Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Catatan Kecil Perjalanan Petugas Haji Karya Syafaat Dibedah Akademisi

Banyuwangi –(Warta Blambangan) Aula PC NU Banyuwangi menjadi saksi diskusi inspiratif dalam acara bedah buku Catatan Kecil Perjalanan Petugas Haji karya Syafaat, Jumat (23/11/2024). Buku yang merekam pengalaman seorang petugas haji ini dibedah oleh empat narasumber kompeten, dengan menggali berbagai perspektif dan refleksi mendalam dari isi buku tersebut.


Acara ini diprakarsai oleh Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Banyuwangi dengan ketua pelaksana Abdul Azis, S.Ag., M.H.I.,  Dalam sambutannya, Abdul Azis menegaskan pentingnya memahami dinamika pelayanan haji dan pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya.



Refleksi Pengalaman dan Filosofi Kehidupan

Dr. Hj. Emi Hidayati, S PD., M.Si., dosen IAII Genteng, membuka pembahasan dengan menyoroti sisi filosofis buku ini. Ia menyebut buku ini sebagai gambaran nyata bahwa ideologi tidak cukup menjadi landasan tunggal. “Filosofi di atas ideologi adalah pelajaran besar yang dapat kita petik dari perjalanan ini,” ujar Emy yang berangkat haji tahun 2017, bersamaan dengan penulis menjadi petugas haji pertama kali.


Lebih lanjut Emi Hidayati,  menyampaikan bahwa Mengelola rasa cemburu menjadi salah satu ujian batin. Ketika petugas melihat perhatian lebih terhadap jamaah lain di situlah kita belajar menempatkan kepentingan umat di atas ego pribadi,” katanya.


Perspektif Manajerial dan Organisasi disampaikan 

Dr. Kurniyatul Faizah S.Ag.,M.Pd, Dosen IAII Genteng mengulas manajemen pelaksanaan haji yang tertuang dalam buku ini. 


Penjelasan lebih rinci tentang konsep syarikah ini dijelaskan oleh H. Abdul Azis, S.Ag., M.Pd.I, Kepala KUA Kecamatan Banyuwangi yang juga beberapa kali bertugas sebagai petugas haji . “Tulisan ini mengingatkan kita bahwa pelayanan jamaah haji bukan hanya tugas pemerintah, tetapi sinergi yang melibatkan banyak pihak, termasuk penyelenggara swasta,” ujarnya.

Acara dengan moderator Dr. Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si, Dosen Universitas KH. Mukhtar Syafaat (UIMSYA) Blokagung ini berjalan dinamis, hadir juga dalam diskusi, mitra tim penulis dalam tugas haji dari tim Kesehatan Hj. Deny Fitria yang sehari harinya dinas di RSUD Blambangan.


Penulis buku Catatan Kecil Perjalanan Petugas Haji, H. Syafaat, S.H., M.H.I. menyampaikan ucapan terima kasih atas saran dan masukan.

"Masukkan agar cerita lebih detail dan lebih mengena bagi mereka yang belum pernah haji maupun umrah sangat bagus" kata Syafaat.


Antusiasme dan Harapan

Peserta yang hadir, terdiri dari berbagai kalangan akademisi, tokoh masyarakat, dan mahasiswa, terlihat antusias mengikuti jalannya acara. Diskusi hangat dan sesi tanya jawab memberikan pemahaman lebih mendalam tentang dinamika tugas seorang petugas haji, memberikan motivasi untuk menjadi petugas haji.


Di akhir sesi, Peraih sastratama (Sastrawan utama) Nur Khofifah membacakan salah satu puisi karya Syafaat yang ada dalam buku dengan judul "sudut sujud".

"puisi ini mempunyai makna mendalam tentang panggilan menunaikan ibadah haji" kata Vieva (panggilan akrabnya) yang juga anggota Lentera Sastra. (syaf)

Sosialisasi Saber Pungli di Banyuwangi: Komite Sekolah di Persimpangan Dilema


WARTA BLAMBANGAN,  BANYUWANGI, -  Dalam upaya mencegah praktik pungutan liar (pungli) di sekolah dan madrasah, Inspektorat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bekerja sama dengan Unit Pemberantasan Pungli Polresta Banyuwangi menggelar kegiatan "Sosialisasi Saber Pungli & Gesah Bareng". Acara ini berlangsung pada Kamis, 21 November 2024, di Ballroom Harvest Licin Banyuwangi dan dihadiri oleh perwakilan Komite Sekolah dan Madrasah se-Kabupaten Banyuwangi.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya Wakapolresta Banyuwangi AKBP Dewa Putu Eka Darmawan, serta Kasi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Banyuwangi Rustamaji Yudica Adi Nugraha, S.H, Kasat Binmas Polresta Banyuwangi, Kompol Toni Irawan, dan Sekretaris Inspektorat Kabupaten Banyuwangi Muhammad Lutfi. 

Wakapolresta AKBP Dewa Putu Eka Darmawan memberikan ssmbutan pertama sekaligus membuka acara diteruskan dengan paparan singkatnya terkait pengertian pungutan liar (pungli) serta dampak buruk pungli dan langkah-langkah pencegahannya.

Dalam sesi diskusi yang dipandu oleh Hakim Said dari Rumah Kebangsaan, suasana berlangsung dinamis dan hangat. Banyak perwakilan Komite Sekolah menyampaikan keluhan, terutama terkait aturan yang dianggap membatasi fleksibilitas penggalangan dana. Salah satu sorotan utama adalah penggalangan dana yang dinilai tidak mencukupi kebutuhan operasional sekolah karena dana BOS hanya menutupi sebagian kecil kebutuhan.

AKBP Dewa Putu Eka

Pemahaman Aturan dan Tantangan Komite Sekolah

AKBP Dewa Putu ED menegaskan pentingnya mematuhi Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. “Sumbangan sukarela diperbolehkan, tetapi pungutan yang mengikat dengan nominal dan waktu tertentu melanggar aturan,” ujarnya. Muhammad Lutfi menjelaskan perbedaan mendasar antara sumbangan dan pungutan, sementara Rustamaji menekankan bahwa kejaksaan melihat niat di balik tindakan komite. “Jika tidak ada mensrea atau niat jahat, maka kasus tidak akan diproses lebih lanjut,” tegasnya.

Meski demikian, beberapa Ketua Komite SMAN 1 Glagah, H. Mujiono, Ketua Komite MTsN 10 Banyuwangi, Sucipto, dan Subur Riyanto, Ketua Komite SMAN 1 Glenmore, mengungkapkan dilema yang mereka hadapi. Larangan pungutan dinilai menyulitkan pelaksanaan program sekolah, mengingat dana BOS hanya mencakup kurang dari setengah kebutuhan. Hal ini menempatkan mereka pada situasi sulit: menjalankan program sekolah dengan risiko melanggar aturan, atau mematuhi aturan tetapi membatasi perkembangan sekolah.

Moderator Hakim Said dari Rumah Kebangsaan

Arahan dan Harapan ke Depan

AKBP Dewa Putu memberikan pesan agar Komite Sekolah bertindak bijak dalam mengambil langkah. “Tugas Komite Sekolah adalah tugas mulia, tapi penuh tantangan. Komite harus matang dalam bertindak agar tidak terjerat masalah hukum. Sebaiknya, dalam hal ekonomi, anggota komite sudah selesai dengan dirinya sendiri,” ujarnya.

Kegiatan ini memberikan kesadaran akan perlunya perhatian lebih dari pemerintah terhadap regulasi yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga mempertimbangkan keadilan dan kebutuhan nyata di lapangan. Harapannya, kebijakan yang lebih adaptif dapat dirumuskan untuk mendukung keberlangsungan pendidikan yang lebih baik. (AW)



Ujian CAT PPIH Kloter dan Non Kloter Tingkat Kabupaten Banyuwangi Sukses Digelar


Banyuwangi (Warta Blambangan) Ujian berbasis Computer Assisted Test (CAT) untuk calon Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kloter dan Non Kloter tingkat Kabupaten Banyuwangi telah sukses dilaksanakan pada Kamis (21/11/2024). Kegiatan ini berlangsung di aula bawah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi dengan diikuti oleh 81 peserta.


Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah, selaku panitia penyelenggara, menjelaskan bahwa ujian ini merupakan salah satu tahapan penting dalam proses seleksi petugas haji tahun 2024. “Kami memastikan bahwa setiap peserta memiliki kesiapan dan kompetensi untuk menjalankan tugas sebagai petugas haji, baik di tingkat kloter maupun non kloter,” ungkapnya.



Dalam sambutannya, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, dr. Chaironi Hidayat, menekankan bahwa menjadi petugas haji bukan sekadar tugas administratif, tetapi juga merupakan tugas ibadah yang memerlukan komitmen dan integritas. "Petugas haji memiliki tanggung jawab besar untuk melayani para jamaah dengan sepenuh hati. Ini adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah SWT," ujarnya.


Para peserta ujian tampak serius mengikuti setiap tahapan seleksi. Hasil ujian ini nantinya akan menentukan siapa saja yang berhak menjadi bagian dari tim PPIH untuk musim haji mendatang.


Dengan suksesnya pelaksanaan ujian CAT ini, diharapkan petugas haji Kabupaten Banyuwangi tahun 2024 dapat memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah haji, sesuai dengan prinsip Haji Mabrur Melayani Jamaah Sepenuh Hati.

Sinergi Dinas Perpusip dengan Penulis Lentera Sastra Kemenag Kabupaten Banyuwangi

Banyuwangi (Warta Blambangan) Program penerbitan buku kekhasan lokal Banyuwangi yang dikenal dengan nama Pusaka Banyuwangi dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Perpusip) Kabupaten Banyuwangi berhasil masuk enam besar nominasi Anugerah Inotek Award 2024. Pengumuman tersebut disampaikan oleh tim penilai dalam sesi penjurian yang digelar di Meeting Room Dinas Perpusip Banyuwangi.


Kepala Dinas Perpusip Banyuwangi Zen Kostolani , dalam sambutannya, menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam mendukung program ini. "Capaian ini adalah buah dari kerja keras bersama, dan kami sangat menghargai setiap dukungan yang diberikan," ujarnya.


Hadir dalam acara tersebut Kepala Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dr. Suyanto Waspo Tondo Wicaksono, M.Si., yang turut memberikan apresiasi atas inovasi yang mampu mengangkat potensi budaya lokal Banyuwangi melalui literasi.



Dalam proses penjurian, tim penilai memberikan ruang testimoni kepada beberapa penulis yang karya-karyanya diterbitkan oleh Dinas Perpusip Banyuwangi. Wiwin Indiarti, dosen Universitas Bakti Indonesia (Uniba), berbagi pengalaman tentang upayanya menerjemahkan naskah-naskah kuno, yang kini menjadi bagian dari dokumentasi kekayaan literasi daerah.


Sementara itu, Sri Endah Zulaikhatul Kharimah, Kepala MTsN 8 Banyuwangi, menyampaikan bagaimana penerbitan karya siswa-siswinya, yang telah mencapai lebih dari 10 judul buku, turut menunjang prestasi madrasah sebagai juara pertama Acer Smart School Award tingkat nasional untuk jenjang SMP/MTs.


Syafaat, perwakilan dari Lentera Sastra Banyuwangi, yang juga telah menerbitkan buku melalui program ini, mengungkapkan harapannya ke depan. “Insyaallah, artikel karya tulis ilmiah Al-Qur'an dari LPTQ Kabupaten Banyuwangi tahun ini juga akan diterbitkan oleh Dinas Perpusip,” ujarnya penuh semangat.


Selain itu, Ketua Dewan Kesenian Belambangan, Hasan Basri, serta Nur Khofifah, guru MIN 1 Banyuwangi, juga memberikan testimoni mengenai dampak positif program ini terhadap pengembangan literasi dan seni di Banyuwangi.


Dengan masuknya program Pusaka Banyuwangi dalam nominasi Anugerah Inotek Award 2024, diharapkan semangat pelestarian dan pengembangan literasi lokal terus meningkat, sehingga mampu membawa nama Banyuwangi semakin dikenal luas melalui kekayaan budaya dan inovasinya.

Desaklarisasi Mitos (Bagian Pertama)

 DESAKRALISASI MITOS (1)

Oleh : Mohammad Hasyim

            November ditetapkan sebagai bulan guru nasional . Serangkaian kegiatan menghiasi bulan yang di tanggal sepuluhnya diperingati juga sebagai hari pahlawan. Puncak kegiatan adalah upacara Hari Guru Nasional (HGN) tanggal 25 November tahun ini. Di bulan spesial ini kesempatan bagi kita ( masyrakat ) untuk mengungkapkan rasa terimakasih yang setulus - tulusnya kepada guru karena telah mendidik putra putri kita hingga menjadi pribadi dewasa, cerdas dan berkarakter. 

            Di momen yang istimewa ini pula, kesempatan bagi kita, dan juga masyarakat umumnya mengapresiasi pengabdian dan dedikasi guru yang telah bersusah payah berupaya meningkatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas di sekolah dengan segala kelebihan dan kekuranganya. Momen ini penting bagi kita (masyarakat) untuk menghargai jasa guru. 



Kesempatan pula bagi kita ( masyarakat) untuk melakukan perenungan, mengakui peran vital guru dalam membingkai perjalanan pendidikan nasional Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa.   

           


Mereka - guru - adalah pilar utama membangun masa depan peradaban bangsa. Mau seperti apa corak, wajah dan watak kehidupan anak anak muda ke depan akan sangat ditentukan oleh bagaimana cara guru hari ini mendidik, melatih, membimbing dan memotivasi mereka. Karena itu, sekali lagi, di momen yang istimewa ini sepatutnya kita 

 ( masyarakat ) lebih pandai lagi menghormati dan menghargai pengorbanan para guru.

            Kepada pemerintahan yang baru – melalui Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah – diharapkan hadir sejumlah kebijakan yang pro kepada guru. Ya kesejahteraanya, ya jaminan keamananya, kenyaman dan perlindunganya dalam bekerja. Peningkatan kesejahteraan guru menjadi prioritas utama. Hal ini penting agar ke depan guru bisa lebih fokus lagi menjalankan tugasnya tanpa terbebani urusan ekonomi keluarga.

              Jaminan keamaan penting gar guru-guru bisa menjalankan kwajibanya dengan tenang tanpa dihantui rasa takut karena tekanan dari sejumlah pihak. Diperkarakan atas keputusan dan tindakan yang dilakukanya, yang sebenarnya itu merupakan domain otonomi guru. Kita berharap kasus yang menimpa Bu guru Supriyani tidak lagi terjadi. Perlindungan kepada guru wajib diberikan sehingga tidak lagi terjadi kasus kasus intimidasi yang seringkali dialami oleh guru, baik psichis maupun phisik. Jika pun terjadi, ada pihak – pihak yang dengan gagah menjadi tameng dan menggaransinya secara hukum.

               Tak kalah penting, adalah bagaiamana pemerintah memberikan ruang partisipasi lebih luas kepada para guru sehingga bisa berperan aktif dalam proses - proses perumusan dan/atau penetapan kebijakan pendidikan. Selama ini kebijakan pendidikan ( hampir – hampir ) belum dan/atau tidak melibatsertakan masyarakat – terutama guru. Kebijakan itu selalu datang dari atas, top down. Tidak bisa dieksekusi di lapangan. Tidak selalu bisa dilaksanakan oleh guru. Tidak “ dibutuhkan” . Tidak juga match dengan yang diinginkan masyarakat. Tidak feasibel dijalankan karena keterbatasan sumberdaya. Tidak efektif. Banyak yang mubazir.

Desakralisasi mitos.

         Bahwa guru adalah jabatan atau profesi mulia, kita sepakat. Meskipun sebagian kalangan meragukan dan belum bisa sepenuhnya menerima. Saking mulyanya, dalam perspektif yang lebih agung ( transenden ) pekerjaan mengajar dan/atau mendidik bisa disejajarkan dengan misi kenabian (prophetic mission). Dalam hal ini, panutan para guru, panutan kita semua, adalah Rasululloh Muhammad SAW. Namun dibalik keagungan dan/atau kemulyaan profesi ini, nyatanya masih menyimpan sejumlah mitos yang kurang dan bahkan tidak menguntungkan posisining guru.

          Selama ini masyarakat kadung termakan oleh cerita - cerita yang melabeli guru layaknya priyayi - priyayi agung , orang-orang suci, dewa-dewa penyelamat. Pahlawan yang tak selayaknya mengonversi pekerjaanya dengan imbalan – imbalan yang bersifat duniawi ( profan ), uang misalnya. Mitos-mitos yang mengingkari fakta saintifik inilah yang kemudian menjadi pagar perintang (baurrier) bagi guru untuk memeproleh hak-hak dan perlakuan obyektif dari masyarakat. Karena itu selayaknya kita hilangkan, kita buang (desekralisasi).  



             Cerita - cerita seputar keagungan ( transendentalitas ) guru seperti ini yang justru melegalisasi dan menjadikan jabatan guru belum atau bahkan tidak memeperoleh apresiasi sewajarnya dari masyarakat. Kurang memiliki daya tawar ekonomi sewajarnya, meskipun hal ini bukan segalanya.

Gelar pahlawan tanpa tanda jasa, atau pekerja sosial tanpa imbalan misalnya, adalah penghormatan yang sebenarnya tidak lagi relevan sepenuhnya dengan kondisi sosial saat ini .

             Guru hari ini, adalah profesi yang berhak dihargai tinggi oleh masyarakat. Guru memiliki tanggungjawab, memiliki kwajiban dan karenanya berhak menerima imbalan layaknya profesi lainya. Profesi terbuka ?, yang saking longgarnya, setiap orang, siapa saja asal mau bisa bekerja dan / atau menjadi guru. Pandangan seperti ini sama saja meremehkan profesi guru. Padahal untuk bisa menjadi guru banyak syarat yang harus dipenuhi. Baik ketika sebelum menjadi guru ( pra jabatan ) maupun ketika telah benar -benar menjadi guru di sekolah (dalam jabatan). Sertifikasi guru adalah salah satu contohnya. Dan masih banyak lagi syarat - syarat lain yang harus dipenuhi berkenaan dengan kompetensi.

         Pekerjaan ini eksklusif, sehingga tidak sembarang orang bisa menjadi guru. Hanya orang - orang terpilih saja yang layak memikul jabatan mulya ini. Profesi ini dalam pelaksanaanya berhak memperjuangkan dan/atau memperbaiki nasibnya sebagai bagian dari pemenuhan Hak Azasi Manusia (HAM). Silih bergantinya intervensi dan/ atau penetrasi pihak - pihak luar kepada guru dalam bertugas adalah gambaran betapa dalam soal ini (HAM) para guru dalam posisi lemah dan masih harus berjuang keras.

           Dan senyatanya, profesi ini ( guru ) belum juga benar - benar terbebas dari bias gender ( gender baies ). Masyarakat masih menganggap bahwa profesi ini hanya cocok untuk perempuan yang puas meski hanya dengan imbalan yang minim. Tentu saja gambaran yang stereotype (halu) ini amat sangat menyesatkan. Menyakitkan hati para guru. Sebuah profesi, jika telah dijalankan tentu tidak akan ada beda antara laki – laki dan perempuan. Ukuranya hanya satu, profesional.

______________________

               Mohammad Hasyim, Fungsionaris Dewan Pendidikan Banyuwangi.

               Pengawas Pendidikan Menengah 2006 - 2018

              Menagajar di Insitut Agama Islam (IAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi.



















Pelaku UMKM Dilibatkan dalam Pengawasan Partisipatif Pilkada 2024


Bawaslu Kabupaten Banyuwangi menggelar sosialisasi bertema “Pemberdayaan Pelaku UMKM dalam Pengawasan Partisipatif PILKADA Serentak 2024” pada Minggu (17/11/2024) di Hotel Kokoon Banyuwangi. Kegiatan ini dihadiri oleh 100 pelaku UMKM dari berbagai kecamatan, sebagai upaya menguatkan peran masyarakat dalam menjaga transparansi dan keadilan Pilkada.


Ketua Bawaslu Banyuwangi, Adrianus Yansen Pale, dalam sambutannya mengajak para pelaku UMKM untuk turut serta mengedukasi lingkungan mereka. “Kami mengharapkan peran aktif Anda dalam memantau dan memastikan Pilkada berjalan dengan sehat, jujur, dan adil,” ujarnya.

Hadir pula Abdul Azis, Koordinator Sekretariat Bawaslu, dan Galang Romadon dari Layanan Informasi Bawaslu, yang memandu jalannya acara. Narasumber dari pelaku UMKM, Lucia Damayanti, pemilik brand “Minimarketnya Orang Pintar”, berbagi pengalaman tentang pentingnya kolaborasi antara UMKM dan masyarakat,  serta peran UMKM dalam mendukung proses demokrasi yang lebih baik.


Ajakan untuk Berpartisipasi

Pada sesi penutup, Galang memberikan edukasi singkat tentang pengawasan partisipatif. Ia menekankan pentingnya pelaporan jika ada indikasi pelanggaran selama Pilkada berlangsung. “Laporkan kepada Bawaslu jika Anda menemukan pelanggaran. Partisipasi aktif dari masyarakat akan membantu menciptakan Pilkada yang transparan dan adil,” pesannya.


Sosialisasi ini diharapkan dapat memperkuat kesadaran dan keterlibatan pelaku UMKM dalam mendukung pelaksanaan Pilkada serentak 2024 di Banyuwangi.(AW)



Pagelaran Tari Kolosal Tutup Festival Kebangsaan Banyuwangi

Tari Sekar Mayang

Festival Kebangsaan Banyuwangi mencapai puncaknya pada Sabtu malam (16/11/2024) dengan pagelaran seni budaya yang merangkul keberagaman. Acara dimulai pukul 18.00 WIB di Gesibu Taman Blambangan Banyuwangi, dengan serangkaian kegiatan bermakna, dipandu oleh Mbak Mamiek, MC kondang Banyuwangi.

Kegiatan diawali dengan penyerahan bantuan simbolis kepada anak yatim piatu. Selanjutnya, tari pembuka Sekar Mayang yang dibawakan oleh Sanggar Tari Lang-Lang Buana asuhan Sabar Harianto memikat penonton dengan gerak dan irama tradisionalnya.

Doa Lintas Bahasa
Keunikan tersaji melalui doa dalam dua bahasa: Bahasa Indonesia dan Bahasa Osing. Doa Bahasa Osing dipimpin oleh Kang Usik, sesepuh masyarakat Osing, dengan respons spontan "Amin" dari penonton, menciptakan suasana menjadi lebih hangat dan interaktif.

Mohamad Yanuarto Bramuda, S.Sos., MBA

Sambutan dan Apresiasi

Plt Bakesbangpol Banyuwangi, Drs. R. Agus Mulyono, M.Si., menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang menjaga persatuan dan harmoni di Banyuwangi. Sementara itu, Mohamad Yanuarto Bramuda, S.Sos., MBA., mewakili Kepala Daerah, mengulas inisiatif pelestarian budaya Banyuwangi, termasuk penggunaan pakaian adat Osing sebagai seragam resmi.

Tari Kolosal Tanah Air Nusantara
Sebagai puncak acara, Tari Kolosal “Tanah Air Nusantara” menampilkan seni tari dari berbagai suku dan etnis, seperti Jawa, Madura, Papua, Mandar, Melayu, Arab, dan Tionghoa. Tarian ini diakhiri dengan nuansa Osing, menghadirkan pesan kerukunan melalui tokoh Menakjinggo dan pengawalnya di akhir tarian.

Tari Tanah Air Nusantara

Pertunjukan yang melibatkan Sanggar Lang-Lang Buana ini menjadi penutup yang menekankan pentingnya harmoni budaya di tengah keberagaman Banyuwangi. Acara ini berhasil menyampaikan pesan persatuan sekaligus mengapresiasi kekayaan tradisi yang dimiliki.(AW)

Festival Kebangsaan, Rekatkan Etnis Banyuwangi

Banyuwangi (Warta Blambangan) Festival Kebangsaan digelar di Gedung Seni Budaya (Gesibu) Banyuwangi hari ini, menampilkan keberagaman budaya Nusantara dalam balutan seni tari dan musik tradisional. Acara dibuka oleh Asisten Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, MY Bramudya, dan dihadiri oleh jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) serta berbagai komunitas budaya dari berbagai latar etnis di Banyuwangi, Sabtu (16/11/2024)



Dalam sambutannya,  MY Bramudya menyampaikan bahwa Festival Kebangsaan adalah bentuk komitmen untuk merawat nilai-nilai kebhinekaan yang telah menjadi kekuatan masyarakat Banyuwangi. “Banyuwangi adalah contoh nyata bahwa keragaman budaya dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Mari kita jaga dan lestarikan kekayaan budaya ini sebagai wujud cinta kita terhadap tanah air,” ujarnya.


Lebih lanjut Bram menyampaikan bahwa Keharmonisan masyarakat telah teruji sejak lama dan harus dijaga bersama.

Festival ini menghadirkan pertunjukan tarian tradisional dari berbagai suku yang ada di Banyuwangi, seperti tarian Osing, Jawa, Bali, Mandar, Arab, dan China. Setiap tarian menunjukkan keunikan budaya masing-masing suku, sekaligus memperlihatkan kekayaan budaya Indonesia dalam bentuk yang harmonis. Keberagaman ini mendapat sambutan hangat dari para hadirin yang tampak antusias menyaksikan penampilan demi penampilan di atas panggung.



Selain masyarakat umum, beberapa komunitas budaya turut hadir meramaikan acara, membawakan ragam seni dan budaya yang mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai toleransi. Festival Kebangsaan ini sekaligus menjadi ajang silaturahmi dan kerja sama antarbudaya di Banyuwangi.


Acara berlangsung meriah dengan dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, diharapkan dapat menjadi agenda tahunan dalam merayakan semangat kebangsaan dan persatuan di tengah kemajemukan budaya.

Ketua KKMI Jawa Timur Bantah Kabar Dukungan Terhadap Salah Satu Paslon Pilgub Jatim

Surabaya, (Warta Blambangan) 16 November 2024 – Ketua Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) Provinsi Jawa Timur, Sutrisno, menegaskan bahwa informasi yang beredar di salah satu media online terkait dukungan KKMI Jawa Timur terhadap salah satu pasangan calon dalam pemilihan gubernur adalah tidak benar. Berita tersebut menyebutkan bahwa KKMI Jawa Timur mendeklarasikan dukungan untuk pasangan calon nomor 3, Tri Rismaharini-KH Zahrul Azhar Asumta.



Sutrisno mengklarifikasi bahwa berita tersebut tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Ia menjelaskan, "KKMI Jawa Timur tidak pernah menyatakan dukungan kepada pasangan calon mana pun dalam Pilkada. Sebagai lembaga yang berfokus pada pembinaan dan pengembangan pendidikan di lingkungan madrasah, kami tidak terlibat dalam politik praktis."


Menurutnya, tugas utama KKMI Jawa Timur adalah mendukung kegiatan pendidikan dan memastikan kemajuan madrasah di seluruh wilayah Jawa Timur. “Kami selalu menjaga netralitas dan fokus pada pendidikan serta pembinaan tenaga pendidik di madrasah. Berita yang menyatakan adanya dukungan politik itu jelas mengada-ada,” tambahnya.


Sutrisno berharap masyarakat tidak mudah mempercayai informasi yang tidak jelas kebenarannya, terlebih yang mengaitkan lembaga pendidikan dengan politik. "Kami meminta semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi, khususnya yang berkaitan dengan institusi pendidikan dan politik," ujarnya.


Dengan klarifikasi ini, KKMI Jawa Timur menegaskan komitmen mereka untuk tetap fokus pada pendidikan dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis demi menjaga integritas lembaga.

Festival Kebangsaan Banyuwangi 2024: Merajut Harmoni dalam Keberagaman

 

Banyuwangi, 15 November 2024 – Festival Kebangsaan Kabupaten Banyuwangi 2024 resmi dimulai hari ini di Gesibu Blambangan dengan tema “Kembang Setaman Harmoni Nusantara.” Acara ini diinisiasi oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Banyuwangi bersama Forum Pembauran Kebangsaan (FPK).

Plt. Kepala Bakesbangpol Banyuwangi, Agus Mulyono, M.Si, membuka festival dengan pengguntingan pita di pintu masuk arena acara. Sebelumnya dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya menjaga kebersamaan di tengah keberagaman etnis dan budaya.

Festival ini diawali dengan Diskusi Kebangsaan yang melibatkan perwakilan lintas etnis di Banyuwangi. Diskusi tersebut dipandu oleh Bung Aguk dengan narasumber Kadek Yudiana, M.Pd., dan Miskawi, M.Pd., Ketua FPK Banyuwangi. Mereka membahas peran keberagaman dalam memperkuat harmoni sosial.


Selain diskusi, berbagai atraksi seni turut memeriahkan acara. Drama, puisi, dan tari dari siswa sekolah, madrasah, hingga sanggar seni lokal menampilkan kekayaan berbagai seni dan budaya yang ada di Banyuwangi.

Beragam stand etnis dari suku Osing, Jawa, Arab, Tionghoa, Minang, Batak, Melayu, Mandar, dan Kalimantan juga menghiasi festival ini. Setiap stand menampilkan ciri khas budaya masing-masing, mulai dari kuliner hingga kerajinan.

Sebagai penutup, Yeti Chotimah, M.Pd., guru dari SMPN Rogojampi, membawakan puisi berbahasa Madura berjudul “Indonesia Setong” (Indonesia Satu). Puisi ini menyampaikan pesan persatuan di tengah keberagaman.


Festival Kebangsaan Banyuwangi 2024 menjadi momentum untuk mempererat hubungan antaretnis sekaligus merayakan harmoni yang telah lama terjaga di Kabupaten Banyuwangi.(AW)




KPU Banyuwangi Gelar Shalawat Bersama ISNU dan IKSAS Kalibaru untuk Pilkada Damai

Banyuwangi, (Warna Blambangan) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banyuwangi  Bersholawat bersama Pimpinan Anak Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan IKSASS  Kalibaru menggelar acara shalawat bersama dengan Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banyuwangi, serta seluruh Badan Otonom (Banon) NU di Lapangan Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru, pada Jumat (15/11/2024). Acara ini diadakan dalam rangka menyukseskan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang damai dan sejuk di Banyuwangi. 


Sejak sore hari, ratusan warga dari berbagai daerah di Kabupaten Banyuwangi memadati lapangan untuk mengikuti shalawat bersama yang diiringi lantunan doa demi kelancaran dan kedamaian Pilkada. Acara ini menjadi simbol kebersamaan dan tekad masyarakat Banyuwangi dalam menjaga kondusivitas selama masa pemilihan. Hadir dalam kegiatan tersebut Pimpinan Cabang ISNU Kabupaten Banyuwangi.

Ketua KPU Banyuwangi dalam sambutannya menyampaikan harapannya agar Pilkada kali ini berjalan damai dan tanpa gesekan. "Pilkada damai adalah harapan kita semua. Melalui shalawat dan doa bersama ini, kita wujudkan komitmen untuk menciptakan suasana yang kondusif dan penuh persaudaraan," ujarnya.

Selain shalawat bersama, acara juga diisi dengan tausiyah yang menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kebersamaan dalam bingkai demokrasi. Ketua PCNU Banyuwangi dalam ceramahnya mengingatkan seluruh warga untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, menghormati perbedaan, dan tetap solid dalam menjaga persatuan.

Acara shalawat bersama ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi masyarakat agar bersama-sama menjaga kedamaian dan ketentraman selama proses Pilkada berlangsung.

ASN Kementerian Agama Adakan Doa Untuk Siswa MI Baburohman Korban Kekerasan

Banyuwangi (Warta Blambangan)– Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Chaironi Hidayat, bersama jajaran pejabat terkait, melakukan takziah ke rumah duka DC (7) siswi MI Baburohma Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, bocah yang menjadi korban kekerasan oleh orang tak dikenal, Kamis (14/11/2024).



Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk empati dan solidaritas Kemenag Banyuwangi kepada keluarga korban. Kejadian tragis ini telah mengguncang masyarakat Banyuwangi, memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, termasuk Kemenag. 


“Kami datang untuk menyampaikan belasungkawa yang mendalam dan memberikan dukungan moral kepada keluarga korban. Peristiwa ini sangat menyayat hati, dan kita semua berharap keadilan dapat ditegakkan,” ujar Chaironi.


Dalam kunjungannya, Kepala Kemenag bersama jajarannya turut mendoakan almarhumah DC agar mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya serta meminta kepada pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus ini. 

Selain itu, mereka mengajak seluruh elemen masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan.


Walau masih dirundung duka mendalam, keluarga menyambut baik kedatangan dan perhatian dari Kemenag Banyuwangi. Beberapa tokoh masyarakat yang hadir menyatakan apresiasi mereka atas langkah yang diambil Kemenag dalam menyuarakan dukungan moral dan menguatkan semangat keluarga korban di saat-saat sulit ini.


Peristiwa tragis ini diharapkan menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya menjaga lingkungan yang aman bagi anak-anak dan memperkuat kerja sama dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap anak. 


Sebelumnya, usai shalat duha bejamaah, ASN Kemenag Banyuwangi juga melakukan doa bersama di masjid Ar-royyan, mendoakan DC diterima di sisi Allah SWT, ditempatkan di tempat yang mulia. Keluarga yang ditinggalkan senantiasa diberi ketabahan dan kesabaran. (Syaf)

Diduga Korban Pemeriksaan, Bocah 7 Tahun Ditemukan Tewas di Kebun Sengon Kalibaru Banyuwangi


Nasib nahas menimpa
 anak perempuan berusia 7 tahun berinisial DC.

Bocah berusia tujuh tahun yang tinggal di sebuah desa di Kecamatan Kalibaru Banyuwangi, itu ditemukan tak bernyawa dengan kondisi separo telanjang di kebun sengon tidak jauh dari rumahnya, Rabu (13/11/2024). 

Pelajar kelas 1 salah satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) itu diduga menjadi korban perkosaan. Saat ini, pelaku masih diburu oleh anggota Polsek Kalibaru dan Polresta Banyuwangi.

”Kejadiannya saat korban pulang sekolah,” ujar salah satu warga di sekitar lokasi kejadian, Abdul Azis, 53.

Menurut Azis, korban kali pertama ditemukan oleh ibu kandungnya, Siti, 35, yang kini sedang hamil tua.

”Anak ini biasanya dijemput oleh ibunya, tapi karena ibunya sedang hamil mungkin capek atau bagaimana, tadi tidak dijemput,” ujarnya.

Biasanya korban pulang sekolah dengan naik sepeda kayuh sampai rumah sekitar pukul 10.15. Karena hingga siang tidak pulang, ibu korban menghubungi pihak sekolah.

”Ibunya sempat bingung, anaknya kok belum pulang,” kata Siti saat berada di rumah duka.

Siti, wali kelas, dan kepala sekolah, kemudian menyusuri jalan yang biasa dilewati korban saat pulang sekolah. Jalan itu sebenarnya jarang dilewati orang asing.

”Saat menyusuri jalan itu, korban ditemukan sudah tergeletak di tengah kebun, masih pakai baju seragam, tapi tidak pakai celana,” ujarnya.

Korban yang ditemukan dengan kondisi tragis itu, langsung digendong oleh Kepala MI Heru Prayito, 42, ke Klinik NU di Desa Kalibaru Manis.

”Baju Pak Kepala MI sampai penuh darah. ternyata sudah meninggal dan dibawa ke RSUD Genteng,” tuturnya.

Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi Kompol Andrew Vega bersama anggotanya langsung turun ke lokasi. Pihaknya telah melakukan identifikasi di tempat kejadian perkara (TKP).

”Kemungkinan ada paksaan  karena di sekitar lokasi ditemukan ceceran kancing baju korban,” katanya.


Selain kancing baju, ada bercak darah di bagian hidung dan kepala belakang korban. Diduga korban mengalami gegar otak akibat benturan benda tumpul.


”Saat ini korban dibawa ke RSUD Genteng untuk diperiksa lebih lanjut,” tuturnya kepada wartawan.


Dalam identifikasi itu juga ditemukan sejumlah barang milik DC, seperti sepatu, tas, dan sepeda kayuh yang dinaiki korban.

”Sepeda korban ditemukan sekitar 20 meter dari lokasi korban,” terangnya.


Ditanya soal sejumlah perhiasan korban yang raib, Vega juga membenarkan. Dia menyebut kalung dan gelang emas yang dikenakan korban tidak ditemukan.


”Informasinya korban mengenakan perhiasan dan sampai sekarang belum ditemukan,” pungkasnya.


Nenek korban, Sartija, 65, mengungkapkan bahwa keluarganya masih terpukul akibat kejadian itu. Pihaknya berharap kepolisian bisa segera menangkap pelaku.


”Kalau tertangkap dihukum mati saja,” tuntutnya menggunakan logat Madura.(Tim)





Jaga Buah Hati Kita

**Jaga Buah Hati Kita**

oleh: Ketua Yayasan Lentera Sastra


Betapa hancurnya hati orang tua ketika buah hatinya yang masih begitu imut dan baru saja bersekolah di lembaga pendidikan dasar, harus kembali ke alam baka dengan cara yang bahkan mungkin iblis pun tak sanggup melakukannya. Rasanya, jari-jemari ini bergetar ketika saya membuka pesan di grup, air mata pun menetes. Saya tak sanggup memberi banyak komentar atas peristiwa yang lebih kejam dari peperangan.


Saya yakin, semua pihak mengutuk atau setidaknya mendoakan agar pelaku segera tertangkap. Meski saya sangat percaya bahwa peristiwa yang menghilangkan nyawa ini pada akhirnya akan terungkap, pelaku tak akan tenang menikmati kebebasan. Saya pun menerima foto korban saat bersama teman-temannya di madrasah, terlihat sangat imut. Saya yakin orang tuanya menitipkan pendidikan di madrasah agar anak ini kelak menjadi pribadi yang bukan hanya pintar dalam pengetahuan, tetapi juga berkarakter dengan akhlakul karimah.


Peristiwa yang terjadi pada Rabu, 13 November 2024, sungguh tak pernah disangka. Kita sadar bahwa setan tak pernah lelah menggoda. Tidak bijak untuk menyalahkan satu lembaga tertentu dalam peristiwa ini; ketika setan telah bersekutu dengan orang yang kehilangan iman, segala hal yang sebelumnya mustahil pun menjadi mungkin. Hal yang belum pernah terjadi juga akan terjadi.


Saya hanya bisa mendoakan agar Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) dan pihak berwenang lainnya diberikan kemudahan dalam mengungkap peristiwa ini. Semoga sebelum malam berganti hari, pelaku sudah dapat diketahui agar anak-anak kembali merasa aman saat berangkat ke sekolah. Apalagi di beberapa wilayah Banyuwangi, jalan menuju sekolah harus melewati daerah yang sepi tanpa penghuni. Di kabupaten yang luas ini, meskipun tidak ada binatang buas, ternyata ada manusia yang lebih buas.



Walaupun belum ada informasi resmi dari pihak berwenang tentang sebab-sebab kematian siswi madrasah di wilayah barat Kabupaten Banyuwangi, kita mengerti bahwa untuk menyatakan penyebab kematian seseorang yang meninggal secara tidak wajar memerlukan prosedur tertentu. Namun, dari yang terlihat, dugaan penyebabnya dapat disimpulkan.


Saya beberapa kali diundang untuk mengisi kegiatan di lembaga pendidikan dasar, memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga diri, terutama bagi anak perempuan yang lebih rentan terhadap pelecehan atau bullying. Anak-anak usia di bawah sepuluh tahun masih manja kepada siapa pun, menganggap semua orang dewasa sebagai sosok baik yang tidak akan menyakiti mereka. Melalui bernyanyi atau permainan, kami mencoba memberikan kesadaran untuk menjaga diri. Beberapa lembaga pendidikan juga menerapkan aturan penjemputan yang hanya boleh dilakukan oleh keluarga dan memastikan siswa tetap aman.


Pemerintah telah menetapkan undang-undang perlindungan anak dan berbagai peraturan yang melindungi hak-hak anak, serta memberikan sanksi pidana bagi pelaku pelecehan atau tindak pidana terhadap anak. Namun, pelaku tindak pidana adalah mereka yang bukan hanya meninggalkan keimanan, tetapi juga kehilangan rasa kemanusiaan, sehingga seberat apa pun sanksi yang dijatuhkan, tetap ada yang akan membelanya.


Anak-anak adalah anugerah dan amanah dari orang tua yang harus dirawat dan dijaga sebaik-baiknya. Tak semua orang tua punya waktu untuk terus mengawasi anak yang sedang tumbuh, mengantar dan menjemput mereka ke sekolah. Peristiwa ini mengingatkan kita semua untuk lebih waspada, memberikan lebih banyak perhatian dan pengawasan, serta memenuhi hak-hak yang seharusnya diterima anak. 


*(syaf)*



Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu: Implementasi Nilai-Nilai Agama di Era Digital

 

Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu: Implementasi Nilai-Nilai Agama di Era Digital

Oleh : Syafaat

             Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebagai momen refleksi atas jasa-jasa para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan. Dalam momentum ini, kita diingatkan kembali untuk meneladani nilai-nilai luhur yang telah mereka tunjukkan, seperti semangat, keberanian, kejujuran, dan kecintaan pada tanah air. Nilai-nilai ini tidak terlepas dari ajaran agama yang mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh kebaikan dan ketakwaan. Melalui nilai-nilai agama, kita dapat membangun rasa cinta dan tanggung jawab terhadap negeri ini, sebagaimana yang dicontohkan para pahlawan.

   Dalam semua agama, cinta terhadap sesama dan terhadap tempat di mana kita hidup adalah hal yang sangat dijunjung tinggi. Agama mengajarkan kita untuk berlaku jujur, adil, dan bertanggung jawab, tidak hanya dalam urusan pribadi tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh, Islam menganjurkan sikap adil dan peduli terhadap lingkungan sekitar, yang juga berarti mencintai dan menjaga bangsa. Begitu pula agama-agama lain di Indonesia yang mengajarkan kasih sayang, gotong royong, dan hormat-menghormati.

     


 Keberanian dan keikhlasan adalah dua sifat yang melekat pada para pahlawan. Dalam ajaran agama, keberanian bukan hanya soal bertindak tanpa takut, tetapi juga tentang mengambil keputusan yang benar meskipun sulit. Keberanian untuk melawan ketidakadilan dan keikhlasan dalam berkorban adalah teladan yang telah dicontohkan oleh pahlawan kita, dan hal ini sejalan dengan nilai-nilai agama.

   Dengan meneladani semangat ini, kita diajak untuk menjadi individu yang berani menyuarakan kebenaran dan berkorban demi kepentingan bersama. Sebagai contoh, kita bisa menunjukkan keberanian dengan bersikap jujur di tempat kerja atau dalam kehidupan bermasyarakat, meskipun mungkin ada risiko atau tantangan yang harus dihadapi. Hal ini adalah bentuk nyata dari cinta terhadap negeri, karena melalui sikap yang berlandaskan agama ini, kita turut menjaga nama baik bangsa.

   Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya. Sikap toleransi dan gotong royong sangat penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Agama mengajarkan kita untuk hidup rukun dan saling menghormati, bahkan dengan mereka yang berbeda keyakinan. Prinsip ini sangat relevan di tengah keragaman Indonesia dan merupakan bentuk nyata dari kecintaan kita terhadap negeri.

   Para pahlawan berjuang tanpa memandang latar belakang suku atau agama, melainkan berjuang bersama untuk tujuan yang sama. Kita dapat meneladani sikap ini dengan membangun sikap toleran, menghargai perbedaan, dan saling membantu. Dalam kehidupan sehari-hari, gotong royong bisa diterapkan dalam berbagai bentuk, mulai dari kegiatan sosial di lingkungan hingga bekerja sama dalam menjaga kebersihan dan keamanan sekitar.

   Norma agama menuntun kita untuk menjauhi perilaku yang merusak, seperti korupsi, kebohongan, dan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Para pahlawan telah mempertaruhkan nyawa mereka demi Indonesia yang merdeka dan bebas dari segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan moral. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus, kita harus menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang dapat merusak bangsa ini, seperti korupsi, perpecahan, dan pengabaian terhadap hak-hak orang lain.

Di era digital, konsep kepahlawanan mengalami pergeseran dari perjuangan fisik menuju perjuangan dalam bentuk lain, yaitu penyebaran kebaikan, menjaga persatuan, dan membentuk karakter masyarakat di dunia maya. Namun, era digital juga membawa tantangan tersendiri bagi jiwa kepahlawanan. Berikut adalah beberapa tantangan utama dalam mempertahankan semangat kepahlawanan di era digital, informasi mengalir sangat cepat dan mudah diakses oleh siapa saja. Di satu sisi, ini membuka kesempatan untuk menyebarkan kebaikan, namun di sisi lain juga membuat orang rentan terhadap misinformasi dan hoaks. Tantangan bagi mereka yang memiliki jiwa kepahlawanan adalah memastikan bahwa informasi yang disebarkan benar dan bermanfaat. Mereka harus memiliki tanggung jawab moral untuk tidak menyebarkan konten yang provokatif, berisi kebencian, atau yang dapat memecah belah masyarakat.

Dunia digital memungkinkan seseorang berkomentar atau berpendapat dengan anonim. Hal ini sering kali membuat orang merasa bebas menyebarkan kebencian atau menyinggung orang lain tanpa memikirkan dampaknya. Seorang yang berjiwa pahlawan di era digital harus berani mengambil sikap positif dengan mengutamakan etika dan kesantunan dalam berkomunikasi, meskipun berada di balik layar. Jiwa kepahlawanan menuntut adanya tanggung jawab, termasuk dalam menjaga kehormatan dan ketenangan dunia maya. banyak orang terjebak dalam budaya konsumtif dan obsesi untuk mendapatkan popularitas, sering kali dengan mengesampingkan nilai-nilai kebaikan. Banyak konten yang mengutamakan sensasi atau kontroversi agar cepat terkenal. Tantangan bagi jiwa kepahlawanan adalah tetap berpegang pada nilai kebaikan, bahkan jika itu tidak populer atau tidak mendapatkan banyak "likes." Seorang yang memiliki jiwa pahlawan akan lebih memilih untuk mempengaruhi orang lain melalui konten yang positif dan inspiratif, meskipun tidak mendapatkan popularitas yang instan.

Dunia digital sering kali menjadi arena perdebatan yang keras, penuh dengan ujaran kebencian, dan bahkan polarisasi di kalangan masyarakat. Isu-isu politik, agama, dan sosial sering kali menimbulkan perpecahan di antara masyarakat. Di sini, jiwa kepahlawanan diuji dengan kemampuan untuk tetap tenang, menyebarkan perdamaian, dan mendorong persatuan. Pahlawan digital harus bisa menjadi jembatan yang menyatukan perbedaan dan menghindari konflik yang merusak kerukunan. Interaksi di dunia digital sering kali terasa dangkal dan minim empati. Ketika seseorang hanya berkomunikasi melalui teks atau gambar, rasa kemanusiaan bisa berkurang, dan orang cenderung mengabaikan dampak emosional pada pihak lain. Tantangan bagi mereka yang memiliki jiwa pahlawan adalah menjaga empati dan kepedulian terhadap orang lain meskipun hanya berkomunikasi melalui layar. Mereka harus berusaha memahami perasaan orang lain, menghindari komentar negatif, dan lebih banyak menyebarkan dukungan serta inspirasi.

Di dunia maya, sering kali ada godaan untuk berbohong atau membuat informasi yang tidak sepenuhnya benar demi popularitas atau keuntungan pribadi. Jiwa kepahlawanan di era digital memerlukan komitmen kuat terhadap kejujuran dan integritas. Mereka yang memiliki jiwa pahlawan harus selalu mengutamakan kejujuran dalam setiap konten atau informasi yang disebarkan. Mereka perlu menjadi contoh bagi yang lain dalam menjaga etika, meskipun berada di dunia yang seolah-olah bebas dari tanggung jawab langsung. jiwa kepahlawanan tidak lagi diukur dari pengorbanan fisik di medan perang, melainkan dari kemampuan seseorang untuk menjaga integritas, menyebarkan kebaikan, dan melindungi persatuan di tengah arus digital yang tak terkendali. Mereka yang memiliki jiwa pahlawan adalah yang berani mengambil sikap positif, menjaga etika, dan menjadi pelopor dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan, meskipun harus melawan arus negatif yang kerap muncul di media online.

Dengan menjaga semangat kepahlawanan dalam dunia digital, generasi muda dapat membantu membangun masyarakat yang lebih sehat, cerdas, dan beradab, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah era teknologi yang terus berkembang.

Upaya Pencegahan Perkawinan Anak

Jalan Panjang Lurus dan Rata: Pencegahan Perkawinan Anak

Oleh: Syafaat

 

Sering kali saya diajak berdiskusi, baik dalam forum resmi maupun secara santai, tentang pencegahan perkawinan anak. Biasanya, yang menjadi topik utama adalah perkawinan yang dicatatkan di lembaga resmi pemerintah. Diskusi ini tampaknya seperti perjalanan panjang yang lurus, mungkin tanpa ujung, dan berhenti tahap demi tahap, namun setiap langkah sangat berarti daripada tidak berusaha sama sekali.

 

Ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur atau memberikan batasan berbeda tentang usia dewasa. Setiap aturan ini memiliki latar belakang yang berbeda, sesuai konteks zaman dan kepentingannya. Namun, dalam hal ini kita sepakati bahwa definisi "anak" yang kita pakai adalah sesuai dengan Konvensi Hak Anak.

 

Menurut Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang masih berlaku di Indonesia, seseorang dianggap dewasa pada usia 21 tahun atau setelah menikah, meskipun belum mencapai usia tersebut. Dalam konteks hukum, usia ini menunjukkan seseorang memiliki kapasitas penuh untuk bertindak secara mandiri, seperti membuat perjanjian atau melakukan tindakan hukum lainnya tanpa izin wali atau orang tua. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht (WvS) juga mengacu pada ketentuan ini.

 

Dalam perkembangan hukum di Indonesia, konsep kedewasaan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang menetapkan batas usia anak hingga 18 tahun. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk dalam kandungan. Artinya, seseorang baru dianggap dewasa setelah mencapai usia 18 tahun atau lebih. Ketentuan ini memberikan hak perlindungan khusus bagi individu di bawah usia tersebut dalam hal pendidikan, kesehatan, keamanan, serta dari eksploitasi atau kekerasan.

 

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menetapkan batas usia dewasa untuk perkawinan adalah 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Undang-undang ini mengatur bahwa calon mempelai minimal berusia 19 tahun untuk menikah, kecuali dengan dispensasi dari pengadilan. Dispensasi hanya diberikan dengan alasan yang kuat dan persyaratan tertentu, terutama bagi calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun dan membutuhkan izin orang tua atau wali.

 

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, seseorang dianggap dewasa pada usia 17 tahun atau setelah menikah. Ketentuan ini berkaitan dengan hak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang diberikan kepada individu berusia 17 tahun atau lebih atau yang sudah menikah. Dengan KTP, seseorang diakui sebagai penduduk dewasa dengan hak dan kewajiban administratif dalam urusan kependudukan.

Pembahasan tentang perkawinan anak sering kali hanya terfokus pada pelaksanaan perkawinan anak yang sudah memperoleh dispensasi dari pengadilan, atau menyalahkan pengadilan yang memberikan dispensasi tersebut. Persoalan perkawinan anak adalah tanggung jawab bersama yang harus dicegah bersama-sama. Lembaga yang memberikan izin perkawinan anak tentunya mempertimbangkan dampak dari keputusan mereka dan memilih jalan yang dianggap lebih baik.

 

Keterpaksaan perkawinan karena pergaulan yang tidak sesuai menjadi alasan utama terjadinya perkawinan anak. Meskipun dalam putusan pengadilan tidak disampaikan secara gamblang, hasil diskusi dengan petugas pengawasan dan pencatatan perkawinan menunjukkan bahwa ini adalah alasan utama terjadinya perkawinan anak.

 

Penolakan atau pelarangan perkawinan anak karena keterpaksaan akibat pergaulan yang tidak semestinya dikhawatirkan dapat memperburuk masalah. Bagi mereka yang sudah terlanjur salah pergaulan, mencegah hubungan yang hanya pantas dilakukan dalam pernikahan sangat sulit, terutama jika sudah ada konsekuensi yang sebenarnya tidak diharapkan. Sebagian besar dari mereka belum siap menghadapi konsekuensi tersebut, serta tidak menyadari dampak jangka panjang dari tindakan mereka.

 

Dalam salah satu diskusi, muncul cerita tentang siswa SMA yang menikah di bawah tangan untuk mencegah kehamilan sebelum usia cukup menurut undang-undang. Mereka bersepakat menunda memiliki anak hingga lulus sekolah atau usia cukup. Meskipun ini mengurangi pencatatan perkawinan anak, solusi ini tidak mendidik dan penuh risiko, sama halnya dengan cara-cara ekstrim pencegahan kehamilan bagi mereka yang belum menikah.

 

Kesadaran tentang risiko yang muncul saat melakukan perbuatan yang belum layak pada usia yang belum matang perlu ditanamkan terus-menerus. Pendidikan tentang hal ini sangat penting, terutama bagi mereka yang bersentuhan langsung dengan anak-anak sejak dini. Beberapa kasus terjadi karena mereka kurang memahami risiko akibat informasi yang kurang tepat tentang kesehatan reproduksi.

 

Dari diskusi kami dengan Forum Anak (FA) dan Duta Cegah Kawin Anak di beberapa lembaga pendidikan, terungkap bahwa anak-anak seringkali tidak menemukan tempat yang nyaman untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan tentang perkembangan diri dan kepribadian mereka. Akibatnya, mereka mencari informasi dari media online atau teman sebaya yang mungkin tidak tepat, sehingga bisa terjerumus dalam kenikmatan sesaat yang sulit dihentikan.

 

Pencegahan perkawinan anak adalah tanggung jawab bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak, terutama orang tua sebagai sandaran utama bagi anak-anak. Pencegahan bukan hanya tentang pengadilan yang mengeluarkan dispensasi atau pejabat yang menerbitkan surat-surat nikah, melainkan tentang membekali anak-anak dengan pemahaman tentang potensi diri dan batasan-batasan yang harus mereka pahami untuk menjaga diri mereka. Karena, pada akhirnya, yang paling dekat untuk menjaga diri adalah diri mereka sendiri.

 

Penguatan peran konselor sebaya secara profesional juga sangat penting. Anak-anak merasa lebih nyaman curhat dengan teman sebaya, tetapi ini tidak efektif jika konselor sebaya tidak menjalankan peran mereka dengan baik atau malah membocorkan rahasia curhat menjadi gosip. Maka, diperlukan lebih banyak pelatihan dan sosialisasi kepada anak-anak dan orang-orang yang langsung berinteraksi dengan mereka.

 

Syafaat ; Ketua Yayasan Lentera Sastra Banyuwangi

  

Menyoal Bu Guru Supriyani

 


Menyoal Bu Guru Supriyani

Oleh  : Mohammad Hasyim

        Diberitakan dibanyak media. Mengundang   keprihatinan banyak  pihak terutama orang - orag yag seprofesi denganya. Ya,  Bu Supriyani. Seorang guru wanita    SDN 4 Baito  Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Suktra).  Bu Supriyani   yang hanya seorang  guru honorer  (  bukan ASN/PPPK )  diperkarakan oleh salah seorang   wali murid  atas tindakanya. Dia  diduga menganiaya salah seorang murid inisial  D ( 8tahun ).  Menganiaya ?

         Jangan - jangan apa yang dilakukan Bu Supriyni adalah cara beliau mendidik  siswanya  dengan   memberikan hukuman phisik ringan lalu dianggap sebagai bentuk pelanggaran karena telah menyakiti phisisk seorang anak ? , Entahlah . Kita  tidak tahu apa yang ada dalam pikiran orangtua murid. 

          Kita juga tidak tahu, seberapa luas pemahaman  orangtua  murid hingga  bisa  mebedakan  mana  hukuman  katagori alat pendidikan dan mana hukuman katagori pidana ?  Pastinya akibat tindakan  Bu Supriyani  ini – memukul dengan sapu ijuk - ( menurut pengaukan salah satu siswa lainya  ), kasusnya berbuntut panjang.  Melebar kemana-mana, menyeret banyak  pihak masuk ke pusaran kasusnya.  

          Hari – hari panjang dan melelalahkan  bakal dilalui  oleh guru honorer dengan upah yang tak seberapa itu.  Tentu, Bu Supriyani juga tidak  pernah membayangkan  jika pada akhirnya kegiatan mendisiplinkan  anak didiknya saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung di klas bakal  menyulut kesalahfahaman dan/atau bahkan kemarahan   salah seorang wali murid hingga  membawanya ke meja pengadilan.  

Status Hukuman

        Memberikan hukuman kepada anak didik ( dalam batasan proporsionalitas ) sebagaimana  dilakukan oleh Bu Supriyani sebenarnya adalah hal lazim dilakukan oleh banyak guru dalam rangka menciptakan  situasi kondusif  pembelajaran. Terbangunya kondisi ini penting agar KBM bisa dilaksanakan dengan efektif.  Tujuan dan /atau kompetensi pembelajaran dapat dicapai tanpa banyak kendala.   Sampai disini sebenranya menghukum anak didik – selama dilakukan secara proporsional – bisa dibenarkan ?

          Dalam perpektif   pendidikan klasik, setidaknya  bagi strategi  manajemen klas  bagi Lavengeld,  menghukum ( punishment )  yang dilakukan oleh guru kepada anak didiknya adalah   salah satu upaya  dalam rangka  menegakan disiplin klelas.  Bagi Langeveld, hukuman  adalah salah satu  bentuk alat pendidikan.  Hukuman  kata Langevel lagi adalah  perbuatan dan/atau satu situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan/pembelajaran.  Langeveld mensejajarkan hukuman  dengan alat pendidikan  lainya seperti  pembiasaan, pengawasan, perintah,  ganjaran,  pujian,  larangan hingga  keteladan  dari guru. Yang perlu diperhatikan adalah  memahami sesunggunya makna hukuman itu.  Dalam memberikan hukuman – jikapun  terpaksa dilakukan  – kata  Langeveld,   maka  guru hendaknya berpedoman kepada “ punitur,quia pecatum ost” ( dihukum,  karena  telah bersalah ), dan juga “pinitur, no pecatur” (dihukum, agar tidak lagi  berbuat kesalahan)”  

        Selain   berpijak  kepada pitutur diatas,  guru – siapapun  orangnya - harus pula memperhatikan  hal-hal berikut ketika  hendak memberikan hukuman kepad anak didiknya.  Kapan hukuman itu dipergunakan,  terhadap siapa hukuman itu diberikan ( siswa laki-laki atau perempuan).  Bagaimana hukuman itu dilakukan,  dimana hukuman itu dilakukan, dan juga -  ini yang sangat penting -  bahwa penggunaanya  dilakukan jika hanya sangat perlu.

      Sebagai  alat  pendidikan  represif  ( pendisiplinan ),  guru harus juga menyadari bahwa hukuman tidak boleh diberikan  kepada anak didik  dalam keadaan marah.  Juga,  tidak boleh  diberikan sebagai upaya belas dendam. Dan,  guru hanya boleh memberikan hukuman jika dengan hukuman  itu  iya yakin bahwa tindakanya  akan memberikan efek positif  ( baik ) terhadap perubahan  tingkah laku anak didiknya.

Perlu perlindungan.

       Banyak  literatur  menyatakan bahwa guru adalah jabatan  profesional meski sebagian orang  masih ragu dan debatable soal ini dengan berbagai alasan. Kurang ini, kurang itu.  Sebagai jabatan professional, tentu banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang guru dan/atau calon guru, sehingga tidak sembarang orang bisa menjalani profesi ini.  Lazimnya sebuah profesi – apapun itu bentuknya  – pastinya dilindungi oleh undang – undang  yang menjamin keterlaksaan profesi itu dengan baik, aman dan nyaman.  

          Bagaiman dengan profesi guru ?,  merujuk kepada  Undang Undang RI Nomor 14 tahun  2005,  di pasal 14, ayat (c), dinyatakan bahwa  dalam melaksanakan tugas keprofesionalan ,  guru berhak “memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas”.  Di pasal 14,  huruf  (g), dinyatakan bahwa guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan  berhak “memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan”.

         Soal perlindungan ?,  pada pasal 39, ayat (1), dinaytakan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.  Pasal yang sama ayat (2), “perlindungan dimaksud  melipuit :  (1),  perlindungan hukum, perlindungan profesi serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. (2),  Perlindungan hukum  yang dimaksud mencakup  perlindungan hukum terhadap tindakan  kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain”. Nah, clear kan !

Saling Kesefahaman.

        Keberhasilan tugas profesional seorang guru – seperti  Bu Supriyani – membutuhkan dukungan banyak pihak. Lebih-lebih  pada profesi kependidikan/keguruan.  Pekerjaan dan/atau profesi ini memang mulia, tetapi pada kasus-kasus tertentu beririsan dengan  sensitifitas nilai. Ya , nilai sebuah hukuman. Sebuah pilihan nilai yang sensitif.   Ya  mendisiplinkan anak itu.   Satu sisi memungkinkan dilakukan, disisi  lain timbul resistensi. Karena itu  kerjasama dan saling kesefahaman antar guru dan orangtua murid perihal  ini     sangat penting dilakukan.  

           Satu pihak,   guru harus faham bagaimana memposisikan hukuman sebagai alat pendidikan  yang   penggunaan  dan/atau  pemanfaatanya hanya semata untuk   memperbaiki (  mengkurasi ) prilaku negatif yang terlanjur dilakukan oleh anak didik agar tidak mengulang kesalahan yang  sama  dilain  waktu.   Penting    dilakukan  langkah -  langkah    pencegahan (  prefensi ) secara terus menerus agar potensi prilaku negatif anak didik  bisa dicegah, tidak muncul  dalam prilaku  nyata.  

          Apapun  pilihan  strategi  guru menisiplinkan anak didik  tak ada sedikitpun berniat     membuat  merekaa  terluka, apalagi  trauma.   Pilihan itu ( mendisiplinkan ) adalah semata untuk mencipatakan suasana kondusif pembelajaran yang denganya anak anak bisa memanfaatkan seoptimal mungkin  meningkatkan/memacu   potensi yang dimilikinya.  Dalam konteks ini perlunya direnungkan kata  Sergiovani bahwa “berharap meningkatan  mutu pendidikan  ( pembelajaran : pen ) melalui kerjasama harmonis  guru dengan orangtua murid, lebih baik dari harapan terhadap kurikulum”.

           Kedepan  kiranya perlu dirancang  sebuah    agenda  (semacam forum)   yang  mempetemukan antara guru dan orangtua murid untuk membangun kesepafahaman tentang tugas-tugas guru lebih  komprehensif.  Lebih - lebih bicara tentang beban seorang guru SD. Jujur diakui bahwa guru   SD memiliki  beban lebih dibanding   guru-guru  di satuan pendidikan diatasnya. Beban manajerial  guru SD melampaui  beban akademiknya.  Mereka membangun pondasi dari  awal.  Dari anak-anak yang  kesadaran dirinya  (self relience ) belum terbentuk, baru sebatas pola.  Masih labih. Tergantung ada tidaknya, besar kecilnya, intens tidaknya  intervensi lingkungan, yang salah satunya dari para guru.

           Mereka mengajar. Mereka  mendidik. Mereka  membimbing. Mereka  melatih  anak - anak, memberikan contoh baik  , kemudian  membereskan tugas - tugas  admnistrasi sekolah.  Melalui forum silaturahim   seperti ini ( pertemuan pencerahan )  kesalahfahaman  antara guru dan orang tua dalam hal mendidik dan mendisiplinkan  anak di sekolah  bisa di clearkan.

        Dalam kerangka ini penting bagi Dewan Pendidikan  (DP) menginisiasi niatan baik ini melalui  penguatan komite sekolah,  menyosialisasi materi - materi yang berhubungan dengan  tugas,  kwajiban,  tanggungjawab dan hak-hak  guru. Di pihak lain penting juga dijernihkan  soal tugas, kwajiban,  dan  tanggungjawab   orangtua murid dalam konteks relasi antara sekolah, guru  dan masyarakat. 

_____________________

              Mohamad Hasyim, Pengurus Dewan Pendidikan Banyuwangi. Mengajar di Institut  Agama Islam (IAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi.


 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog