut diberikan kepada Tempat Ibadah, apalagi jika pemberian tersebut merupakan program pemerintah yang kadang diklaim atas perjuangan calon tertentu.
Pilpres yang dilakukan bersamaan dengan Pileg, memang sangat efektif untuk menekan biaya yang dikeluarkan, masyarakat juga tidak terlalu lama terjebak dalam gesekan gesekan karena perbedaan pemilihan partai dan pemilihan capres. Meskipun menurut saya Pilpres yang dilakukan di Indonesia belum ideal dari segi tatanan pemerintahan, hal ini mungkin terjadi, karena presiden terpilih belum tentu berasal dari koalisi yang memperoleh kursi mayoritas di parlemen, sehingga jika hal ini terjadi, parlemen bisa mengganjal program dari presiden terpilih, meskipun sistim di Indonesia masih memungkinkan sebuah partai keluar dari koalisi yang dapat dimanfaatkan oleh presiden terpilih untuk bergabung.

Banyak issu bersliweran menjelang Pilpres, dimana yang paling santer adalah Isu Khilafah dan Kebangkitan faham komunis, dimana issu ini terus berkumandang untuk saling menjatuhkan satu sama lainnya, meskipun sistim kenegaraan yang kita anut tidak memungkinkan seorang presiden untuk mengganti ideologi negara dan mengganti sistim pemerintahan, namun kedua issu tersebut laris manis di media sosial.Tata pemerintahan dan perubahan ideologi hanya dapat dilakukan dengan mengubah Undang Undang Dasar yang hanya dapat dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan presiden hanyalah pelaksana dari Undang undang yang sudah disahkan bersama DPR.

4/10/2019

PPDB MAN 2 Banyuwangi di Genteng



Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Banyuwangi di Genteng melakukan Penerimaan Peserta Didik Baru  (PPDB) tahun ajaran 2019/2020 yang dilaksanakan tanggal 10 s/d 16 april untuk jalur undangan. Tes dilaksanakan antara lain tes membaca al-qur’an dan tes wawancara. Ketua panitia PPDB tahun 2019/2020 Askab menyampaikan bahwa hari pertama pembukaan pendaftaran ini,  pendaftar berjumlah 80 siswa dari berbagai sekolah dan madrasah yang ada di banyuwangi. Pelaksanaan PPDB ini bertujuan untuk mendapatkan peserta didik baru yang benar benar berkwalitas.
Alur  PPDB tahun 2019/2020 antara lain : (a) peserta datang ke kampus MAN 2 Banyuwangi pada jam efektif mulai jam 08.00-12.00 wib. (b) Peserta  mengambil formulir pendaftaran dan pengisiannya dipandu oleh panitia yang bertugas. (c) Peserta mengerjakan soal CAT di Lab computer (d) Tes wawancara dan baca Al Quran oleh Dewan Guru MAN 2 Banyuwangi.
“pada PPBD tahun ini kami lebih selektif lagi dalam memilih siswa karna guna mengedepankan madrasah yang lebih unggul”ujar samsulhadi, salah seorang panitia.
Devi Prawita, siswa SMPN 2 Gambiran yang ikut dalam PPDB tersebut menyampaikan”saya mendaftar di MAN 2 Banyuwangi karna saya ingin sekolah yang berbasis agama”. Lebih lanjut gadis manis ini menyampaikan bahwa Perasaannya saat tes sangat berdebar, “saya takut kalau tidak di terima karna banyaknya siswa dari sekolah lain yang ingin mendaftar di MAN 2 Banyuwangi” ungkapnya  Devi memberikan apresiasi karena dalam  wawancara sangat ramah. “saya yakin akan masuk di MAN 2 Banyuwangi ini” ungkapnya.

Aku dan Anak Perempuanku

Dia begitu manja dengan ayahnya, meskipun sudah kelas 2 SMA, saya lebih senang menyebut kelas 2 SMA daripada kelas XI. Kalau melihat anak kedua saya sudah menginjak Remaja, baru terasa bahwa usia ini sudah tak muda lagi, meskipun kadang semangat muda itu masih ada, namun satu demi satu rambut putih tumbuh tak dapat dihindari, begitu juga dengan pandangan mata dimana kadang butuh kacamata untuk membaca.
Usianya baru 15 tahun, maklum jika masih manja, terlebih dia anak kedua, belum mempunyai adik lagi, atau mungkin tidak mempunyai adik, karenanya kadang saya selalu melihat dia masih anak anak, dan beberapa kali dia protes ketika saya memperlakukan dia seperti anak anak. "Aku wes SMA lo yah?" Ungkapnya dengan nada manja.
Dulu saya ingin anak perempuan ini masuk Madrasah Aliyah, biar berkelanjutan dari MI dan MTs, namun saya menyerah pasrah ketika dia memilih SMA, karena saya sudah berjanji bahwa sampai dengan SLTP, ayah yang menentukan dan selepasnya silahkan tentukan sendiri kemana engkau sekolah, kemana engkau kuliah. Dan dia memilih SMAN tertua di Kabupaten kami dimana alumninya ada yang jadi Menteri, seperti halnya kakaknya yang juga sekolah disini.
Saya ingin memberikan yang terbaik untuknya, kata orang anak anak kita adalah "majikan kita",. Menurut saya tidak sampai seperti itu, bagiku anak perempuan adalah ananah yang perlu dijaga. Dulu ketika dia masih bayi, mulai usia 3 hari selepas dari kelahirannya dari rumah sakit, saya yang memandikan bayi mungil tersebut hingga dia bisa mandi sendiri. Saya begitu menikmati masa masa itu, seakan kita tak mau memejamkan mata menjaganya dari gigitan nyamuk. Masa yang tak tergantikan untuk dapat selalu dekat dengan sibuah hati yang kini tumbuh remaja. Dia selalu tersenyum jika saya mencerirakan masa ketika dia masih bayi, tak seperti anak bayi lainnya yang dimandikan orang lain.

Kebersamaan Tidak Harus Makan



Sebuah filosofi dari ungjapan “ora mangan sing penting ngumpul” bisa dimaknai sebagai kultur budaya pentingnya kebersamaan dalam senuah keluarga. Beberapa  suku dengan filosofi ini nampak dari bentuk perumahan dimana meskipun perkampungan tersebut terpencil diperdesaan, namun nampak berhimpitan satu dengan yang lain. Menghadapi masalah akan lebih mudah jika dilakukan secara bersama sama. Ada juga yang menggunakan filosofi “ora ngumpul sing penting mangan” dimana suku yang lebih mengedepankan filosofi ini bentuk perumahanannya cenderung tidak berhimpitan, bertahan untuk hidup tidak harus selalu berkumpul dalam satu koloni keluarga, bahkan ada suku yang mempunyai tradisi “melancong”, yakni pergi dari wilayahnya untuk mencari pengalaman kerja ditempat yang jauh.
Sebuah kewajiban bagi setiap makhluk hidup dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan makanan, dan ini merupakan sebuah rangkaian kehidupan yang harus dijalani. Karenanya tidak perlu diperdebatkan mengapa Tuhan menciptakan harimau yang akan memangsa makhluk hidup yang lain. Mungkin kita pernah bermimpi sebuah savana dengan berbagai binatang pemakan rumput hidup rukun dan damai tanpa binatang pemangsa, namun hal itu ternyata menimbulkan sebuah siklus ketidak seimbangan alam. Jika hal ini terjadi dimana binatang tersebut terus berkembang biak, mungkin padang savana tersebut akan penuh dan akan kehabisan bahan makanan.
Namun demikian rasa kemanusiaan dan moralitas manusia juga diperlukan sebagai nakhluk yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Meskippun sama sama akan diurai kembali ke tanah, sebagian besar orang tidak akan rela jika jasadnya diurai oleh binatang buas. Meskipun ada suku dimana ketika meninggal dunia, jasadnya diberikan kepad burung burung pemangsa daging. Meskioun ketika dimakamkan, jasad manusia juga akan dinikmati oleh cacing tanah.

Makanan dapat memperarat persatuan dan persaudaraan, namun karena makanan juga dapat menyebabkan keretakan persaudaraan dan permusuhan. Hal ini bukan kesalahan dari makanan tersebut, namun bagaimana kita memperlakukan makanan tersebut sesuai dengan koridornya, banjyak masalah yang dapat diselesaikan dimeja makan, namun juga tidak sedikit masalah yang timbul disebabkan dengan makanan.begitu juga dengan hubungan suami istri dimana dapat dilakukan di ranjang, namun banyak juga masalah yang timbul gara gara huibungan diatas ranjang.

Kebersamaan tidak harus makan makan, begitupun dengan makan makan, tidak harus dilakukan bersama sama. Banyak masalah yang dapat diselesaikan dimeja makan. Terlebih dengan dengan menggunakan filosofi jawa berupa tumpeng dimana mengandung filosofi dengan makna yang tinggi dari sebuah sistim kenegaraan. Masyarakat jawa dalam membuat tumpeng dengan berbagai pakem yang khas sehingga ketika dalam selamatan menggunakan adat jawa, akan terlihat maksud dan tujuan dari selamatan tersebut dengan melihat bentuk tumpeng yang disuguhkan, doa doa terucap dalam simbul simbul tumpeng yang disuguhkan, aoakan tumpeng tersebut untuk doa keselamatan, tum,.peng syukuran ataukan tumpeng untuk mengingat dan menyiratkan doa bagi yang sudah meninggal.
Doa tidak harus terucap melalui lesan, namun juga dapaat melalui simbul simbul yang sudah difahami bersama. Begitu juga dengan makanan yang kita suguhkan secara bersama sama, dimana dalam syukuran tersebut tidak harus berupa tumpeng. Seperti halnya yang sering kami lakukan secara bersama sama dalam satu ruangan, dimana ketika mendapatkan rizki, kami sering makan bersama, meskipun tidak harus ditempat yang mewah, karena dengan makan bersama tersebut keakraban dan soliditas sebuat tim akan mudah terbentuk.

Beberapa hari yang lalu sebagai PNS, kami menerima kekurangan tunjangan kinerja, salah satu bentuk rasa syukura kami disamping memberi kepada kaum yang lebih membutuhkan, juga kali lakukan dengan cara makan bersama dimana kami bergiliran sebagai bos yang mbayari, hingga kami hafal dengan berbegai rasa kuliner yang kami kunjungi, dan hafal juga dengan harga harga setiap warung tersebut, dan ternyata akan lebih murah dan serasa lebih nikmat ketika makan bersama sama.
Saya pernah diminta menyelesaikan masalah dari dua keluarga yang sedang “agak” berseteru, dari akibat besanan yang gagal, padahal mereka adalah tetangga dimana jamaah subuh pada masjid yang sama. Saya tidak mau ada makanan yang tersaji sia sia, sehingga ketika dalam acara “mbalekne lamaran”, acara saya dahului dengan makan makan. Karena saya khawatir ketika dua keluarga ini membahas pembatalan perbesanan, maka meraka tidak enak makan, kikuk dan lain sebagaimnay. Sehingga ketika dua keluarga ini bertemu, yang saya lakukan adalah mengajak mereka makan makan terlebih dahulu.
Saya juga pernah sedikit bersirtegang dengan rekan saya yang kebetulan menjabat sebagai Kepala Desa, dimana untuk mencairkan suasana saya diajak makan makan disebuat warung dipinggir pantai. Semilir angin dan bau sedap ikan bakar ketika saya masuk ruangan tersebut menambah nafsu untuk segera melahapnya. Dan itulah yang kami lakukan, dimana acara kami mulai dengan makan makan tanpa membahas masalah yang menjadikan kami berbeda argumen. Hal ini bukan berarti kami menambah gizi untuk ahirnya lebih kuat ngeyel ketika adu argumen, namun dari makan bersama tersebut masalah dapat terurai.
Pernah teman perempuan saya bercerita, bahwa dia ketika meminta sesuai yang special dari suaminya, dimulai dengan makan malam bersama dengan menu special, dilanjutkan dengan “ritual suami istri” yang juga dilakukan secara special. Dan hasilnya menurut teman saya tersebut hampir semua “proposal” yang diajukan di acc tanpa catatan.

4/09/2019

PENDEKATAN AGAMA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

Islam mengajarkan dan memerintahkan agar manusia menuntut Ilmu sejak dari lahir hingga meninggal dunia. Menuntut Ilmu bukan hanya ilmu agama semata, namun menuntut Ilmu secara umum yang dimulai sejak usia dini atau baru lahir. Pemerintah sekarang ini terus memasyarakatkan kepada seluruh warga Negara tentang pentingnya pelaksanaan Pendidikan bagi anak usia dini, yakni anak usia 0 sampai 6 tahun, walaupun di masyarakat masih terdapat para orang tua yang kurang memperhatikan hal tersebut, namun ajaran Islam sangat memperhatikan pendidikan anak usia dini. Cobalah perhatikan, sewaktu ibu hamil, dianjurkan kepada ibu untuk rajin melakukan ibadah mabdob (Ibadah yang sudah ditentukan) , dibacakan ayat ayat suci Al Qur’an, serta berperilaku yang baik, karena semuanya itu akan berpengaruh pada sifat dan perilaku anak yang akan lahir nanti, bahkan dalam adat jawa lebih njlimet lagi, orang tua tidak diperkenankan menggunakan tangan kiri untuk melakukan kegiatan, tidak boleh membunuh binatang dan lain lain, dengan harapan agar anaknya lahir dengan sempurna.
Ketika anaknya lahir, umat Islam mengalunkan adzan dan iqomat ditelinga kanan dan kiri sang bayi dengan harapan pada qalbu bayi itu tertanam makna-makna yang terkandung pada adzan dan iqomat itu. Demikianlah ajaran Islam yang telah mengajarkan pentingnya pendidikan anak sejak sangat dini. Ajaran Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa sejak lahir yang menurut kita belum mengerti apa apa juga perlu diberikan pelajaran Agama, sebab pada hakekatnya bayi yang baru lahir dapat menangkap ilmu pengetahuan. Di dunia barat, ketika anak masih dalam kandungan, diperdengarkan musik mozaik, begitu juga saat anak tersebut bayi, karena berdasarkan penelitian, seorang bayi dapat menangkap pendidikan dan getaran bunyi yang didengarnya.   
Dengan demikian Pendidikan anak usia dini bagi umat Islam bukanlah hal yang aneh, tetapi dilaksanakan dari generasi ke generasi, sebagai inisial seorang ulama’ terkenal Imam Syafi’i , yang sejak lahir sudah yatim. Pada Usia 2 tahun ia dibawa ibunya kepada seorang guru dimekah untuk dididik, hasilnya pada usia 7 tahun beliau sudah hafal Al Qur’an dengan bacaan yang fasih pula. Dan Imam Syafi’i menjadi tokoh berpengaruh yang dikenang dan diikuti fatwanya sampai sekarang.
Pendidikan anak usia dini yang biasa disingkat dengan istilah (PAUD) merupakan pendidikan yang mempunyai wilayah paling luas, karena pada usia ini merupakan awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan mempengaruhi pada perkembangan selanjutnya. Pada masa ini anak akan mengalami jaman Keemasan ( golden age ) , anak juga mengalami masa masa peka untuk menerima rangsangan, terarah dan didorong ke tingkat pertumbuhan dan perkembangan optimal. Dengan demikaian diharapkan pembiasaan prilaku dan kemampuan dasar anak didik dapat berkembang secara baik dan benar. Oleh karena itu pendidikan sejak awal bagi anak usia dini cukup penting dan sangat menentukan masa depanya.
Sebagai umat Islam kita jangan sampai salah dalam memberikan pendidikan pada anak kita, terutama pada anak usia dini, sebab salah dalam pendidikan anak usia dini akan berakibat fatal dalam perkembangan pendidikan selanjutnya. Pendidikan anak usia dini dalam memasak nasi ibarat memilih beras, sedangkan Pendidikan dasar (SD dan SMP) adalah ibarat menanak nasinya. Jika kita pandai dalam menyiapkan beras yang akan dimasak dan sudah kita pilih beras yang punel, maka siapapun yang akan memasak akan terasa enak. Namun jika beras yang kita siapkan kwalitasnya jelek, maka dimasakpun sulit untuk menjadi nasi yang  enak.   
  
Saat ini pemerintah mempunyai keinginan yang kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan pemerintah Kabupaten dan juga pemerintah Desa juga mempunyai kepedulian terhadap Pendidikan umum dan pendidikan non formal dan pendidikan informal keagamaan seperti Taman Pendidikan Al Qur’an dan Pesantren pesantren dan Pendidikan Luar Sekolah.  
Pendidikan usia dini bukan hanya dapat dilaksanakan pada lembaga pendidikan yang mendapatkan izin operasional saja, namun juga dapat dilaksanakan di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), TPQ (Taman pendidikan Alqur’an) dan terutama dilingkungan keluarga, lingkungan keluarga yang harmonis adalah wahana yang paling tepat dalam perkembangan anak  usia dini. Banyak anak anak yang sulit dalam pendidikannya dengan latar belakang keluarga yang kurang harmonis.
Dalam Islam sebuah hadis Nabi disampaikan bahwa Surga ada ditelapak kaki ibu. Dalam penafsiran perkembangan pendidikan, hadis ini dapat ditafsirkan bahwa perkembangan anak sangat ditentukan oleh  Pendidikan sejak dini yang dilakukan terutama oleh Ibunya. Sebab Ibu merupakan guru bagi putra putrinya  ketika dirumah, dan jika Ibu tidak dapat memberikan surga bagi putra putrinya. Seorang Ibu tidak harus memberikan pengajaran kepada Putra Putrinya sebagaimana seorang guru dilingkungan sekolah formal, namun seorang Ibu harus memberikan waktu yang cukup kepada putra putrinya untuk belajar, memberikan lingkungan yang sejuk agar putra putrinya nyaman dalam belajar. Tidaklah nyaman bagi seorang anak jika sedang belajar, orang tuanya asyik menonton sinetron, atau adanya hubungan yang kurang harmonis antara Ibu dan Ayahnya. Tidak mustahil yang akan didapat anak anaknya adalah neraka.
Disamping peran Ibu tersebut menurut ajaran agama Islam, peran seorang ayah juga sangat penting artinya, jika seorang ayah sebagai Kepala keluarganya dapat memberikan ketentraman dalam keluarganya, dapat mengarahkan istrinya sehingga menjadi guru yang baik bagi putra putrinya, maka seorang anak yang hidup dalam keluarga ini akan mendapatkan wahana yang baik untuk mengambangkan dirinya, sehingga semua kecerdasan yang dimilikinya, baik IQ maupun EQ dapat terasah dengan baik.
Sejarah membuktikan bahwa sebagaian besar orang orang yang berhasil adalah orang yang hidup dari lingkungan keluarga yang harmonis, yang dalam kehidupan sehari hari dalam keluarga tersebut selalu menjalankan Ibadah dengan tekun,   

Djawatan Benculuk Wisata serasa di Hutan Lord Of The Rings

Djawatan Benculuk Wisata serasa di Hutan Lord Of The Rings
Masuk ke kawasan ini, sekilas seperti masuk kedalam hutan Fangon dalam film Lord of The Rings. Hutan Trembesi dekat dengan pasar Benculuk ini dulunya digunakan untuk pengelolaan Kereta Api Jurusan Benculuk – Banyuwangi. Tidak salah jika Star Vision mengambil lokasi ini sebagai salah satu tempat syutingnya. Hutan kecil yang khas tersebut memberikan nuansa magis tersendiri bagi para pengunjungnya. Terlebih dulu ada rumah yang dikhususkan dihuni ribuan kelelawar yang jika maghrib menjelang beterbangan seperti asap dari cerobong pabrik. Tidak sulit untuk mengunjungi tempat ini, karena berada pada jalur propinsi.
Dulu saat saya masih kecil, ketika Ramadhan tiba, keluarnya kelelawar ini dari hutan Djawatan Benculuk ini dapat dijadikan salah satu pertanda bahwa adzan maghrib sebentar lagi berkumandang. Seiring dengan perjalanan waktu dimana tempat ini dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata, keberadaan ribuan kelelawar tersebut semakin berkurang. Hal ini diakibatkan dari bau kotoran dari kelelawar yang dijadikan sebagai salah satu bahan pupuk organik tersebut sangat menyengat dan mengganggu para wisatawan.
Kita memahami dari nama tempat tersebut dinamakan Djawatan, karena tempat tersebut masuk kedalam wilayah kerja PT perhutani yang dululnya bernama Dinas Djawatan Perhutani. Terlebih juga dulu Djawatan Kereta Api yang juga stasiunnya ada diwilayah tersebut, selain sebagai tempat wisata, tempat ini juga sebagai tempat penimbunan kayu jati Perhutani. Karenanya masuk kedalam area ini kita juga disuguhi tumpukan kayu jadi dari hutan diwilayah Banyuwangi selatan.
Bagi anak anak, tempat ini sangat cocok untuk pengenalan lingkungan. Terlebih dengan adanya hutan trembesi yang juga berfungsi sebagai resapan air dan paru paru kota dengan ukuran jumbo tersebut dimana juga dilengkapi dengan rumah pohon, dapat dijadikan sebagai lokasi outbond yang aman dan menyenangkan bagi anak anak.
Seperti yang saya lakukan pagi ini dimana saya mengantarkan tamu dari Surabaya yang sangat penasaran dengan keelokan Hutan Kecil yang sering dijadikan lokasi syuting para penyanyi beken tersebut. Beberapa pasang calon manten juga menjadikan lokasi ini sebagai salah satu tempat dalam pengambilan foto freweding.

Patung Gandrung Terakota

Ketika saya dan beberapa rekan berkunjung ketempat tersebut, tak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Tidak terlalu sulit untuk sampai lokasi gandrung terakota, meski berada ditengah perkebunan dengan jalan paving blok searah yang hanya dapat dilewati satu kendaraan roda empat. Ada suasana magis ketika berada ditempat tersebut, kita seakan dibawa pada suasana tempo dulu dimana gandrung mulai ada.
Saya menyempatkan diri untuk mampir ketempat tersebut, meskipun tidak dapat terlalu lama, setidaknya dapat membunuh rasa penasaran tentang keberadaan tempat tersebut, dimana sebelumnya saya hanya mendengar saja mengenai adanya ratusan patung gandrung terbuat dari tanah liat yang berada ditengah perkebunan di Kecamatan Licin tersebut. Tidak seperti Patung Terakota di China peninggalan zaman kekisaran, Patung gandrung di Kabupaten Banyuwangi ini baru ada beberapa bulan ini, artinya pembuatan patung gandrung tersebut dikerrjakan dengan tehnologi kekinian.
Meskipun patung tersebut relatif baru, namun suasana magis terasa ketika kita berada ditempat tersebut. Ratusan patung menghadap kesawah dimana beberapa Killing (baling baling besar) dengan suara menderu ketika tertimpa angin berada didepannya.Kita juga dapat menikmati kopi dari perkebunan tersebut, menikmati tari gandrung yang tiap malam digelar untuk para pengunjung.
Gandrung sebagai salah satu kesenian yang ada di Kabupaten Banyuwangi telah melegenda di seluruh dunia, tidak heran jika beberapa perguruan tinggi diluar Kabupaten Banyuwangi menggelar pertunjukan tersebut dengan menampilkan ratusan penari. Bahkan Mahasiswa Mancanegarapun banyak yang belajar tarian khas dimana dulunya dilakukan oleh laki-laki.
Tarian gandrung dulunya merupakan salah satu sarana media informasi dan komunikasi dalam perjuangan merebut kemerdekaan, karenanya gandrung ketika itu dilakukan oleh laki laki dengan berpakaian perempuan. Hal ini dilakukan dengan mengingat sangat riskan bagi perempuan ketika itu jika harus melakukan seni tari ditengah ancaman dari penjajah.
Pelestarian tari gandrung dalam bentuk pertunjukan kolosal sedperti Gandrung sewu dimana pertunjukan dengan menampilkan lebih dari seribu gandrung tersebut sebagai salah satu wahana untuk menyatukan dan mempererat jalinan antar lembaga pendidikan, dimana dalam kegiatan gandrung sewu tersebut diikuti oleh semua lembaga pendidikan, baik sekolah maupun madrasah. Perbedaan terhadap busana yang dikenakan (dari Madrasah menutup seluruh aurat) tidak mengurangi kekompakan dalam membentuk tarian kolosal tersebut.
Keberaddaan Tarian gandrung sewu, ratusan patuing gandrung mirip terakota serta beberapa patung gandrung lainnya merupakan salah satu ikon budaya, dimana budaya tersebut menyatukan daerah yang dihuni beberapa etnik ini. Rasa memiliki budaya semakin yang semakin kental ini bukan sekedar dapat menambah selera wisata, namun lebuh kepada perasaan untuk memajukan daerah secara bersama sama, rasa memiliki dengan menepis pertbedaan etnik asli dan etnik pendatang, dimana pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dulu juga dilakukan semua suku.
Seperti patung gandrung terakota (biar mudah menyebutnya), dimana ratusan patung gandrung tersebut bukan hanya berjajar dipimnggir sawah, tetapi ada beberapa patung yang ditempatkan ditengah sawah ini juga sebuah perlambang terhadap emansipasi perempuan dalam berkarya dan membangun bangsa, meskipunsdebenarnya saya tidak begitu faham mengapa harus ada patung yang ditempatkan ditengah sawah tersebut. Atau untuk apa para petani memasang killing ditengah sawah dengan suara menderu. Atau mengapa saya terbawa suasana masalalu ketika berada ditengah tengah ratusan patung tersebut.

Ujian Zaman Sekarang Memang Beda


Apel pagi hari itu tak seperti biasanya, peserta apel yang biasanya cekikian nyaris membisu meski tak ada hantu. Saya yang biasanya dibarisan paling belakang, pagi itu nyaris paling depan. Meskipun panas menyengat, namun tetap terlihat semangat. Terlebih pemimpin apel dengan suara tegas membius nyali kami untuk bersuara. Dedaunan tak jadi berguguran, mungkin menghormati kami yang sedang berdiskusi dengan diri sendiri.
Saya sedang mengingat beberapa nama ujian yang diterapkan di sekolah, beberapa detik sebelum apel, seorang rekan menanyakan jadwal ujian. Maklumlah anaknya juga sedang mengikuti ujian ahir dimana rekan saya ini juga ingin mengetahui jadwal ujian yang saya sendiri juga lupa karena beberapa macam namanya. Tidak seperti zaman dullu dimana hanya mengenal ujian ahir tanpa ada sekat ujian standar nasional atau daerah. Bahkan ketika saya di pendidikan dasar, saya tidak melihat jadwal ujian yang akan saya ikuti. saya hanya masuk kelas dan mengerjakan kertas soal yang saya terima. Dan itu saya maklumi sendiri karena saya tidak lancar membaca tulisan saya sendiri. Terlebih saat itu dikelas kami diwajibkan menulis latin, sebuah tulisan yang harus digandeng.betapa jeleknya tulisan saya saat itu bahkan diri sendiripun malas untuk membacanya. Saya baru menulis dengan tulisan yang mudah dibaca ketika saya memasuki bangku Tsanawiyah, dimana saya sudah mulai mempunyai prinsip dan aliran tersendiri dalam hal tulis menulis.
Saya terkejut ketika sebuah tangan menempel dipundak “mas ngapain masih dilapangan, apelnya sudah selesai”. Ternyata saya larut dalam buaian angan mengikuti apel ketika masih sekolah. Terlebih ketika di pesantren dimana setiap pagi juga diadakan apel. Saya pernah terlambat mengikuti apel, memasuki apel ketika penghormatan bendera. Saya bermaksud lari masuk barisan, namun ada suara lantang “stop berhenti” dan puluhan batu batu kecil menghujani, beruntung tidak menyebabkan luka. Seorang ustad kami yang mantan tentara (pejuang) yang menyuarakan dengan lantang tersebut. Sayapun berhenti dan hormat bendera meski belum masuk barisan.
Dulu tidak ada alat komunikasi canggih, namun banyak pengalaman yang didapatkan dari pendidikan apa adanya tersebut. Terlebih saya mempunyai seorang ustad yang “lebih tentara daripada tentara” namun kami sangat bangga ketika beliau mengajar dipesantren tersebut. Meskipun pada akhirnya saya berpindah ke madrasah formaal, namun sangat merasakan bahwa pendidikan yang saya dapatkan dipesantren sangatlah berharga.
Saya mengirimkan jadwal ujian kepada rekan saya yang sebelum apel memintanya, biarlah dia yang bingung sendiri dengan bermacam istilah ujian yang diterima putranya. Saya tidak akan menjelaskannya karena saya sendiri juga nggak begitu memahami. Pokoknya anak anak mengikuti ujian akhir dan nantinya mendapatkan ijazah, bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Apalah arti sebuah nama ujian kalau nilai yang didapatkan juga tidak memuaskan.
Saya juga mempunyai anak yang masih dalam pendidikan, beberapa kali saya harus browsing internet agar memahami istilah yang sedang dipakai di sekolahnya. Beberapa kali saya harus komunikasi dengan Pembimbing Akademik (istilah wali kelas), yang dengan telaten menjelaskan sistim SKS yang diterapkannya. Saya pernah menanyakan kepadanya setelah menyelesaikan ujian akhir, sebagai orang tua saya juga ingin kepo tentang kesulitan yang dia hadapi ketika mengerjakan soal dengan menggunakan komputer tersebut, dan dia hanya menjawab “dalam ujian itu, duduk diam, kerjakan, tinggalkan, lupakan”, sebuah jawaban santai yang saya tidak pernah lagi untuk menanyakan tentang ujiannya. Saya hanya menyiapkan apa yang dia minta, termasuk “jatah” membelikan satu buku bacaan setiap bulan. Ternyata hoby saya ini nurun pada anakku. Dulu saya dalam satu bulan minimal harus membeli sebuah buku. Bahkan saya rela tidak makan demi dapat membeli buku.
Ketika anak saya masih di Tsanawiyah, saya sering mendampinginya ketika dia mengerjakan PR melalui Laptopnya, kadang juga dia sibuk membuat powerpoint karena harus mempresentasikan PR nya tersebut. Saya tidak membantunya sepanjang dia tidak meminta, beberapa kali juga Theatring karena harus kirim hasil PR kepada guru pembimbingnya, saya pernah menyampaikan bentuk ujian akhir kepada anak saya, dan dia hanya menjawab, “ujian kami beda yah, semua secara online”.
Ujian sekarang memang banyak istilahnya, begitu juga dengan pengisian raport. Saya tidak dapat membayangkan betapa repotnya administrasi yang harus disiapkan oleh tenaga pendidik zaman sekarang. Sebagai wali murid saya sangat jarang membaca deskripsi yang ada pada raport anak saya, padahal para guru tersebut dengan susah payah mengerjakannya.

4/07/2019

Sepasang Degan Jelly


Setiap menatap bola mata dibalik kacamatanya, ada sesuatu yang mesti saya ingat, meskipun dia juga mempersembahkan senyum manis sebagai pengganti ketika dia menyapa sebelum mengucapkan salam. Saya merasa senyum itu sudah terlalu cukup untuk menggantikan kata manis yang keluar dari mulut mungilnya ketika menjawab salam sapa yang sempat kuberikan. Entahlah dimana saya mengenal Guru ini sebelumnya, namun saya sepertinya tak asing dengan wajah ayunya. Terlebih ketika dia menggendong anak kecil yang tidak kalah cantiknya dengan uminya.
Saya meraih anak yang digendongnya. Usianya sekira enam belas bulan, masih lucu lucunya. Saya paling senang menggendong batita. Mungkin efek dari anak anak saya yang sudah menginjak dewasa, dan anak kecil yang kuraih dari guru berkaca mata tersebut seakan sudah akrab ketika berada dalam pelukanku.mungkin buah hatiku seusia ini jika tak mendahuluiku ke surga. Lama saya menggendongnya tanpa membayangkan bagaimana wajah uminya. Saya ingat betul bahwa dulu ketika merawat anak anak masih bayi, saya yang memandikannya. Beberapa tetangga dan saudara sempat bertanya “kok bisa seorang laki laki memandikan bayi yang baru lahir”. Bagi saya merawat bayi atau memasak bukanlah hal yang tabu dilakukan seorang laki laki, sebagaimana mencari nafkah yang juga tidak dilarang dilakukan oleh seorang perempuan.
Saya bertemu kembali dengan guru ini dalam sebuah pertemuan kemarin, dia diantar suaminya, namun tidak membawa bayi mungilnya. Dia bercerita tentang usaha degan jelly yang biasa kami beli. Saya penasaran juga dengan proses pembuatan degan jelly tersebut, terlebih ketika bu guru dengan senyum manis ini bercerita bahwa semuanya dikerjakan sendiri tanpa bantuan mesin, bahkan dia sendiri yang kadang ikut mengupas kelapa muda, memproses degan tersebut sehingga tampil trendy. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana tangan halus buguru ini ketika ikut memproses degan dengan mengunakan pisau stenless tanpa bantuan alat modern. Saya ikut kerumahnya, minmal membunuh rasa penasaran bagaimana Bu Guru ini tetap tampil anggun meski kerja keras dilakukannya.
Saya duduk diruang tamu sendirian. sesaat kemudian Ibu Guru yang terlihat masih muda seperti usia belasan tahun tersebut keluar tanpa suaminya membawa dua buah degan jelly. Saya berharap suaminya segera muncul agar saya tidak grogi duduk berdua saja dikediamannya. Namun entah mengapa sampai Bu Guru ini nyumanggaaken untuk menikmati degan jellly, yang kuharapkan belum juga mecungul. “monggo pak dinikmati degannya, rasanya akan semakin nikmat jika ditambah susu”. Saya diam saja, seakan mulut terkunci dengan senyum dan sapanya. Segera saya meraih susu sachet dan memplethet kedalam degan ranum putih mulus seperti gunung impian, manikmatinya sambil mendengarkan cerita Bu Guru cantik ini bagaimana dia memulai usahanya.
Rumah megah dan sebuah mobil keluarga yang ada di garasi sudah membuat saya percaya bahwa Bu Guru dan suaminya ini orang yang sangat ulet dalam berusaha. Saya yakin bahwa kesuksesan usahanya tidak terlepas dari berkah dia mengajar di Madrasah yang tidak seberapa honornya. Sebagaimana pepatah bahwa usaha tidak akan menghianati hasil. Sebuah berkah dari usaha tidak selalu ada pada usaha tersebut, namun kadangkala ada pada usaha lain yang secara akal tidak ada sangkut pautnya dengan usaha tersebut. Kadangkala ada suami yang berusaha, namun rizki ada pada istrinya, kadang orang tua yang bersusah susah, dan rizki tersebut dilewatkan anaknya, dan begitu juga sebaliknya.
Belum setengahnya saya menikmati degan jelly yang disuguhkan, saya benar benar kerasakan bahwa air kelapa muda yang sudah dimasak dengan jelly dan dituangkan kedalam kelapa muda tersebut benar benar nikmat dan pas resepnya. Saya seperti nggak percaya bahwa dia memasak sendiri untuk memenuhi permintaan pelanggan yang setiap harinya bisa mencapai lebih dari seratus degan. Belum lagi harus mengajar dan mengurus keluarga. Sungguh saya melihat dia benar benar luar biasa. Pernah dia mempekerjakan orang untuk memasak jellynya, namun banyak komplain dari para pembeli, karena memasak bukan hanya resep yang harus dikuasai, namun juga harus menjiwai. Bu Guru ini juga bercerita bahwa dia pernah mengajari seseorang yang ingin berusaha sama dengannya. Dan Bu Guru murah senyum ini menyanggupinya, membelikan alat alat dan memberi resep dan mengajarinya. Baginya mengajari orang lain untuk melakukan usaha yang sama dengannya bukanlah hal yang tabu, toh rizky sudah diatur oleh-Nya.
Saya diajak melihat freser miliknya yang mempu menampung ratusan degan sebelum dipasarkan, lumayan besar, jika dua orang tidur didalamnyapun masih sangat longgar. Saya hanya berdua saja diruangan tersebut. Rasa penasaran masih menyelimuti, dimana suaminya ??? dan dimana juga bayinya ??. saya tidak berani menanyakannya. Toh saya datang kerumah ini bukan untuk investigasi, namun untuk bersilaturahmi dan belajar bagaimana mengupas degan dengan pisau sebagaimana diceritakannya. Dan ternyata saya bisa meski dengan keringat bercucuran karena belum terbiasa.

4/06/2019

Pacaran Ala Santri


Saya terkejut ketika berkenalan dengan Ibu Kepala Madrasah yang mengaku pernah tujuh tahun dipesantrten sejak mulai dia lulus sekolah dasar, dan dia baru keluar dari pesantren tersebut menjelang pernikahannya. Padahal pesantren tersebut pesantren salafi yang tidak ada sekolah umumnya, karenanya saya yakin jika Ibu guru ini hanya sekolah diniyah dan tidak mengikuti pendidikan formal.
Bukan hanya sisa aura kecantikan yang masih memancar dari wajahnya, namun semerbak kecerdasannya juga saya rasakan ketika berbincang dengannya. Saya tidak berani berbicara masalah agama dengannya, meskipun dia tercatat sebagai Sarjana Bahasa Indonesia yang entah bagaimana dia mendapatkan gelar kesarjanaan tersebut, namun saya yakin dia sangat jago dibidang Ilmu agama, karena saya bukan hanya kenal dengan pesantren diman dia tujuh tahun menuntul ilmu, namun saya hafal betul dengan sudut bangunan yang ada di pesantren tersebut. Pernah ketika saya berada di Pesantren tersebut saya salah masuk gang. Saya merasa merasa masuk ketaman surga dengan beberapa bidadari yang sedang mandi disumur, mereka bergantiaan menyiram air dari timba sambil cekikian dengan busana yang nyaris tak ada. Saya baru sadar ketika para bidadari tersebut menjerit dan spontan berjongkok menutupi auratnya. Saya seger memalingkan wajah dan dengan kecepatan tak terhingga meninggalkan gang tersebut.
Pesantren zaman dulu sedikit berbeda dengan sekarang, dimana zaman dulu masih banyak pesantren yang mempertahankan bentuk pesantren yang hanya mengajarkan pendidikan diniyah bagi santrinya. Beberapa santri juga nyambi membantu penduduk disekitar pesantren untuk sekedar numpang penghidupan, sehingga santri tersebut meskipun tidak dibekali dengan uang oleh orang tuanya, masih dapat melanjutkan pendidikan dipesantren. Sangat berbeda dengan pesantren zaman sekarang dimana hampir seluruh pesantren dilengkapi dengan pendidikan formal, bahkan hampir tidak ada santri yang nggendok sendiri untuk kebutuhan hidupnya, beberapa pesantren yang tidak menyediakan pendidikan formal saat ini juga melakukan wajar dikdas, sebuah program dimana lulusan dari pesantren tersebut ijazahnya dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan pada lembaga pendidikan lainnya non pesantren. Catering juga banyak disediakan, baik secara resmi oleh pesantren maupun warung warung disekitar pesantren.
Para santri yang rata rata remaja juga mempunyai gejolak rasa muda yang tidak jauh berbeda dengan remaja pada umumnya. Mereka juga mulai mempunyai rasa saling ketertarikan dengan lawan jenisnya. Namun di dunia pesantren dimana santri putra dan putri dipisah baik asrama maupun tempat belajarnya telah membatasi pergaulan diantarta mereka. Tidak sedikit diatara mereka yang saling berkirim surat tanpa diketahui dengan siapa mereka melakukan korespondensi.
Mungkin kalau ini dilakukan zaman sekarang, dianggap tingkah konyol dari seorang remaja, namun perbedaan zaman memberikan kepuasan yang berbeda, meski dengan imajinasi yang tidak jauh berbeda. Ketika android dan gadget   belum membabi buta menyebarkan virus ke alam semesta, penggunaan media kertas masih dianggap sangat efentif sebagai media sosial untuk saling mengenal, meski tidak diketahui siapa sebenarnya yang kita kenal. Setidaknya itulah yang diceritakan Bu Guru ini ketika berada dipesantren dimana saat itu kelas yang digunakan untuk pendidikan diniyah yang diikutinya kalau pagi dipergunakan santri putra, dan jika sore hari digunakan untuk santri putri, karenanya beberapa santri secara iseng menyelipkan sebuah kertas kedalam bangku agar dibaca oleh santri lawan jenisnya.
Bagi saya hal tersebut bukanlah hal yang aneh sebagaimana zaman sekarang dimana media sosial juga dipergunakan untuk berkomunikasi meski tidak diketahui sebenarnya siapa yang diajak berkomunikasi (dalam kontek yang berbeda). Saya juga tidak menyalahkan para remaja yang duduk dipesantren zaman dahulu yang secara iseng menyelipkan kertas kedalam bangku tersebut, dan saling berbalas antar keduanya, meski merella tidak tahu siapa sebenarnya yang diajak untuk berkenalan, setidaknya dengan surat yang mereka baca dapat memberikan fantasi terhadap lawan jenisnya. Mereka saling mencari informasi siapa yang mereka ajak untuk berkomunikasi, meski tidak jarang sampai mereka lulus dari pesantren masih juga belum kenal dengan siapa mereka saling berbalas surat.
Saya terus berbincang dengan Buguru Kepala Madrasah ini, menanyakan tahun berapa beliau berada di pesantren tersebut, dan bagaimana pula bisa terjadi santri yang tujuh tahun hanya mendapatkan pendidikan diniyah tersebut sekarang jadi Guru Bahasa Indonesia. Saya yakin B Guru ini sangat pandai merangkai kata, karena dipesantren sudah terbiasa diajarkan bagaimana merangkai kata dalam berpidato, Ilmu Mantiq dan Balaghoh yang wajib dikuasai noleh santri sebelum mendapatkan ijazah dari pesantren. Samar samar say mengingat namanya, mungkin nama ini yang sering disebut mencapai nilai terbaik dalam ikmtihan yang digelar setiap ahir tahun ajaran di pesantren.
Saya sangat penasaran dengan B Guru ini. Karena kalau saya hitung tahun berapa B Guru ini berada di Pesantren dimana saya juga sempat menimba sedikit ilmu disana. Yang saya khawatirkan jangan jangan terjadi, meski saya mrotholi dari pesantren sebelum faham imrithi, meski saya masih gretholan ketika  tasrifan. Jangan jangan surat cinta yang dulu saya selipkan dibangku pesantren tersebut, Bu Guru ini yang membalasnya.
Saya sangat penasaran dengan B Guru ini. Karena kalau saya hitung tahun berapa B Guru ini berada di Pesantren dimana saya juga sempat menimba sedikit ilmu disana. Yang saya khawatirkan jangan jangan terjadi, meski saya mrotholi dari pesantren sebelum faham imrithi, meski saya masih gretholan ketika  tasrifan. Jangan jangan surat cinta yang dulu saya selipkan dibangku pesantren tersebut, Bu Guru ini yang membalasnya.

4/05/2019

102 MI di Banyuwangi melaksanakan UAM-BK


Pelaksanaan ujian Akhir Madrasah yang dimulai 4 April 2019, dilaksanakan berbasis Komputer (BK) dan Berbasis Kertas (KP). Hal ini berkaitan dengan kesiapan masing masing Madrasah Ibtidaiyah dalam melaksanakan Ujian tersebut. Kepala Seksi Pendidikan madrasah pada Kantor Kementerian Agama Kabupatwen Banyuwangi Yang juga Ketua Rayon UAM Zaenal Abidin menyampaikan bahwa dari sekitar 445 Madrasah Ibtidaiyah yang ada di Kabupaten Banyuwangi, 102 melaksanakan ujian Akhir Madrasah Berbasis Komputer.
Sebagaimana Monitoring Kasi Pendma yang dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah NU 1 Kradenan Kecamatan Purwoharjo, di MI diwilayah pinggiran ini juga sudah melaksanakan UAM-BK. Kepala MI NU 1 Kradenan Mohammad Akbar Hariadi menyampaikan bahwa meskipun Madrasahnya jauh dari perkotaan, bukan berarti kwatitasnya tidak terjaga. Output dari Madrasahnya tidak akan kalah dibandingkan dengan lulusan lembaga lainnya. “penggunaan Ujian BK dilaksanakan agar siswa terbiasa melakukan Ujian BK, karena pada jenjang diatasnya semua serba BK” ungkapnya.
Lebih lanjut Akbar (panggilan akrabnya) menyampaikan bahwa dalam keseharian, siswa juga dibiasakan m,engerjakan sebagian tugas dengan menggunakan android, hal ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dengan orang tua wali, sehingga penggunaan android orang tua dirumah untuk pelaksanaan Pekerjaan rumah dapat terkontrol.

4/04/2019

UAM-BK Madrasah Kec. Bangorejo




Pelaksanaan ujian Madrasah Ibtidaiyah  tahun sedikit berbeda dari tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan Ujian berbasis computer yang dilaksanakan di beberapa madrasah ibtidaiyah yang berada di Kabupaten Banyuwangi Kamis (4/4). Diantara Madrasah yang melaksanakan ujian Akhir Madrasah Berbasis Komputer tersebut adalah Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda 02 Desa Temurejo Kecamatan Bangorejo. Kepala Madrasah tersebut, Supriyanto menyampaikan bahwa saat ini siswanya yang mengikuti UAM-BK sejumlah 23 siswa. Para siswa tersebut sudah terbiasa melaksanakan Ujian BK, karena Ujian tengah semesterpun juga sudah berbasis computer.
Madrasah Ibtidaiyah Al Falah Desa Kedungrejo yang berdiri sejak tahun 2009 juga mengadakan Ujian Akhir Madrasah berbasis computer. Pelaksanaan ujian di Madrasah ini menggunakan Laptop milik madrasah. “dengan Ujian berbasis computer, siswa lebih percaya diri dan diharapkan hasilnya lebih maksimal” ungkap Siti Farokhah, Kepala MI Al Falah.
Lebih lanjut Kepala MI Al Falah ini menmyampaikan bahwa saat ini penggunaan piranti kompuiter untuk media pembelajaran ditingkat dasar masih terjadi pro dan kontra, terlebih bagi siswa sebelum kelas enam, namun pihaknya berdasarkan raoat dengan wali murid, lebih sepakat untuk menerapkan penggunaan Laptop dan Android untuk media pembelajaran, dengan penggunaan yang diawasi secara ketat oleh guru dan orang tua. “ Penggunaan tehnologi sebuah keharusan, namun juga harus memperhatikan penggunaannya agar tidak salah” ungkapnya..
Sementara itu Kepala Seksi Pendidikan madrasah pada Kantor kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Zaenal Abidin menyampaikan bahwa saat ini di Kabupaten Banyuwangi dalam pelaksanaan Ujian Akhir ada yang berbasis computer sejumlah 102 lembaga, dan ada juga yang berbasis kertas. Kedepan seluruh ujian yang dilaksanakan pada madrasah di Kabupaten Banyuwangi akan berbasis computer. Ungkapnya.

4/01/2019

JUKNIS PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI GURU MADRASAH 2019

     Direktorat Jenderan Pendidikan Islam Kenemterian Agama telah menerbitkan Petunjuk teknis Tunjangan Profesi Guru Kemenag 2019, sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan TPG dilingkungan Kementerian Agama semua kabupaten/kota, propinsi, agar berkas yang disusun memiliki standard kesamaan serta kelangkapan sesuai aturan yang berlaku dalam Juknis Penyaluran TPG Madrasah 2019.

     Guru sebagai tenaga profesional memiliki peran strategis untuk mewujudkan visi penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip profesionalitas. Diharakan bagi guru yang menyandang gelar sebagai guru profesional bidang studi maupun meningkatkan kopetensi, motifasi, profesionalisme, serta kinerjanya dalam melakukan tugas keprofesian pendidiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undang dipandang perlu memberkan tunjangan profesi.

     Berkenaan dengan hal tersebut diatas, untuk kelancaran penyaluran Tunjangan Profesi Guru bagi guru madrasah yang telah memperoleh sertifikat pendidik, nomor registrasi guru, memenuhi beban kerja dan melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan diperlukan petunjuk teknis tentang penyaluran tunjangan profesi. Oleh karena itu, petunjuk teknis ini perlu dipahami mulai dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Kantor Kementerian Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Satuan Pendidikan, Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya..

Bahwa berdasarkan pertimbangan yang ada diatas, pemerintah telah menetapkan tentang Juknis TPG Madrasah 2019 dinaungan KEMENAG.
     Dan berikut ini merupakan Juknis TPG Kemenag menjelaskan tentang Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Madrasah yang dilengkapi dengan SK TPG untuk tahun 2018. Juknis dan SK TPG Guru Madrasah Tahun 2019 ini secara lengkap dapat diunduh pada link dibawah postingan.

Besaran pemberian TPG 2019 berdasarkan Petunjuk Teknis atau Juknis Tunjangan Profesi Guru (TPG) Guru Madrasah (Kemenag) Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
  1. Guru PNS diberikan tunjangan sebesar gaji pokok per bulan.
  2. Guru Non PNS yang sudah disetarakan (inpassing) diberikan tunjangan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok per bulan disesuaikan dengan memperhatikan Pangkat, Goongan, Jabatan dan Kualifikasi Akademik yang bedaku bagi guru PNS sebagaimana tercantum dalam SK Inpassing, tidak memperhitungkan ketentuan masa kerja sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Guru Non PNS yang belum disetarakan (non inpassing) diberikan tunjangan profesi sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta ima ratus ribu rupiah) per buan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun isi mekanisme dari Juknis TPG 2019 Kemenag ini, terdiri atas lima bab yang meliputi:

Bab I Pendahuluan
Meliputi Pengertian Umum, Tujuan, dan Sasaran.
Bab II Besaran dan Sumber Dana
Bab III Penerima Tunjangan Profesi Guru
Meliputi Keiteria, ketentuan mekanisme, dan perencanaan anggaran tunjangan profesi.
Bab IV Pembayaran Tunjangan Profesi
Prosedur pembayaran, perinsi pembayaran, waktu pelaksanaan pembayaran, simpatika, pembatalan dan penghentian pembayaran dan perpajakan.
Bab V Penutup