Tidak
seperti biasanya, warung Mbak Erina
terlihat kotor, padahal biasanya bersih seperti yang punya. Mas Muachlis yang
biasa menggoda Mbak Erina sudah terlihat cangjkruk, entah apa yang dipikirkan
pujangga tersebut. Saya mungkin yang termasuk heran dengan kondisi ini,
biasanya lantai dan tempat kita ngopi terlihatb bersih karena Mbak Erina rutin
membersihkan demi pelanggan.
Tak
lama Mbak Erina dengan jilbab syar’inya keluar menyapa kami yang masih kaget
dan terheran. Dia menjelaskan bahwa bang Romy, orang dekat pak RT baru saja
masuk dan membawa barang yang dapat mengotori ruang, dan Mbak Erina sekarang
sedang membersihkan semua ruang baik yang dibawah maupun yang diatas. “Nggak
usah khawatir mas, saya bersihkan semua mulai bawah hingga atas, Insyaallah
setelah ini semua bersih ruangan ini bersih dan nyaman” ungkapnya.
Seperti
biasanya, kami ngopi sambil ngobrol masalah terbaru, terlebih dengan OTT yang
sempat melibatkan beberapa ASN di Kementerian Agama, yang membuat kami sempat kaget
sebagaimana kami tadi juga kaget ketika warung Mbak Erina terlihat sedikit
kotor karena ulah Bang Romly. Kami yang di kementerian Agama telah sepakat
untuk tidak melakukan pungli dan menerima gratifikasi, meski si pemberi sangat
ikhlas untuk melakukannya, terlebih saat ini segala kebutuhan Kementerian Agama
telah tercukupi dari anggaran Negara, begitupun dengan tunjangan yang diterima
juga sudah mulai disesuaikan dengan beban kerja, karenanya sangat tidak pantas
kami menerima gratifikasi dan melakukan pungli.
Sambil
menunggu kopi yang kami pesan, saya lihat mas Muachlis sedang merenungkan
sesuatu yang saya yakin akan salah jika menduganya, karena Pujangga ini kadang
agak sulit ditebak apa yang akan disampaikan, mungkin dia akan menulis puisi
atau mungkin sedang merenungkan kejaduian yang baru saja terjadi, entah itu OTT
maupun ulah Bang Romly yang barusaja mengacak acak warung Mbak Erina. Kami seperti
“pengamat dadakan” yang seakan tahu semua masalah. Terlebuih dalam dunia
digital dimana informasi sangat mudah menyebar.
Saya
segera mensruput kopi yang barusaja disungguhkan Mbak Erina, dan saya tidak
kalah kagetnya bukan karena saya baru sadar bahwa wajah Mbak Erina begitu
tenang dan nyaman duipandang meski barusaja ada kejadian yang sedikit
menghebohkan warungnya. Dan lebih kaget lagi bahwa kopi yang disuguhkan masih
terlalu panas, sehingga sangat terasa ketika menyentuh pucuk lidah,
Seperti
halnya kopi yang diseduhkan Mbak Erina, meski disuguhkan dengan senyum, namun
kaget juga ketika kopi yang masih panas tersebut menyentuh lidah. Begitupun juga
ketika kami mendengar berita OTT yang melibatkan institusi kami. Namun setelah
beberapa saat kemudian kami dapat memahaminya tanpa harus menunggu senyum Mbak
Erina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar